Grosse, Jakarta - Kisruh dalam tubuh organisasi Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) telah berlangsung lebih dari 2 tahun, sejak diluncurkannya gugatan usai Kongres VII IPPAT di Makassar tahun 2018 sampai saat ini masih terus bergulir. Meskipun kisruh tersebut sempat dilakukan mediasi perdamaian di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, namun tidak menemukan titik temu dan akhirnya persidangan berlangsung dan telah diputuskan oleh Hakim PN Jakarta Barat. Pihak tergugat pun tetap melakukan upaya hukum selanjutnya, yaitu Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan itu pun telah diputuskan dengan hasil memperkuat putusan PN Jakarta Barat.Ironisnya, beberapa hari yang lalu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasioanal Republik Indonesia (Kementerian ATR/BPN RI) pun turut memediasi terjadinya perdamaian, yaitu dengan dilakukan penandatangan Surat Kesepakatan Perdamaian yang berisi 11 point kesepakatan oleh pihak penggugat dan tergugat di gedung Kementerian ATR/BPN RI yang diinisiasi dan dijembatani oleh Direktur Pembina PPAT. Namun, tinggal satu langkah lagi menuju Kongres Luar Biasa (KLB) yang direncanakan bulan Februari 2020 mendatang, muncul beberapa pendapat dan argumen yang mempertanyakan soal KLB dan dasar hukumnya.
Berikut ini, hasil wawancara Majalah Grosse Digital (MGD) dan GrosseTV dengan salah satu anggota IPPAT yang namanya enggan disebutkan dan beliau adalah pemerhati organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), pada hari Minggu 27 Desember 2020, melalui telephone. Berikut petikannya;
Apa yang dimaksud dengan KLB (Kongres Luar Biasa) dalam AD/ART IPPAT?
Pasal 15 AD IPPAT memberikan definisi KLB (Kongres Luar Biasa) yaitu : Kongres yang diselenggarakan diluar ketentuan Pasal - 10 Anggaran Dasar.
Sedangkan Kongres yang diselenggarakan menurut Pasal 10 ayat (2) AD IPPAT adalah Kongres yang diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun dan Pasal 10 ayat (3) AD IPPAT menentukan bahwa Pengurus Pusat wajib menyelenggarakan Kongres pada waktu yang ditetapkan dalam ayat (2), artinya kongres yang dilakukan menurut Pasal 10 AD IPPAT adalah kongres yang dilakukan oleh Pengurus Pusat IPPAT dan wajib diadakan setiap 3 tahun sekali.
Dari ketentuan Pasal 15 Jo Pasal 10 AD IPPAT tersebut memberikan penjelasan bahwa semua Kongres yang tidak diselenggarakan menurut Pasal 10 AD IPPAT adalah Kongres Luar Biasa (KLB) dengan bahasa lain semua kongres diluar Kongres tiga tahunan adalah KLB (Kongres Luar Biasa) apakah itu kongres untuk melanjutkan yang belum selesai atau mengadakan kongres tersendiri yang bukan melanjutkan kongres sebelumnya sepanjang bukan kongres 3 tahunan dan yang diadakan oleh Pengurus Pusat IPPAT maka itu namanya adalah KLB.
Siapa yang berhak dan berwenang melakukan KLB?
Menurut Pasal 15 AD IPPAT, Kongres Luar Biasa (KLB) dapat dilakukan jika : Dianggap perlu dan/atau mendesak oleh Pengurus Pusat setelah mendapat persetujuan dari Rapat Pleno Pengurus Pusat, atau Ada permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan Konferensi Wilayah Luar Biasa dan telah mendapat persetujuan secara tertulis dari dan berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan, maka Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah berhak dan berwenang menyelenggarakan Kongres Luar Biasa dengan mengindahkan ketentuan Anggaran Dasar ini atas biaya Perkumpulan.
Artinya yang berhak mengadakan KLB adalah (a) PP.IPPAT dan saat ini pengurus pusat IPPAT tidak ada karena Kongres VII IPPAT 2018 sudah dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan sehingga tidak memungkinkan diadakan KLB menurut ketentuan ini (b) ½ bagian pengwil ippat berdasarkan konferwillub dan mendapatkan persetujuan tertulis dari MKP, permasalahan jika hendak diadakan menurut ketentuan ini adalah (i) Pengwil-pengwil hasil konferwil sebagai kelanjutan Kongres VII IPPAT 2018 yang batal demi hukum adalah cacat hukum (ii) MKP hasil Kongres VII IPPAT 2018 yang ada saat ini adalah Majelis Kehormatan yang belum dilantik oleh presidium di Kongres tersebut. Dengan demikian tidak memungkinkan diadakan KLB berdasarkan ketentuan ini.
Timbul pertanyaan apakah masih ada dasar hukum lain melakukan KLB selain prosedur KLB dalam ketentuan Pasal 15 AD diatas.
Sesuai dengan asas hukum “Res Judicata pro Veritate Habetur” bahwa putusan hakim harus selalu dianggap benar. Maka perintah hakim kepada para Ketua Pengwil untuk mengadakan KLB dalam Putusan No 694/Pdt.G/2018/PN Jkt.Brt yang sudah inkracht terkait Kongres VII IPPAT 2020 adalah dasar hukum yang kuat dan harus dipatuhi oleh semua Ketua Pengwil IPPAT dan semua anggota IPPAT tanpa reserve. Penolakan terhadap perintah hakim tersebut dapat dieksekusi paksa dan jika tetap enggan melakukan KLB dapat dipidana.
Apa yang menjadi syarat sahnya KLB?
Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (5) AD.IPPAT Kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar ini, ketentuan dalam Kongres berlaku mutatis mutandis untuk Kongres Luar Biasa. Artinya ketentuan tentang sahnya Kongres dalam Pasal 14 ayat (3 dan 4) AD IPPAT berlaku bagi KLB yaitu :
Kongres adalah sah, apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa Perkumpulan.
Apabila dalam pembukaan Kongres korum tidak tercapai, maka Kongres diundur sedikitnya 1 (satu) jam dan kemudian Kongres dilanjutkan dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang sah tanpa memperhatikan korum
Dengan demikian jika ketentuan Pasal 14 ayat (3 dan 4) AD IPPAT dipenuhi maka KLB adalah sah dan mengikat bagi semua anggota IPPAT tanpa kecuali.
*Apa saja yang dapat diputuskan dan dibahas dalam KLB?*
Berdasarakan Ketentuan Pasal 15 Ayat (5) AD IPPAT yang bunyinya sebagai berikut : Kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar ini, ketentuan dalam Kongres berlaku mutatis mutandis untuk Kongres Luar Biasa.
Dengan demikian semua hal yang dapat diputuskan dan dibahas dalam kongres tiga tahunan ditambah yang khusus diatur dalam KLB adalah materi dan agenda yang dapat diputuskan dalam KLB dan hal itu diatur dalam Ketentuan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (1) AD IPPAT.
Mengapa harus mengadakan KLB lanjutan untuk Putaran Kedua Pemilihan Formatur Ketua Umum IPPAT?
Diatas sudah disebutkan karena ketentuan asas hukum “Res Judicata pro Veritate Habetur” yaitu bahwa putusan hakim harus selalu dianggap benar dan Putusan No 694/Pdt.G/2018/PN Jkt.Brt yang sudah inkracht tersebut telah menyatakan hasil kongres adalah batal demi hukum dan menyatakan pemilihan Ketua Umum dan pemilihan MKP IPPAT adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (5) AD.IPPAT acara yang ada dalam Kongres yaitu Pemilihan Ketua Umum dan Pelantikan MKP IPPAT adalah salah satu hal yang dapat dan sah menjadi agenda Kongres Luar Biasa (KLB) untuk melanjutkan agenda Kongres VII IPPAT 2018 yang belum selesai yaitu pemilihan Ketua Umum yang hasilnya belum sesuai dengan 17 Ayat (5) AD yang bunyinya sebagai berikut : Pemilihan Ketua Umum dalam Kongres dilaksanakan dengan sistim formatur, dan nominasi formatur yang dipilih dalam Kongres adalah nominasi formatur yang dipilih dan ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional Perkumpulan yang diadakan 6 (enam) bulan sebelum Kongres. Formatur terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam pemilihan dan formatur terpilih otomatis menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat. Yaitu belum memperoleh suara 50 % + 1 dari seluruh jumlah suara yang dikeluarkan dalam kongres.
Artinya KLB adalah untuk melakukan pemilihan formatur Ketua Umum putaran kedua dikarenakan putaran pertama belum ada caketum yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam pemilihan (50 %+1).
Apakah sebelas poin kesepakatan perdamaian tanggal 21 Desember 2020 yang mengakhiri sengketa kongres 2018 yang lalu bertentangan dengan AD?
Mari kita lihat poin-poin kesepakatan tersebut yaitu :
Bahwa Kami Para Pihak sepakat untuk melanjutkan Kongres IPPAT VII Makassar 2018 Keputaran kedua pemilihan Formatur Tunggal (Ketua umum) PP IPPAT yang akan diadakan selambat-lambatnya Tanggal 28 Pebruari 2021, dan dilaksanakan oleh Pengwil-Pengwil IPPAT yang baru hasil Konferwil dan Pengwil-Pengwil IPPAT yang belum Konferwil bersama dengan keempat Calon Ketua Umum.
Bahwa Kami Para Pihak sepakat untuk Pemilihan Formatur Tunggal (Ketua umum) lppAT dari pemenang suara tertinggi pertama dan tertinggi kedua yaitu Bapak Julius Purnawan S.H.,M.Si dan Bapak DR. Hapendi Harahap S.H„ M.H.
Bahwa Kami Para Tergugat/Pemohon Kasasi/Kuasanya sepakat dalam hal ini Pemohon Kasasi untuk Mencabut Pernyataan Kasasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta-Barat dengan Nomor Perkara 694/Pdt/G/2018 /PN.Jkt-Brt jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI. Jakarta Nomor Perkara : 422/Pdt/2020/PT.DKI (surat pencabutan terlampir).
Bahwa kami Para Pihak sepakat dalam hal ini Termohon Kasasi/Pelapor/ Kuasanya: Sdr. Oscar Fredyan iqbal Utama dan saksi-saksi Pe!apo,r: Sdr. Tagor Simanjutak dan Supriyanto untuk Mencabut Laporan Polisi No. LP : 1712/III/YAN.2.5/2020/ SPKT PMJ tanggal 13 Maret 2020 tentang tindak pidana adanya dugaan pemalsuan pasal 263 KUHP di Polda Metro Jaya dan meminta Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk dan kepentingan Terlapor (surat pencabutan terlampir).
Bahwa Termohon Kasasi / Kuasanya untuk Mencabut BIokir Pendaftaran Perubahan Susunan Pengurus Hasil Kongres lPPAT VII Makassar 2018 Kepada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) IPPAT dan PP IPPAT di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Kepada Saudara Julius Purnawan, S.H., MSi tidak mendaftarkan Hasil Kongres IPPAT VII Makassar 2018 (surat pencabutan blokir dan surat pernyataan tidak mendaftar terlampir).
Bahwa Penggugat / Pelapor / Kuasanya mencabut kemba!i surat ter€ar,gga! 3 Desember 2020 kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang perihal Permohonan Agar Saudara Julius Pumawan, S.H„ M.Si, diberhentikan sebagai anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat (surat pencabutan terlampir)
Bahwa kami Penggugat dan Tergugat (Kuasanya) sepakat dalam hal ini melepaskan hak-hak dan kewajiban atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor Perkara 694/Pdt/G/2018/PN.Jkt.Brt jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor Perkara 422 /Pdt/2020/PT.DKl serta putusan lainnya.
Bahwa bentuk surat kesepakatan perdamaian ini SAH DAN MENGIKAT BAGI PARA PIHAK yang bersepakat dan mempunyai kekuatan hukum yang sama nilainya.
Bahwa apabila isi kesepakatan tersebut di atas ternyafa dilanggar oleh Para Pihak yang bersepakat maka konsekuensinya adalah Hukum Pidana.
Kepengurusan PP IPPAT sejak penandatanganan Surat Kesepakatan ini dijalankan oleh Ketua Pengurus Wilayah IPPAT Seluruh Indonesia dengan menunjuk dari Ketua Pengurus Wilayah IPPAT sebagai Koordinator dan Sekretaris Pelaksana Tugas Harian sampai dengan terpilihnya Ketua Umum Hasil Kongres yang akan diadakan, serta diikuti dengan Berita Acara Penyerahan Administrasi dan Sekretariat.
Keanggotaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat tetap dilaksanakan sesuai Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang sudah ada dan Keanggotaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah dan Daerah sesuai Keputusan Kantor Wi!ayah BPN Provinsi setempa yang yang sudah ada.
Dari uraian poin-poin diatas tidak satupun terlihat yang bertentangan dengan AD/ART IPPAT oleh karenanya semua poin kesepakatan tersebut harus dibawa dan disahkan dalam Kongres Luar Biasa yang akan diadakan tersebut agar semua mengikat semua anggota IPPAT.
*Mengapa agenda pokok KLB IPPAT hanya pemilihan Ketua Umum IPPAT dan Pelantikan MKP dan bagaimana kaitannya dengan Keputusan Konferwil/Konferda yang dilakukan mengikuti Kongres IPPAT VII Makasar 2018 yang sudah dinyatakan BATAL DEMI HUKUM sehingga secara hukum adalah Konferwil/Konferda yang cacat menurut hukum?*
Untuk menjawab hal diatas maka kita harus melihat dan mulai dari ;
Kongres VII IPPAT 2018 yang sudah dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan dan putusan mana sudah inkracht, objek yang menjadi gugatan dalam perkara 694/Pdt.G/2018/PN Jkt Brt Jo 422/PDT/2020/PT.DKI adalah pemilihan Ketua Umum dan MKP IPPAT yaitu pemilihannya harusnya 2 putaran karena putaran pertama belum mencapai 50% +1, akan tetapi telah dilantik oleh Presidium Kongres. Berangkat dari masalah inilah yang menjadi alasan gugatan dan kemudian diamini oleh Pengadilan dan dinyatakan pemilihannya tidak sah dan tidak berkekuatan hukum sehingga harus dilanjutkan ke putaran kedua.
Dikarenakan pemilihan Ketua Umum dan MKP dinyatakan tidak sesuai hukum dan tidak sah serta hasil kongres dinyatakan batal demi hukum, maka secara hukum semua konferwil dan konferda yang dilakukan mengikuti Kongres VII adalah cacat hukum dan oleh karenanya konferwil dan konferda tersebut harus disahkan di KLB yang akan datang dan diberikan kewenangan kepada mereka kewenangan dan hak untuk melakukan Konferwil/Konferda mengikuti KLB tersebut.
Dari uraian diatas maka sangat jelas urgensi dari KLB tersebut yaitu untuk memilih Ketua Umum yang legitimate dan mengukuhkan Ketua Pengwil/Pengda serta memberikan pembebasan pertanggung jawaban kepada rekan Julius Purnawan atas pelaksanaan PP IPPAT selama ini.
Bagimana kedudukan hukumnya dalam AD/ART usulan agar pengwil-pengwil yang konferwilnya diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 yang sudah dinyatakan BATAL DEMI HUKUM mengadakan KLB?
Menurut ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf b AD IPPAT yaitu Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila ada permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan Konferensi Wilayah Luar Biasa dan telah mendapat persetujuan secara tertulis dari dan berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan, maka Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah berhak dan berwenang menyelenggarakan Kongres Luar Biasa dengan mengindahkan ketentuan Anggaran Dasar ini atas biaya Perkumpulan.
KLB yang diadakan oleh Pengwil-Pengwil hasil Konferwil yang diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 adalah bertentangan dengan AD/ART dan Putusan Pengadilan No : 694/Pdt.G/2018/PN Jkt Brt Jo 422/PDT/2020/PT.DKI. oleh karenanya jika Pengwil-Pengwil diatas mengadakan KLB berdasarkan Pasal 15 Ayat (2) hurup b AD IPPAT adalah perbuatan melawan hukum dan dapat dituntut baik secara pidana maupun secara pidana.
Dengan demikian KLB yang diadakan oleh Pengwil-Pengwil hasil Konferwil yang diadakan mengikuti Kongres VII IPPAT 2018 tidak mempunyai legal standing dan alasan hukum oleh karenanya KLB yang diadakannya adalah melawan hukum baik perdata maupun pidana.
Jadi, perdamaian yang diadakan tanggal 21/12/2020 antara penggugat dan tergugat serta disetujui oleh Caketum Kongres VII IPPAT yang digagas oleh Kementerian ATR/BPN RI adalah kesepakatan perdamaian yang sah secara hukum dan tidak bertentangan dengan AD/ART IPPAT serta memberikan keadilan dan manfaat yang sangat besar bagi anggota IPPAT, oleh karenanya semua anggota IPPAT harus mendukungnya demi kejayaan IPPAT dimasa yang akan datang.
Demikian cuplikan wawancara MGD dan GrosseTV dengan pemerihati organisasi INI dan IPPAT yang juga merupakan Notaris/PPAT. Semoga bermanfaat...
Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.