Grosse, Semarang - Amicus Curiae yang berarti 'Sahabat Pengadilan', merupakan pihak ketiga yang memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan dalam suatu perkara, meskipun bukan pihak yang berperkara, dan keterlibatannya karena memiliki kepentingan atau kepedulian terhadap kasus dan ingin membantu pengadilan dalam membuat keputusan yang adil. Hal inilah yang menjadi dasar Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk menggelar Seminar Nasional, dengan melibatkan beberapa pihak, diantaranya; Pengurus Pusat (PP) INI, Kementerian Hukum (Kemenkum) RI, Akademisi dan beberapa pihak lain yang terkait. Seminar Nasional yang mengangkat tema 'Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris', digelar di Patra Hotel Semarang, Sabtu 09 Agustus 2025, diikuti oleh sekitar 750 peserta.
 |
Seminar Nasional yang mengangkat tema 'Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris', digelar di Patra Hotel Semarang, Sabtu 09 Agustus 2025, diikuti oleh sekitar 750 peserta. |
"Amicus curiae memang tidak populer, terutama di kalangan Notaris. Namun, pada beberapa kasus yang ada dalam persidangan, keberadaan amicus curiae sering digunakan. Seperti kasus yang disidangkan pada Mahkamah Konstitusi (MK), makanya seminir nasional kali ini, kami menghadirkan hakim MK," ungkap Sekretaris Pengwil Jateng INI, DR. Daror Mujahidi, SH, MKn, kepada MGD disela-sela kegiatan.
Diharapkan dengan mengangkat tema seputar amicus curiae, sambungnya, diharapkan ke depan amicus curiae dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan hukum yang melibatkan Notaris. "Karena belum tentu semua hakim memahami tentang kenotariatan. Oleh karena itu, Pengwil bisa sebagai amicus curiae dalam membantu anggotanya, sebab amicus curiae dapat dilakukan dari semua kalangan," jelasnya.
Amicus curiae dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah 'Friend of the court', mengacu pada pihak ketiga yang memberikan informasi atau pandangan kepada pengadilan dalam suatu kasus, meskipun mereka bukan bagian dari pihak yang bersengketa. Hal tersebut, seperti yang disampaikan oleh DR. Rindiana Larasati, SH, MKn, salah satu panitia pelaksana Seminar Nasional, bahwa banyak Notaris yang dikriminalisasi, maka organisasi perlu mengawal dari daerah sampai pusat.
"Jadi, sangat diperlukan kehadiran organisasi, dari tingkat Pengurus Daerah (Pengda), Pengurus Wilayah (Pengwil) sampai Pengurus Pusat (PP), agar dapat mengawal anggotanya ketika terkena kasus di pengadilan dengan cara memberikan amicus curiae. Hal itu diperlukan, apabila putusan hakim tidak adil, karena tidak menguasai tugas dan jabatan Notaris itu seperti apa," paparnya kepada MGD.
Pemateri dari Kemenkum sampai Hakim MK dan MA
Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) Ikatan Notaris Indonesia (INI), yang diketuai oleh DR. H. Al Halim, SH, MKn, MH, selaku Ketua Pengwil menggelar Seminar Nasional dengan mengangkat tema "Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris".
Menariknya, Seminar Nasional tersebut, panitia pelaksana menghadirkan, tiga narasumber dari Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI), Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA) RI dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI.
Narasumber tersebut, yaitu antara lain; Agus Subroto, SH, MH, Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung RI. Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, Hakim Mahkamah Konstitusi RI, dan Henry Sulaiman, SH, ME, Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum RI.
Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, menyampaikan bahwa ada beberapa putusan MK yang berkenaan dengan Jabatan Notaris, yaitu antara lain; putusan No.7/PUU-XXIII/2025 tentang Kategori Akta Autentik di putus Tidak Dapat Diterima, dan Putusan No.84/PUU-XXII/2024 tentang Pemberhentian Notaris Karena Telah Mencapai Umur 65 di putus Kabul Sebagian.
"Ada beberapa kasus yang menyangkut Notaris yang diajukan ke MK, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025, itu ada sekitar 13 kasus. Dan, yang dikabulkan dan dikabulkan sebagian hanya ada dua, sedangkan sisanya ditolak atau tidak dapat diterima," ungkapnya saat menyampaikan materi.
Selain itu, Hakim MK ini juga menyatakan bahwa amicus curiae merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi, lalu kemudian berkembang dan dipraktekkan dalam tradisi common law system. "Mekanisme amicus curiae memberikan izin kepada pengadilan untuk mengundang pihak ketiga, tujuannya untuk menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum yang berkaitan dengan isu-isu hukum yang baru atau belum familiar," terangnya.
Hal menarik dari penjelasan dari Prof. DR. Arief Hidayat, SH, MS, bahwa amicus curiae dapat bertindak untuk 3 (tiga) macam kepentingan, diantaranya; pertama, Kepentingan sendiri atau kelompok yang diwakilinya. Kedua, Kepentingan salah satu pihak dalam perkara, dalam upaya membantu atau menguatkan argumentasinya. Dan, ketiga, Kepentingan umum, karena keterangannya tidak untuk kepentingan orang yang berperkara.
Sedangkan Agus Subroto, SH, MH, Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, memberikan materi dengan judul "Amicus Curiae Terkait Proses Peradilan yang Melibatkan Notaris, dengan moderator DR. Dahniarti Hasanah, SH, MKn. Menurut Agus Subroto, amicus curiae tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, disandarkan pada ketentuan Pasal 5 Ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Bunyinya; Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat". Jadi penjelasan dari Pasal 5 Ayat 1 ini, menyatakan ketentuan tersebut dimaksudkan, agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat," paparnya.
Sehingga tujuan dari amicus curiae, sambungnya, yaitu antara lain; memberikan keterangan atau pendapat hukum atau informasi yang relevan kepada pengadilan, agar dapat membantu hakim dalam memahami berbagai aspek kasus dan implikasinya.
"Kedua, membantu pengadilan membuat keputusan yang adil dan berdasarkan hukum dengan memberikan perspektif tambahan atau informasi, dan ketiga sebagai bentuk partisipasi publik atau dukungan pada kasus yang diadili," terang Agus Subroto.
Hal lain disampaikan oleh Direktur Perdata Kemenkum RI, Henry Sulaiman, SH, ME, yang menyampaikan materi mengenai "Amicus Curiae; Peran Strategis dalam Melindungi Profesi Notaris" dengan moderator DR. Rindiana Larasati, SH, MKn.
Menurut Henry Sulaiman, bahwa saat ini semakin kompleks kebutuhan akan layanan jasa Notaris, mengakibatkan meningkatnya perkara hukum yang melibatkan Notaris, sedangkan dalam proses peradilan, pendapat teknis-teknis jabatan Notaris jarang terdengar, sehingga narasi hukum didominasi oleh pihak pelapor atau gugatan tanpa klarifikasi kelembagaan.
"Jadi masih banyak aparat penegak hukum yang belum memahami tugas dan fungsi dari Notaris, dan tidak semua Notaris memiliki kemampuan atau akses untuk membela diri secara optimal, sehingga dibutuhkan intervensi kelembagaan netral dan berbasis hukum. Ditambah lagi, kurangnya pemahaman Notaris dan organisasi profesi terkait dengan amicus curiae," paparnya.
Selain itu, data perkara yang melibatkan Notaris, sambungnya, mayoritas perkara pidana terkait dengan Pasal 264 Ayat 1 KUHP, pemalsuan surat-surat yang dilakukan oleh Notaris, dimana menuangkan ke dalam akta yang tidak sesuai dengan fakta-fakta atau yang sebenarnya.
"Sedangkan perkara perdata terkait gugatan terhadap Akta Peralihan Saham yang dilakukan tanpa se-pengetahuan pemegang saham, sehingga komposisi kepemilikan saham beralih kepada pihak lain. Jadi akta autentik Notaris digugat, karena dianggap tidak sah secara fomiil. Dan, untuk membuktikan hal tersebut, diperlukan pemahaman hakim terhadap tata cara pembuatan akta autentik, dan masih banyak lagi kasus-kasus lain terkait Notaris," jelas Henry Sulaiman.
Menurut Direktur Perdata Kemenkum RI, bahwa siapa saja bisa menjadi amicus curiae, diantaranya yaitu; Akademisi atau Pakar Hukum. Organisasi Profesi. Lembaga Keagamaan atau Tokoh Masyarakat. Lembaga Negara Independen. dan Organisasi Masyarakat Sipil.
"Kenapa Notaris membutuhkan amicus curiae? Pertama, karena hakim sering hanya mendengar versi dari para pihak, amicus curiae dapat memberikan perspektif objektif berbasis praktik jabatan Notaris. Kedua, UUJN terakhir diperbaharui pada tahun 2014, sementara praktik hukum dan kebutuhan masyarakat terus berkembang, banyak ketentuan UUJN yang membutuhkan penjelasan teknis dan interprestasi kontekstual. Ketiga, dapat menjelaskan kapan tindakan jabatan Notaris bersifat administrasi, bukan pidana," jelasnya.