Grosse, Kepulauan Seribu - Pemahaman masyarakat di Kepulauan Seribu masih tertinggal, bahkan tak sedikit masyarakat mengalami permasalahan terkait hukum, baik secara perdata maupun pidana. Tak mengherankan jika Pemerintahan Propinsi (Pemprov) DKI Jakarta, berupaya melakukan kegiatan guna membangun kesadaran hukum di kalangan masyarakat, khususnya di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Upaya tersebut mendapat dukungan dan support dari beberapa pihak, diantaranya; Peradin (Persatuan Advokat Indonesia), Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) DKI Jakarta, Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, bahkan Pengurus Daerah (Pengda) Kota Jakarta Utara Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Support dan dukungan tersebut, berupa Bantuan Hukum dan Konsultasi Hukum secara Gratis kepada masyarakat Kepulauan Seribu.
Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT Siap Berikan Konsiltasi Hukum Gratis terkait Permasalahan di Bidang Pertanahan, Kepualau Seribu, Jakarta Utara, Rabu 30 Juli 2025. |
Kepulauan Seribu tercatat memiliki 110 (seratus sepuluh) pulau dengan 11 (sebelas) diantaranya berpenghuni, dan penduduk Kepulauan Seribu tersebar di beberapa pulau, seperti Pulau Untung Jawa, Pulau Pari, Pulau Harapan, Pulau Tidung dan Pulau Kelapa. Luas Kepulauan Seribu sekitar 1.180 hektare, memanjang dari selatan ke utara, dengan pulau-pulau tergolong kecil dengan dataran yang landai dan terbagi menjadi beberapa gugus pulau. Kawasan Kepulauan Seribu dimanfaatkan untuk pemukiman, penangkapan ikan, budidaya rumput laut, wisata dan taman nasional. Sebagian besar kepemilikan pulau di Kepulauan Seribu merupakan kepemilikan pribadi oleh perorangan ataupun swasta.
Jumlah pulau yang ada di Kepulauan Seribu, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1814 Tahun 1989, dan SK Gubernur DKI Jakarta No.171 Tahun 2007, menetapkan bahwa luas wilayah daratan Kepulauan Seribu, sebesar 8.7 Km2, dengan titik koordinat yaitu 5º 10’ 00” sampai 5º 57’ 00” Lintang Selatan, hingga 106º 19’ 30” sampai 106º 44’ 50” Bujur Timur. Mengenai status kepemilijan pulau yang ada di Kepulauan Seribu, milai menjadi milik pribadi sejak dasawarsa 1960-an hingga 1970-an, dan status kepemilikan pribadi diberlakukan hanya pada pulau-pulau yang digunakan sebagai pemukiman.
Kenapa? Dikarenakan keterbatasan layanan hukum di wilayah Kepulauan Seribu, sehingga menjadi sorotan pihak pemerintah, oleh karena itulah pada hari Rabu 30 Juli 2025, digelar kegiatan "Pembinaan Kelurahan Sadar Hukum, Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu". Kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara Kanwil Kemenkum DKI Jakarta, Pemrov DKI Jakarta, Pemkab Administrasi Kepulauan Seribu, Pos Bantuan Hukum (Posbankum) dan IPPAT.
Mahkamah Kelurahan Solusi Atasi Masalah Hukum
Pembinaan yang dimoderatori oleh Hari Kurniawan, Kepala Bagian Hukum, Ketatalaksanaan dan Kepegawaian Pemkab Administrasi Kepulauan Seribu, menyampaikan bahwa kebutuhan bantuan hukum warga Kepulauan Seribu masih tinggi, namun kondisi tersebut belum diimbangi dengan keberadaan lembaga bantuan hukum yang memadai. "Permohonan bantuan hukum banyak yang disampaikan kepada kami, hal itu tak bisa kami tangani semua dikarenakan kehadiran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan kehadiran Notaris/PPAT masih kurang," ungkapnya.
Keterbatasan layanan hukum tersebut, merupakan topik utama dalam kegiatan Pembinaan Kelurahan Sadar Hukum, dimana kegiatan tersebut menghadirkan Ketua Umum Peradin sekaligus Ketua Pembina Posbankumadin, Advokat Ropaun Rambe. Ketua Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT, Bambang Tristianto, SH, MKn, dan Praktisi Notaris/PPAT, Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, guna memberikan pencerahan terkait hukum pidana dan hukum perdat. Kegiatan tersebut mendapat sambutan baik dari masyarakat, bahkan masyarakat berharap menjadi solusi dalam menghadapi permasalahan hukum selama ini.
Menurut Advokat Ropaun Rambe, bahwa dirinya melalui Peradin akan berkomitmen memperkuat layanan hukum di wilayah tertinggal, termasuk melalui Mahmakah Kelurahan (MK) atau Mahkamah Desa (MD), sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat, khususnya di wilayah Kepulauan Seribu.
"Saat ini, kami akan mulai mengimplementasikan MK atau MD, kenapa? Karena negara sudah memberi dasar hukum untuk memberikan bantuan hukum secara gratis, yaitu UU No.16 Tahun 2011. Tapi, persoalan yang belum terpecahkan, yaitu ketiadaan MK atau MD, sebagai forum penyelesaian hukum di tingkat bawah," tukasnya.
MD atau MK, sambungnya, bukan gagasan baru. Sebab, konsep tersebut sudah ada sejak masa kolonial, dikenal sebagai Peraturan Rafflesia pada 1814. "Sekarang, konsep itu dihidupkan kembali dengan pendekatan kontekstual dan berbasis kearifan lokal. Warga tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh ke pengadilan, sengketa dapat diselesaikan lewat musyawarah di tingkat desa atau kelurahan,” jelasnya.
Lebih jauh lagi, Ropaun Rambe, menjelaskan bahwa MK atau MD tidak berdiri tanpa dasar hukum yang jelas, dan nomenklatur MK atau MD sudah dikeluarkan Kemenkum, bahkan didukung dengan beberapa regulasi lai. "Undang-Undang (UU) No.3 Tahun 2024 tentang Desa. Peraturan Pemerintah (PP) No.43 Tahun 2014, Permendesa PDTT No.6 Tahun 2020, UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan hukum. Pedoman Kepala BPHN Tahun 2023, Permendagri No.18 Tahun 2018 dan PP No.42 Tahun 2013," paparnya.
Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT Siap Beri Konsultasi Hukum 'Gratis'
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT, Bambang Tristianto, SH, MKn dan Praktisi Notaris/PPAT, Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, dimana saat ini di Kepulauan Seribu, jumlah Notaris yang berpraktek itu sekitar 60 Notaris, sedangkan Notaris yang telah menjadi PPAT berjumlah 16 orang. "Kedepan, kami selaku pengurus akan mendorong para Notaris yang belum PPAT, agar segera menjadi PPAT, karena masyarakat di Kepulauan Seribu sangat membutuhkan kehadirian PPAT, guna menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan pertanahan," tegasnya.
Menurut Ketua Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT, bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat Kepulauan Seribu, terutama terkait pertanahan, pihaknya akan memberikan konsultasi hukum secara gratis. "Karena hal tersebut juga diatur dalam UU No.16 Tahun 2011, tetang Bantuan Hukum. Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. Perma No.01 Tahun 2014 dan UUJN No/2 Tahun 2014 Perubahan atas UU No.30 Tahun 2004, serta PP No.37 Tahun 1998 yang diubah dengan PP No.24 Tahun 2016," jelasnya.
Dipenghujung kegiatan Pembinaan Kelurahan Sadar Hukum, baik Ropaun Rambe maupun Pengda Kota Jakarta Utara IPPAT, kedua-duanya sama-sama memberikan No WhatApps kepada masyarakat, agar dapat menghubungi ketika menghadapi permasalahan hukum. "Kami siap menerima konsultasi hukum tentang pertanahan secara gratis, 24 jam, jadi jangan ragu untuk menghubungi kami," tandasnya.