Senin, 18 Agustus 2025

Sambut Hari Pengayoman dan HUT RI Ke 80, BPHN Gelar Bakti Sosial Donor Darah

Grosse, Jakarta - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menggelar bakti sosial donor darah di Aula Moedjono, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (12/8/2025). Kepala BPHN, Min Usihen, mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan wujud kepedulian sosial dan dukungan kepada Palang Merah Indonesia (PMI) untuk menjaga ketersediaan stok darah bagi masyarakat.

“Donor darah menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Pengayoman dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Saya sangat mengapresiasi partisipasi dan semangat pegawai serta tenaga pengalihdayaan (outsourcing) BPHN dalam menyukseskan rangkaian kegiatan ini,” tutur Min.

Bekerja sama dengan Unit Pengelola Darah RSUP Fatmawati, kegiatan ini diikuti oleh 128 pendaftar. Setelah melalui proses penyaringan (screening), sebanyak 85 orang dinyatakan lolos dan berhasil mendonorkan darahnya.


Berdasarkan data PMI, kebutuhan darah transfusi mencapai dua persen dari jumlah penduduk. Dengan populasi Indonesia sekitar 277 juta jiwa, setidaknya dibutuhkan 5,5 juta kantong darah setiap tahun. Partisipasi lembaga dan masyarakat, seperti yang dilakukan BPHN, menjadi kontribusi penting untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Selain donor darah, BPHN menggelar berbagai kegiatan untuk memeriahkan Hari Pengayoman dan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Di antaranya pemeriksaan kesehatan gratis bagi warga sekitar, konsultasi hukum gratis yang berlangsung setiap hari kerja, serta beragam pelayanan publik dan perlombaan yang akan digelar dalam waktu dekat.


Hari Pengayoman merupakan penamaan resmi hari lahir Kementerian Hukum sejak 2024, menggantikan Hari Dharma Karya Dhika, dan diperingati setiap 19 Agustus. Peringatan ke-80 tahun ini berlangsung sejak 4 Juli hingga puncaknya pada 19 Agustus 2025, dengan tujuan memperkuat solidaritas insan pengayoman serta semangat reformasi hukum menuju “Indonesia Emas 2045”.

Minggu, 17 Agustus 2025

Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan), Libatkan Kemenkum RI dan MK, serta MA di Pengwil Jateng INI

Grosse, Semarang - Amicus Curiae yang berarti 'Sahabat Pengadilan', merupakan pihak ketiga yang memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan dalam suatu perkara, meskipun bukan pihak yang berperkara, dan keterlibatannya karena memiliki kepentingan atau kepedulian terhadap kasus dan ingin membantu pengadilan dalam membuat keputusan yang adil. Hal inilah yang menjadi dasar Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk menggelar Seminar Nasional, dengan melibatkan beberapa pihak, diantaranya; Pengurus Pusat (PP) INI, Kementerian Hukum (Kemenkum) RI, Akademisi dan beberapa pihak lain yang terkait. Seminar Nasional yang mengangkat tema 'Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris', digelar di Patra Hotel Semarang, Sabtu 09 Agustus 2025, diikuti oleh sekitar 750 peserta.

Seminar Nasional yang mengangkat tema 'Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris', digelar di Patra Hotel Semarang, Sabtu 09 Agustus 2025, diikuti oleh sekitar 750 peserta.

"Amicus curiae memang tidak populer, terutama di kalangan Notaris. Namun, pada beberapa kasus yang ada dalam persidangan, keberadaan amicus curiae sering digunakan. Seperti kasus yang disidangkan pada Mahkamah Konstitusi (MK), makanya seminir nasional kali ini, kami menghadirkan hakim MK," ungkap Sekretaris Pengwil Jateng INI, DR. Daror Mujahidi, SH, MKn, kepada MGD disela-sela kegiatan.

Diharapkan dengan mengangkat tema seputar amicus curiae, sambungnya, diharapkan ke depan amicus curiae dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan hukum yang melibatkan Notaris. "Karena belum tentu semua hakim memahami tentang kenotariatan. Oleh karena itu, Pengwil bisa sebagai amicus curiae dalam membantu anggotanya, sebab amicus curiae dapat dilakukan dari semua kalangan," jelasnya.


Amicus curiae dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah 'Friend of the court', mengacu pada pihak ketiga yang memberikan informasi atau pandangan kepada pengadilan dalam suatu kasus, meskipun mereka bukan bagian dari pihak yang bersengketa. Hal tersebut, seperti yang disampaikan oleh DR. Rindiana Larasati, SH, MKn, salah satu panitia pelaksana Seminar Nasional, bahwa banyak Notaris yang dikriminalisasi, maka organisasi perlu mengawal dari daerah sampai pusat.

"Jadi, sangat diperlukan kehadiran organisasi, dari tingkat Pengurus Daerah (Pengda), Pengurus Wilayah (Pengwil) sampai Pengurus Pusat (PP), agar dapat mengawal anggotanya ketika terkena kasus di pengadilan dengan cara memberikan amicus curiae. Hal itu diperlukan, apabila putusan hakim tidak adil, karena tidak menguasai tugas dan jabatan Notaris itu seperti apa," paparnya kepada MGD.


Pemateri dari Kemenkum sampai Hakim MK dan MA

Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) Ikatan Notaris Indonesia (INI), yang diketuai oleh DR. H. Al Halim, SH, MKn, MH, selaku Ketua Pengwil menggelar Seminar Nasional dengan mengangkat tema "Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris".

Menariknya, Seminar Nasional tersebut, panitia pelaksana menghadirkan, tiga narasumber dari Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI), Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA) RI dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI.

Narasumber tersebut, yaitu antara lain; Agus Subroto, SH, MH, Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung RI. Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, Hakim Mahkamah Konstitusi RI, dan Henry Sulaiman, SH, ME, Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum RI.

Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, menyampaikan bahwa ada beberapa putusan MK yang berkenaan dengan Jabatan Notaris, yaitu antara lain; putusan No.7/PUU-XXIII/2025 tentang Kategori Akta Autentik di putus Tidak Dapat Diterima, dan Putusan No.84/PUU-XXII/2024 tentang Pemberhentian Notaris Karena Telah Mencapai Umur 65 di putus Kabul Sebagian.

"Ada beberapa kasus yang menyangkut Notaris yang diajukan ke MK, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025, itu ada sekitar 13 kasus. Dan, yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian hanya ada dua, sedangkan sisanya ditolak atau tidak dapat diterima," ungkapnya saat menyampaikan materi.

Selain itu, Hakim MK ini juga menyatakan bahwa amicus curiae merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi, lalu kemudian berkembang dan dipraktekkan dalam tradisi common law system. "Mekanisme amicus curiae memberikan izin kepada pengadilan untuk mengundang pihak ketiga, tujuannya untuk menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum yang berkaitan dengan  isu-isu hukum yang baru atau belum familiar," terangnya.

Hal menarik dari penjelasan dari Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, bahwa amicus curiae dapat bertindak untuk 3 (tiga) macam kepentingan, diantaranya; pertama, Kepentingan sendiri atau kelompok yang diwakilinya. Kedua, Kepentingan salah satu pihak dalam perkara, dalam upaya membantu atau menguatkan argumentasinya. Dan, ketiga, Kepentingan umum, karena keterangannya tidak untuk kepentingan orang yang berperkara.

Sedangkan Agus Subroto, SH, MH, Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, memberikan materi dengan judul "Amicus Curiae Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris, dengan moderator DR. Dahniarti Hasanah, SH, MKn. Menurut Agus Subroto, amicus curiae tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, disandarkan pada ketentuan Pasal 5 Ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Bunyinya; Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat". Jadi penjelasan dari Pasal 5 Ayat 1 ini, menyatakan ketentuan tersebut dimaksudkan, agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat," paparnya.

Sehingga tujuan dari amicus curiae, sambungnya, yaitu antara lain; memberikan keterangan atau pendapat hukum atau informasi yang relevan kepada pengadilan, agar dapat membantu hakim dalam memahami berbagai aspek kasus dan implikasinya.

"Kedua, membantu pengadilan membuat keputusan yang adil dan berdasarkan hukum dengan memberikan perspektif tambahan atau informasi, dan ketiga sebagai bentuk partisipasi publik atau dukungan pada kasus yang diadili," terang Agus Subroto.

Hal lain disampaikan oleh Direktur Perdata Kemenkum RI, Henry Sulaiman, SH, ME, yang menyampaikan materi mengenai "Amicus Curiae; Peran Strategis dalam Melindungi Profesi Notaris" dengan moderator DR. Rindiana Larasati, SH, MKn.

Menurut Henry Sulaiman, bahwa saat ini semakin kompleks kebutuhan akan layanan jasa Notaris, mengakibatkan meningkatnya perkara hukum yang melibatkan Notaris, sedangkan dalam proses peradilan, pendapat teknis-teknis jabatan Notaris jarang terdengar, sehingga narasi hukum didominasi oleh pihak pelapor atau gugatan tanpa klarifikasi kelembagaan.

"Jadi masih banyak aparat penegak hukum yang belum memahami tugas dan fungsi dari Notaris, dan tidak semua Notaris memiliki kemampuan atau akses untuk membela diri secara optimal, sehingga dibutuhkan intervensi kelembagaan netral dan berbasis hukum. Ditambah lagi, kurangnya pemahaman Notaris dan organisasi profesi terkait dengan amicus curiae," paparnya.

Selain itu, data perkara yang melibatkan Notaris, sambungnya, mayoritas perkara pidana terkait dengan Pasal 264 Ayat 1 KUHP, pemalsuan surat-surat yang dilakukan oleh Notaris, dimana menuangkan ke dalam akta yang tidak sesuai dengan fakta-fakta atau yang sebenarnya.

"Sedangkan perkara perdata terkait gugatan terhadap Akta Peralihan Saham yang dilakukan tanpa se-pengetahuan pemegang saham, sehingga komposisi kepemilikan saham beralih kepada pihak lain. Jadi akta autentik Notaris digugat, karena dianggap tidak sah secara fomiil. Dan, untuk membuktikan hal tersebut, diperlukan pemahaman hakim terhadap tata cara pembuatan akta autentik, dan masih banyak lagi kasus-kasus lain terkait Notaris," jelas Henry Sulaiman.

Menurut Direktur Perdata Kemenkum RI, bahwa siapa saja bisa menjadi amicus curiae, diantaranya yaitu; Akademisi atau Pakar Hukum. Organisasi Profesi. Lembaga Keagamaan atau Tokoh Masyarakat. Lembaga Negara Independen. dan Organisasi Masyarakat Sipil.

"Kenapa Notaris membutuhkan amicus curiae? Pertama, karena hakim sering hanya mendengar versi dari para pihak, amicus curiae dapat memberikan perspektif objektif berbasis praktik jabatan Notaris. Kedua, UUJN terakhir diperbaharui pada tahun 2014, sementara praktik hukum dan kebutuhan masyarakat terus berkembang, banyak ketentuan UUJN yang membutuhkan penjelasan teknis dan interprestasi kontekstual. Ketiga, dapat menjelaskan kapan tindakan jabatan Notaris bersifat administrasi, bukan pidana," jelasnya.


Selasa, 12 Agustus 2025

Amicus Curiae, 'Friends of The Court'

 'Friend of The Court' atau Sahabat Pengadilan, yang diterjemahkan secara bebas oleh 'Black's Law Dictionary', sebagai seseorang yang bukan merupakan pihak dalam gugatan, tetapi mengajukan permohonan kepada pengadilan atau diminta oleh pengadilan untuk memberikan pernyataan atau keterangan, karena orang tersebut memiliki kepentingan yang kuat dalam pokok perkara.

Merujuk pada sejarahnya, Amicus Curiae pertama kali dikenal dalam praktik pengadilan di awal abad ke-9 dalam sistem hukum Romawi Kuno, dari sistem tersebut, selanjutnya berkembang di negara-negara dengan tradisi 'common law'. Oleh karena itu, amicus curiae merupakan suatu hal yang lazim pada sistem peradilan di negara yang menganut sistem common law, seperti di Amerika Serikat dan Inggris.

Akhir abad ke 20 sampai saat sekarang, banyak kasus-kasus di pengadilan menggunakan amicus curiae, lalu bagaimana ketentuan amicus curiae di Indonesia? Dasar hukum amicus curiae di Indonesia, tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, akan tetapi, amicus curiae saat ini berpegang pada Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Kekuasaan Kehakiman. Dimana Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Selain itu, secara tersirat, amicus curiae diatur dalam Pasal 180 Ayat 1 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), dimana disebutkan bahwa 'Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan'.

Meskipun demikian, pada dasarnya, amicus curiae bertujuan untuk membantu hakim dalam melakukan penemuan hukum atau membuat keputusan mengenai suatu perkara. Namun, kekuatan hukum dari amicus curiae terhadap pengambilan keputusan hakim di pengadilan, tidak akan mempengaruhi putusan pengadilan, karena sifatnya berisi pertimbangan-pertimbangan saja. Oleh karena amicus curiae hanya sebatas dasar pertimbangan, amicus curiae tidak memiliki wewenang untuk campur tangan dalam proses hukum atau mempengaruhi penyelesaian akhir suatu kasus dalam hal hakim mengambil suatu keputusan.

Dalam konteks Notaris, Amicus Curiae dapat digunakan untuk memberikan perspektif terkait dengan isu-isu hukum yang melibatkan profesi Notaris, seperti dugaan pelanggaran Kode Etik NotarisSengketa Perdata, atau bahkan kasus Pidana yang melibatkan Notaris. Praktik amicus curiae dalam kasus Notaris, bisa terjadi dalam beberapa situasi;

Pertama, Perkara Etik atau Disiplin; Jika ada Notaris yang diduga melanggar Kode Etik atau disiplin, pihak lain (seperti organisasi Notaris atau Pengurus Wilayah Notaris) bisa mengajukan amicus curiae untuk memberikan pandangan mengenai standar profesionalisme, interpretasi kode etik, atau rekomendasi sanksi yang sesuai.

Kedua, Kasus Pidana yang Melibatkan Notaris; Dalam sengketa perdata yang melibatkan Notaris, misalnya terkait Akta yang dibuatnya, pihak ketiga yang memiliki pengetahuan atau keahlian terkait hukum Notariat bisa mengajukan amicus curiae untuk memberikan penjelasan mengenai aspek hukum yang relevan.

Ketiga, Kasus Pidana yang Melibatkan Notaris; Jika Notaris tersangkut kasus pidana, amicus curiae bisa diajukan untuk memberikan pandangan mengenai unsur-unsur pidana yang terkait dengan tindakan Notaris, atau untuk memberikan penjelasan mengenai aspek hukum yang lebih luas terkait kasus tersebut.

Amicus Curiae Penting dalam Kasus Notaris ?

Amicus curiae dapat memberikan manfaat dalam beberapa hal, yaitu antara lain; Membantu Hakim Memahami Isu Hukum yang Kompleks; Profesi Notaris seringkali melibatkan pemahaman hukum yang mendalam, terutama terkait Akta Otentik dan kewenangan Notaris. Amicus curiae yang kompeten dapat membantu hakim memahami isu-isu hukum yang kompleks tersebut.

Selain itu, Memberikan Perspektif Tambahan; Amicus curiae dapat memberikan perspektif dari pihak yang tidak terlibat langsung dalam perkara, yang mungkin tidak terpikirkan oleh pihak yang berperkara atau hakim. Untuk Meningkatkan Keadilan; Dengan memberikan informasi dan pandangan yang lebih komprehensif, amicus curiae dapat membantu hakim mengambil keputusan yang lebih adil dan berdasarkan pemahaman yang menyeluruh.

Bahkan, Mencegah Kesalahan Penafsiran Hukum; Amicus curiae dapat membantu mencegah kesalahan penafsiran hukum yang mungkin terjadi, jika hakim hanya mengandalkan penjelasan dari pihak yang berperkara.

Meskipun belum banyak kasus amicus curiae yang secara spesifik terkait Notaris terpublikasi, terdapat beberapa contoh kasus di Indonesia, dimana amicus curiae telah diajukan untuk perkara yang melibatkan isu-isu yang kompleks, seperti kasus hak asasi manusiajudicial review di Mahkamah Konstitusi, dan kasus pidana yang melibatkan anak.

Jadi, amicus curiae merupakan mekanisme yang penting dalam sistem peradilan untuk memberikan informasi dan perspektif tambahan kepada hakim dalam mengambil keputusan. Dalam kasus Notaris, amicus curiae dapat berperan dalam memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai isu-isu hukum yang kompleks terkait dengan profesi Notaris, serta membantu hakim mengambil keputusan yang lebih adil dan berdasarkan pemahaman yang menyeluruh.

Hal Penting dalam Amicus Curiae

Amicus curiae bukanlah pihak yang terlibat langsung dalam sengketa hukum yang sedang berlangsung, mereka tidak memiliki kepentingan finansial atau legal langsung dalam hasil kasus tersebut, karena amicus curiae bukan pihak yang berperkara.

Amicus curiae dapat memberikan pendapat hukum, analisa fakta, atau informasi lain yang relevan dengan kasus tersebut kepada pengadilan, bertujuan untuk membantu hakim memahami implikasi dari keputusan yang akan diambil.

Amicus curiae bisa berasal dari berbagai latar belakang, termasuk individu, organisasi non-pemerintah, akademisi, atau ahli hukum yang memiliki pengetahuan atau keahlian terkait dengan kasus tersebut, artinya amicus curiae berasal dari berbagai kalangan.

Meskipun pengadilan dapat mempertimbangkan pendapat amicus curiae, mereka tidak wajib mengikuti saran atau rekomendasi yang diberikan, pendapat amicus curiae hanyalah salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan hakim dalam membuat keputusan.

Tujuan utama dari amicus curiae adalah membanti pengadilan dalam membuat keputusan yang adil dan berdasarkan pemahaman yang komprehensif tentang isu-isu yang terkait dengan kasus tersebut, terutama jika keputusan tersebut memiliki dampak yang luas pada masyarakat.

Dalam kasus-kasus hak asasi manusia atau isu-isu kepentingan publik, amicus curiae seringkali digunakan untuk memberikan perspektif tambahan kepada pengadilan tentang implikasi sosial dan hukum dari kasus tersebut. Misalnya. dalam kasus-kasus lingkungan, organisasi lingkungan dapat bertindak sebagai amicus curiae untuk memberikan informasi tentang dampak lingkungan dari proyek tertentu.

Di Indonesia, amicus curiae, dapat merujuk pada Pasal 180 Ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli atau bahan baru dari pihak yang berkepentingan untuk menjernihkan duduknya persoalan dalam sidang pengadilan. Menurut Majalah Grosse Digital, meskipun demikian, penerapan amicus curiae dalam praktik peradilan Indonesia masih terus berkembang.