Kamis, 31 Desember 2020

Prosesi Pelepasan Jenazah Prof. DR. Muladi, SH ke Peristirahatan Terakhir

Grosse, Jakarta - Di penghujung tahun 2020, tersiar kabar duka. Mantan Menteri Kehakiman (kini bernama Menteri Hukum dan HAM), Prof Muladi, meninggal dunia pada Kamis (31/12/2020) sekitar pukuk 06.45 WIB. Muladi meninggal di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Kabar ini dikonfirmasi Wakil Menkum HAM, Prof Eddy Hieriej. "Benar Mas," ujarnya. Prof Muladi yang pernah menjabat sebagai Hakim Agung, Mensesneg hingga anggota Komnas HAM ini meninggal dunia pada hari Kamis 31 Desember 2020. Pada 17 Desember 2020 lalu, berdasarkan keterangan dokter, Muladi beserta istri membutuhkan transplantasi darah. Namun, stok darah di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, tempat Muladi dan istri dirawat, saat itu kosong. Keluarga berharap ada yang bersedia memberikan plasma darah golongan darah B+ dan A+. Hal serupa juga diungkapkan Diah Sulistyani, anak kedua mantan Gubernur Lemhanas tersebut. "Ya, benar. Bapak-Ibu sekarang membutuhkan donor plasma darah A+ dan B+," kata wanita yang akrab disapa Listy tersebut kala itu. Listy sempat menyebarkan pesan melalui aplikasi percakapan bahwa bagi siapa saja yang memiliki golongan darah B+ dan A+ dan bersedia mendonorkan darahnya bisa menghubungi dirinya. Selang sehari setelah Listy mengunggah pesan tersebut, respons berdatangan dari berbagai pihak. Listy beserta saudaranya pun mengucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungan dari keluarga, sahabat, IKA Undip, rekan, dan teman, yang terus mengalir. Undip Berduka Kabar meninggalnya Muladi membuat Universitas Diponegoro (Undip) Semarang berduka. Muladi merupakan salah satu Guru Besar Undip. "Innalillahi wa innailaihi Rojiun Allahumma firlahu warhamhu wafihi wa'fuanhum. Semoga almarhum Prof Dr Muladi SH diampuni segala dosa dan khilafnya serta diterima amal kebajikannya. Aamiin ya Robbal alamin," kata Rektor Undip, Prof Yos Johan Utama. Yos mengatakan mantan Rektor Undip itu bakal dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Yos menyebut pihaknya berduka karena kehilangan salah satu guru besar terbaiknya. "Keluarga besar Senat Akademik dan Dewan Profesor Universitas Diponegoro kehilangan salah guru besar terbaiknya," ucap Yos. Untuk diketahui, Prof Muladi merupakan seorang pakar hukum pidana. Prof Muladi sempat menjabat Gubernur Lemhannas dan Ketua Tim Perumus Revisi KUHP. Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

Rabu, 30 Desember 2020

Prof. DR. H. Muladi, SH, "Menutup Mata" di RS Gatot Subroto

 

Grosse, Jakarta - Prof. Dr. H. Muladi, S.H. (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Mei 1943 – meninggal di Jakarta, 31 Desember 2020 pada umur 77 tahun) adalah seorang akademisi, hakim, dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro, Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara pada pemerintahan Presiden Soeharto dan B.J. Habibie (1998-99), dan Hakim Mahkamah Agung (2000-01). Dari tahun 2005 hingga 2011, ia menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional).
Muladi lahir di Solo, 26 Mei 1943, sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Dasijo Darmo Soewito dan Sartini. Ayahnya yang asli Jawa Timur bekerja sebagai reserse polisi. Karena Orang tuanya yang pindah tugas sehingga membawanya tinggal di Semarang. Muladi kecil dikenal nakal. Karena kenakalannya itu, Muladi dua kali tidak lulus sekolah, yaitu ketika SD dan SMP.
Meski tidak lulus SMP, Muladi tetap bisa melanjutkan sekolah ke sebuah SMA swasta yaitu SMA Institut Indonesia. Ia kemudian diterima di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang. Ia memilih untuk kuliah di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (saat ini disebut dengan nama Fakultas Hukum).
Semasih mahasiswa, Muladi aktif sebagai Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), tahun 1963-1968. Ia juga pernah menjadi Komandan Batalyon IV, Resimen Mahasiwa Semarang (1964–1967). Selain itu, sambil kuliah, dia bekerja sebagai karyawan OPS Minyak dan Gas Bumi, Jawa Tengah (1966–1969).
Dalam hal olahraga, Muladi muda menyukai karate dan judo. Pemegang sabuk hitam ini bahkan menjadi atlet judo nasional.
Sebelum aktif di dunia politik, ia berkarier di Universitas Diponegoro sebagai dosen. Ia datang ke Jakarta ketika menjadi anggota MPR-RI pada tahun 1997. Setelah itu, ia dan keluarganya tinggal di Jakarta.
Muladi meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada pukul 06.45 WIB, 31 Desember 2020.
Pada usia 21 tahun, Muladi menikahi adik kelasnya, Nany Ratna Asmara, tepatnya pada tanggal 22 Maret 1964. Pernikahannya tersebut membuahkan empat orang putri, yaitu Rina Irawanti, Diah Sulistyani, Aida Fitriani, dan Erlina Kumala Esti. Dua anak pertama dan anak bungsunya mengikuti jejak Muladi mendalami bidang hukum. Putri keduanya, Diah Sulistyani, mengikuti jejaknya menjadi seorang akademisi.
Sosok Muladi cukup menggetarkan hati. Hal ini terlihat dari tinggi tubuhnya mencapai 1,80 m dan berat lebih dari satu kuintal. Gaya bicaranya keras menggelegar, terutama saat marah. Tetapi, ia sesungguhnya berhati lembut serta tidak tahan melihat ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Pendidikan
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (S-1 Hukum Pidana) (1968)[8]
International Institute of Human Rights di Strasbourg, Prancis (1979)
Ilmu Hukum Program Pascasarjana FH Universitas Padjajaran, Bandung (S-3) (1984) dengan predikat Cumlaude KSA III Lemhanas (1993)
Karier
Rektor dan Guru Besar Universitas Diponegoro.
Ketua Delegasi Indonesia pada Kongres Crime on Prime Prevention and Criminal Justice (ECOSOC) (1991–1998)
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Fraksi Utusan Daerah (1997–1999)
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1993–1998)
Menteri Kehakiman (Menkeh) Kabinet Pembangunan VII (1998) dan Kabinet Reformasi Pembangunan merangkap Menteri Sekretaris Negara (1998–1999)
Ketua Institute for Democracy and Human Rights di The Habibie Center, Jakarta (1999–2002)
Gubernur Lemhannas (2005–2011)
Ketua Pembina Yayasan Alumni Universitas Diponegoro (sejak 2006)
Anggota Badan Penyelenggara Universitas Semarang (USM)
Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hukum dan HAM (2009–2014)
Anggota Dewan Komisaris Pertamina.
Ketua Badan Pengelola Gelora Senayan dan Kemayoran.
Hakim Agung RI (September 2000–Juni 2001).
Penghargaan
Dwija Sista dari Departemen Pertahanan dan Keamanan (1991)
Man of the Year dari Harian Suara Merdeka, Semarang (1995)
Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI (1995)
DAN VI Karate (INKAI) (1998)
Bintang Mahaputra Adi Pradana Kelas II dari Presiden RI (1999)
The Best Alumni of Undip (2003)
Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI (2006)
referensi : Berbagai sumber
Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV

Selasa, 29 Desember 2020

Tagor Simanjuntak, SH, MKn, "Satu Orang, Jangan Anggota Dikorbankan"

 

Grosse, Jakarta - Wawancara Salah Satu Penandatangan Surat Kesepakatan Perdamaian Konflik di Organisasi IPPAT, Tagor Simanjuntak. SH, MKn, seputar prihal penandatangan perdamaian tersebut, Kamis 24 Desember 2020. Selamat menyaksikan dan semoga bermanfaat....

Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV...

Otty Hari Chandra Ubayani, SH, SpN, MH, "Penghujung Tahun, IPPAT Kembali Bersatu, Guyup dan Damai

 

Kisruh Kongres VII IPPAT Makassar belakangan ini sudah mulai terlihat terang benderang dalam rangka terlaksananya perdamaian diantara Penggugat dan Tergugat, dimana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (Kementerian ATR/BPN RI) melalui Direktur Pembina Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memediasi dan menginisiasi terwujudnya perdamaian tersebut. Memang sempat sedikit tersandung kerikil saat berlangsungnya penanda-tanganan Surat Kesepakatan Perdamaian diantara Penggugat dan Tergugat yang dilaksanakan pada hari Senin 21 Desember 2020 yang lalu, dimana salah satu tergugat tidak hadir. Namun upaya dan usaha dari para mediator tak surut begitu saja demi penyelesaian kisruh yang terjadi di tubuh organisasi IPPAT. Dan, akhirnya pada hari Senin 28 Desember 2020, salah satu tergugat dapat hadir dan menandatangani Surat Kesepakatan Perdamaian tersebut. Dengan lengkapnya tanda-tangan dari pihak tergugat dan penggugat, maka 11 point yang termaktub dalam surat kesepakatan tersebut dapat segera dijalankan. Serta, para Pengurus Wilayah (Pengwil) IPPAT yang ada di seluruh Indonesia, bisa segera mengambil langkah guna melaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang diwacanakan dan diagendanya melanjutkan Kongres VII IPPAT di Makassar yang belum selesai. Berikut ini, wawancara Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV dengan salah satu yang menjadi turut tergugat dan juga saat Kongres sebagai salah satu Calon Ketua Umum, yaitu Otty Hari Chandra Ubayani, SH, SpN, MH. Selamat menyaksikan dan semoga bermanfaat. Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

DR. Syafran Sofyan, SH, SpN, MH, "Dasar Hukum KLB Sudah Sangat Jelas, dan Bisa Segera Dilaksanakan"


Grosse, Jakarta -Kisruh Kongres VII IPPAT Makassar belakangan ini sudah mulai terlihat terang benderang dalam rangka terlaksananya perdamaian diantara Penggugat dan Tergugat, dimana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (Kementerian ATR/BPN RI) melalui Direktur Pembina Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memediasi dan menginisiasi terwujudnya perdamaian tersebut.

Memang sempat sedikit tersandung kerikil saat berlangsungnya penanda-tanganan Surat Kesepakatan Perdamaian diantara Penggugat dan Tergugat yang dilaksanakan pada hari Senin 21 Desember 2020 yang lalu, dimana salah satu tergugat tidak hadir. Namun upaya dan usaha dari para mediator tak surut begitu saja demi penyelesaian kisruh yang terjadi di tubuh organisasi IPPAT. Dan, akhirnya pada hari Senin 28 Desember 2020, salah satu tergugat dapat hadir dan menandatangani Surat Kesepakatan Perdamaian tersebut. Dengan lengkapnya tanda-tangan dari pihak tergugat dan penggugat, maka 11 point yang termaktub dalam surat kesepakatan tersebut dapat segera dijalankan. Serta, para Pengurus Wilayah (Pengwil) IPPAT yang ada di seluruh Indonesia, bisa segera mengambil langkah guna melaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang diwacanakan dan diagendanya melanjutkan Kongres VII IPPAT di Makassar yang belum selesai. Berikut ini, wawancara Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV dengan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ketum PP.IPPAT) Periode 2015 - 2018. Selamat menyaksikan dan semoga bermanfaat. Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

Kejutan Bagi DR. Hapendi Harahap, SH, SpN, MH di Penghujung Tahun 2020

 

Grosse, Jakarta - Dikawasan Jakarta Selatan, tim penggugat dan tim pengawal putusan membuat sedikit acara guna memberikan kejutan terhadap DR. Hapendi Harahap, SH, MH, yang tengah berulang tahun. Tentunya, hal tersebut dibuat secara mendadak, dimana usai melakukan pertemuan dengan beberapa rekan, tiba-tiba tim penggugat dan tim pengawal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin 28 Desember 2020. Hadir saat kejutan itu berlangsung, Firdhonal, SH, Otty Hari Chandra Ubayani, SH, SpN, MH, DR. Syafran Sofyan, SH, SpN, MH, Ellies Daini, SH, MKn, dan lain-lainnya yang tidak dapat MGD/GrosseTV sebutkan satu-persatu. Semoga DR. Hapendi Harahap, SH, SpN, MH, diberikan kesehatan, dimudahkan rejekinya dan mendapatkan keberkahan baik di dunia maupun di akhirat...

Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV

Minggu, 27 Desember 2020

Pemerhati Organisasi IPPAT : "DASAR HUKUM KLB IPPAT 2021" (Penjelasan Hukum dan AD/ART IPPAT)


Grosse, Jakarta - Kisruh dalam tubuh organisasi Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) telah berlangsung lebih dari 2 tahun, sejak diluncurkannya gugatan usai Kongres VII IPPAT di Makassar tahun 2018 sampai saat ini masih terus bergulir. Meskipun kisruh tersebut sempat dilakukan mediasi perdamaian di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, namun tidak menemukan titik temu dan akhirnya persidangan berlangsung dan telah diputuskan oleh Hakim PN Jakarta Barat. Pihak tergugat pun tetap melakukan upaya hukum selanjutnya, yaitu Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan itu pun telah diputuskan dengan hasil memperkuat putusan PN Jakarta Barat.
Ironisnya, beberapa hari yang lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasioanal Republik Indonesia (Kementerian ATR/BPN RI) pun turut memediasi terjadinya perdamaian, yaitu dengan dilakukan penandatangan Surat Kesepakatan Perdamaian yang berisi 11 point kesepakatan oleh pihak penggugat dan tergugat di gedung Kementerian ATR/BPN RI yang diinisiasi dan dijembatani oleh Direktur Pembina PPAT. Namun, tinggal satu langkah lagi menuju Kongres Luar Biasa (KLB) yang direncanakan bulan Februari 2020 mendatang, muncul beberapa pendapat dan argumen yang mempertanyakan soal KLB dan dasar hukumnya.
Berikut ini, hasil wawancara Majalah Grosse Digital (MGD) dan GrosseTV dengan salah satu anggota IPPAT yang namanya enggan disebutkan dan beliau adalah pemerhati organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), pada hari Minggu 27 Desember 2020, melalui telephone. Berikut petikannya;
Apa yang dimaksud dengan KLB (Kongres Luar Biasa) dalam AD/ART IPPAT?
Pasal 15 AD IPPAT memberikan definisi KLB (Kongres Luar Biasa) yaitu : Kongres yang diselenggarakan diluar ketentuan Pasal - 10 Anggaran Dasar.
Sedangkan Kongres yang diselenggarakan menurut Pasal 10 ayat (2) AD IPPAT adalah Kongres yang diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun dan Pasal 10 ayat (3) AD IPPAT menentukan bahwa Pengurus Pusat wajib menyelenggarakan Kongres pada waktu yang ditetapkan dalam ayat (2), artinya kongres yang dilakukan menurut Pasal 10 AD IPPAT adalah kongres yang dilakukan oleh Pengurus Pusat IPPAT dan wajib diadakan setiap 3 tahun sekali.
Dari ketentuan Pasal 15 Jo Pasal 10 AD IPPAT tersebut memberikan penjelasan bahwa semua Kongres yang tidak diselenggarakan menurut Pasal 10 AD IPPAT adalah Kongres Luar Biasa (KLB) dengan bahasa lain semua kongres diluar Kongres tiga tahunan adalah KLB (Kongres Luar Biasa) apakah itu kongres untuk melanjutkan yang belum selesai atau mengadakan kongres tersendiri yang bukan melanjutkan kongres sebelumnya sepanjang bukan kongres 3 tahunan dan yang diadakan oleh Pengurus Pusat IPPAT maka itu namanya adalah KLB.
Siapa yang berhak dan berwenang melakukan KLB?
Menurut Pasal 15 AD IPPAT, Kongres Luar Biasa (KLB) dapat dilakukan jika : Dianggap perlu dan/atau mendesak oleh Pengurus Pusat setelah mendapat persetujuan dari Rapat Pleno Pengurus Pusat, atau Ada permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan Konferensi Wilayah Luar Biasa dan telah mendapat persetujuan secara tertulis dari dan berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan, maka Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah berhak dan berwenang menyelenggarakan Kongres Luar Biasa dengan mengindahkan ketentuan Anggaran Dasar ini atas biaya Perkumpulan.
Artinya yang berhak mengadakan KLB adalah (a) PP.IPPAT dan saat ini pengurus pusat IPPAT tidak ada karena Kongres VII IPPAT 2018 sudah dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan sehingga tidak memungkinkan diadakan KLB menurut ketentuan ini (b) ½ bagian pengwil ippat berdasarkan konferwillub dan mendapatkan persetujuan tertulis dari MKP, permasalahan jika hendak diadakan menurut ketentuan ini adalah (i) Pengwil-pengwil hasil konferwil sebagai kelanjutan Kongres VII IPPAT 2018 yang batal demi hukum adalah cacat hukum (ii) MKP hasil Kongres VII IPPAT 2018 yang ada saat ini adalah Majelis Kehormatan yang belum dilantik oleh presidium di Kongres tersebut. Dengan demikian tidak memungkinkan diadakan KLB berdasarkan ketentuan ini.
Timbul pertanyaan apakah masih ada dasar hukum lain melakukan KLB selain prosedur KLB dalam ketentuan Pasal 15 AD diatas.
Sesuai dengan asas hukum “Res Judicata pro Veritate Habetur” bahwa putusan hakim harus selalu dianggap benar. Maka perintah hakim kepada para Ketua Pengwil untuk mengadakan KLB dalam Putusan No 694/Pdt.G/2018/PN Jkt.Brt yang sudah inkracht terkait Kongres VII IPPAT 2020 adalah dasar hukum yang kuat dan harus dipatuhi oleh semua Ketua Pengwil IPPAT dan semua anggota IPPAT tanpa reserve. Penolakan terhadap perintah hakim tersebut dapat dieksekusi paksa dan jika tetap enggan melakukan KLB dapat dipidana.
Apa yang menjadi syarat sahnya KLB?
Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (5) AD.IPPAT Kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar ini, ketentuan dalam Kongres berlaku mutatis mutandis untuk Kongres Luar Biasa. Artinya ketentuan tentang sahnya Kongres dalam Pasal 14 ayat (3 dan 4) AD IPPAT berlaku bagi KLB yaitu :
Kongres adalah sah, apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa Perkumpulan.
Apabila dalam pembukaan Kongres korum tidak tercapai, maka Kongres diundur sedikitnya 1 (satu) jam dan kemudian Kongres dilanjutkan dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang sah tanpa memperhatikan korum
Dengan demikian jika ketentuan Pasal 14 ayat (3 dan 4) AD IPPAT dipenuhi maka KLB adalah sah dan mengikat bagi semua anggota IPPAT tanpa kecuali.
*Apa saja yang dapat diputuskan dan dibahas dalam KLB?*
Berdasarakan Ketentuan Pasal 15 Ayat (5) AD IPPAT yang bunyinya sebagai berikut : Kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar ini, ketentuan dalam Kongres berlaku mutatis mutandis untuk Kongres Luar Biasa.
Dengan demikian semua hal yang dapat diputuskan dan dibahas dalam kongres tiga tahunan ditambah yang khusus diatur dalam KLB adalah materi dan agenda yang dapat diputuskan dalam KLB dan hal itu diatur dalam Ketentuan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (1) AD IPPAT.
Mengapa harus mengadakan KLB lanjutan untuk Putaran Kedua Pemilihan Formatur Ketua Umum IPPAT?
Diatas sudah disebutkan karena ketentuan asas hukum “Res Judicata pro Veritate Habetur” yaitu bahwa putusan hakim harus selalu dianggap benar dan Putusan No 694/Pdt.G/2018/PN Jkt.Brt yang sudah inkracht tersebut telah menyatakan hasil kongres adalah batal demi hukum dan menyatakan pemilihan Ketua Umum dan pemilihan MKP IPPAT adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (5) AD.IPPAT acara yang ada dalam Kongres yaitu Pemilihan Ketua Umum dan Pelantikan MKP IPPAT adalah salah satu hal yang dapat dan sah menjadi agenda Kongres Luar Biasa (KLB) untuk melanjutkan agenda Kongres VII IPPAT 2018 yang belum selesai yaitu pemilihan Ketua Umum yang hasilnya belum sesuai dengan 17 Ayat (5) AD yang bunyinya sebagai berikut : Pemilihan Ketua Umum dalam Kongres dilaksanakan dengan sistim formatur, dan nominasi formatur yang dipilih dalam Kongres adalah nominasi formatur yang dipilih dan ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional Perkumpulan yang diadakan 6 (enam) bulan sebelum Kongres. Formatur terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam pemilihan dan formatur terpilih otomatis menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat. Yaitu belum memperoleh suara 50 % + 1 dari seluruh jumlah suara yang dikeluarkan dalam kongres.
Artinya KLB adalah untuk melakukan pemilihan formatur Ketua Umum putaran kedua dikarenakan putaran pertama belum ada caketum yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam pemilihan (50 %+1).
Apakah sebelas poin kesepakatan perdamaian tanggal 21 Desember 2020 yang mengakhiri sengketa kongres 2018 yang lalu bertentangan dengan AD?
Mari kita lihat poin-poin kesepakatan tersebut yaitu :
Bahwa Kami Para Pihak sepakat untuk melanjutkan Kongres IPPAT VII Makassar 2018 Keputaran kedua pemilihan Formatur Tunggal (Ketua umum) PP IPPAT yang akan diadakan selambat-lambatnya Tanggal 28 Pebruari 2021, dan dilaksanakan oleh Pengwil-Pengwil IPPAT yang baru hasil Konferwil dan Pengwil-Pengwil IPPAT yang belum Konferwil bersama dengan keempat Calon Ketua Umum.
Bahwa Kami Para Pihak sepakat untuk Pemilihan Formatur Tunggal (Ketua umum) lppAT dari pemenang suara tertinggi pertama dan tertinggi kedua yaitu Bapak Julius Purnawan S.H.,M.Si dan Bapak DR. Hapendi Harahap S.H„ M.H.
Bahwa Kami Para Tergugat/Pemohon Kasasi/Kuasanya sepakat dalam hal ini Pemohon Kasasi untuk Mencabut Pernyataan Kasasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta-Barat dengan Nomor Perkara 694/Pdt/G/2018 /PN.Jkt-Brt jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI. Jakarta Nomor Perkara : 422/Pdt/2020/PT.DKI (surat pencabutan terlampir).
Bahwa kami Para Pihak sepakat dalam hal ini Termohon Kasasi/Pelapor/ Kuasanya: Sdr. Oscar Fredyan iqbal Utama dan saksi-saksi Pe!apo,r: Sdr. Tagor Simanjutak dan Supriyanto untuk Mencabut Laporan Polisi No. LP : 1712/III/YAN.2.5/2020/ SPKT PMJ tanggal 13 Maret 2020 tentang tindak pidana adanya dugaan pemalsuan pasal 263 KUHP di Polda Metro Jaya dan meminta Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk dan kepentingan Terlapor (surat pencabutan terlampir).
Bahwa Termohon Kasasi / Kuasanya untuk Mencabut BIokir Pendaftaran Perubahan Susunan Pengurus Hasil Kongres lPPAT VII Makassar 2018 Kepada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) IPPAT dan PP IPPAT di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Kepada Saudara Julius Purnawan, S.H., MSi tidak mendaftarkan Hasil Kongres IPPAT VII Makassar 2018 (surat pencabutan blokir dan surat pernyataan tidak mendaftar terlampir).
Bahwa Penggugat / Pelapor / Kuasanya mencabut kemba!i surat ter€ar,gga! 3 Desember 2020 kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang perihal Permohonan Agar Saudara Julius Pumawan, S.H„ M.Si, diberhentikan sebagai anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat (surat pencabutan terlampir)
Bahwa kami Penggugat dan Tergugat (Kuasanya) sepakat dalam hal ini melepaskan hak-hak dan kewajiban atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor Perkara 694/Pdt/G/2018/PN.Jkt.Brt jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor Perkara 422 /Pdt/2020/PT.DKl serta putusan lainnya.
Bahwa bentuk surat kesepakatan perdamaian ini SAH DAN MENGIKAT BAGI PARA PIHAK yang bersepakat dan mempunyai kekuatan hukum yang sama nilainya.
Bahwa apabila isi kesepakatan tersebut di atas ternyafa dilanggar oleh Para Pihak yang bersepakat maka konsekuensinya adalah Hukum Pidana.
Kepengurusan PP IPPAT sejak penandatanganan Surat Kesepakatan ini dijalankan oleh Ketua Pengurus Wilayah IPPAT Seluruh Indonesia dengan menunjuk dari Ketua Pengurus Wilayah IPPAT sebagai Koordinator dan Sekretaris Pelaksana Tugas Harian sampai dengan terpilihnya Ketua Umum Hasil Kongres yang akan diadakan, serta diikuti dengan Berita Acara Penyerahan Administrasi dan Sekretariat.
Keanggotaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat tetap dilaksanakan sesuai Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang sudah ada dan Keanggotaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah dan Daerah sesuai Keputusan Kantor Wi!ayah BPN Provinsi setempa yang yang sudah ada.
Dari uraian poin-poin diatas tidak satupun terlihat yang bertentangan dengan AD/ART IPPAT oleh karenanya semua poin kesepakatan tersebut harus dibawa dan disahkan dalam Kongres Luar Biasa yang akan diadakan tersebut agar semua mengikat semua anggota IPPAT.
*Mengapa agenda pokok KLB IPPAT hanya pemilihan Ketua Umum IPPAT dan Pelantikan MKP dan bagaimana kaitannya dengan Keputusan Konferwil/Konferda yang dilakukan mengikuti Kongres IPPAT VII Makasar 2018 yang sudah dinyatakan BATAL DEMI HUKUM sehingga secara hukum adalah Konferwil/Konferda yang cacat menurut hukum?*
Untuk menjawab hal diatas maka kita harus melihat dan mulai dari ;
Kongres VII IPPAT 2018 yang sudah dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan dan putusan mana sudah inkracht, objek yang menjadi gugatan dalam perkara 694/Pdt.G/2018/PN Jkt Brt Jo 422/PDT/2020/PT.DKI adalah pemilihan Ketua Umum dan MKP IPPAT yaitu pemilihannya harusnya 2 putaran karena putaran pertama belum mencapai 50% +1, akan tetapi telah dilantik oleh Presidium Kongres. Berangkat dari masalah inilah yang menjadi alasan gugatan dan kemudian diamini oleh Pengadilan dan dinyatakan pemilihannya tidak sah dan tidak berkekuatan hukum sehingga harus dilanjutkan ke putaran kedua.
Dikarenakan pemilihan Ketua Umum dan MKP dinyatakan tidak sesuai hukum dan tidak sah serta hasil kongres dinyatakan batal demi hukum, maka secara hukum semua konferwil dan konferda yang dilakukan mengikuti Kongres VII adalah cacat hukum dan oleh karenanya konferwil dan konferda tersebut harus disahkan di KLB yang akan datang dan diberikan kewenangan kepada mereka kewenangan dan hak untuk melakukan Konferwil/Konferda mengikuti KLB tersebut.
Dari uraian diatas maka sangat jelas urgensi dari KLB tersebut yaitu untuk memilih Ketua Umum yang legitimate dan mengukuhkan Ketua Pengwil/Pengda serta memberikan pembebasan pertanggung jawaban kepada rekan Julius Purnawan atas pelaksanaan PP IPPAT selama ini.
Bagimana kedudukan hukumnya dalam AD/ART usulan agar pengwil-pengwil yang konferwilnya diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 yang sudah dinyatakan BATAL DEMI HUKUM mengadakan KLB?
Menurut ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b AD IPPAT yaitu Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila ada permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan Konferensi Wilayah Luar Biasa dan telah mendapat persetujuan secara tertulis dari dan berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan, maka Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah berhak dan berwenang menyelenggarakan Kongres Luar Biasa dengan mengindahkan ketentuan Anggaran Dasar ini atas biaya Perkumpulan.
KLB yang diadakan oleh Pengwil-Pengwil hasil Konferwil yang diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 adalah bertentangan dengan AD/ART dan Putusan Pengadilan No : 694/Pdt.G/2018/PN Jkt Brt Jo 422/PDT/2020/PT.DKI. oleh karenanya jika Pengwil-Pengwil diatas mengadakan KLB berdasarkan Pasal 15 Ayat (2) hurup b AD IPPAT adalah perbuatan melawan hukum dan dapat dituntut baik secara pidana maupun secara pidana.
Dengan demikian KLB yang diadakan oleh Pengwil-Pengwil hasil Konferwil yang diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 tidak mempunyai legal standing dan alasan hukum oleh karenanya KLB yang diadakannya adalah melawan hukum baik perdata maupun pidana.
Jadi, perdamaian yang diadakan tanggal 21/12/2020 antara penggugat dan tergugat serta disetujui oleh Caketum Kongres VII IPPAT yang digagas oleh Kementerian ATR/BPN RI adalah kesepakatan perdamaian yang sah secara hukum dan tidak bertentangan dengan AD/ART IPPAT serta memberikan keadilan dan manfaat yang sangat besar bagi anggota IPPAT, oleh karenanya semua anggota IPPAT harus mendukungnya demi kejayaan IPPAT dimasa yang akan datang.

Demikian cuplikan wawancara MGD dan GrosseTV dengan pemerihati organisasi INI dan IPPAT yang juga merupakan Notaris/PPAT. Semoga bermanfaat...
Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.