Selasa, 24 Juni 2025

Pengabdian dan Kedaulatan Anggota, Tidak Akan Terjadi

Refki Ridwan, SH, MBA, SpN
Notaris dan PPAT Jakarta Utara
Akademisi

“Tanggal 1 Juli, INI berusia 117 tahun, suatu usia yang luar biasa. INI lebih dulu lahir dari pada negara ini. INI, kumpulan berbadan hukum, berbeda dengan organisasi lain. Anggotanya, para Notaris dan Calon Notaris bergelar S2, minimal MKn. Organisasi lain, mungkin hanya S1 atau S2, Notaris sudah ada yang S3, bahkan bergelar professor.

Mudah-mudahan, di usia 117 tahun ini, jadi titik awal bagi seluruh anggota, pengurus di tingkat Pengda, Pengwil, dan Pusat untuk mem-flashback. Kilas balik apa sebenarnya yang jadi masalah utama dalam organisasi, dan perbedaan pendapat harus hasilkan hal positif. Di 117 tahun ini, kita mulai kebersamaan dengan saling hormat, saling cinta, bagaikan keluarga bersama.

Melihat permasalahan dalam tubuh INI yang tak kunjung selesai, itu dilihat dari cara pandang mana dan dari posisi siapa menerjemahkannya. Saya kira, misalkan dari sisi sayap kiri, akan menyatakan “oh saya taat saja, sudah ikut dengan statuta kita.” Dan, begitu juga dari sisi sayap kanan, akan bilang begitu.

Kenapa? Karena esensinya berorganisasi, apalagi jadi pengurus. Semangatnya adalah pengabdian, bukan kekuasaan. Apalagi kalau orientasi berorganisasi itu, ke arah materi (finansial), itu salah. Harusnya, untuk pengembangan keilmuan, menjadi ikatan bernuansa kekeluargaan, itu yang benar.

Organisasi, statutanya itu adalah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), dan INI sudah 3 (tiga) kali perubahan terhadap AD. Pertama tahun 2005 di Bandung, perubahannya cukup signifikan. Kenapa? Tahun 2005 dilaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB), karena tahun 2004 lahir pertama kali UU No.30 Tahun 2004. Setahun kemudian, KLB untuk menyesuaikan AD dengan UUJN.

Kemudian Kongres 2006 di Jakarta, ada sedikit perubahan AD INI, tapi tidak signifikan, hanya sebatas tata bahasa, nomenklatur dan lain sebagainya, tidak signifikan. Dan terakhir, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan gugatan masyarakat, sehingga terjadi kekosongan hukum. Lalu, diusulkan untuk adanya perubahan UUJN, lahirlah UU No.2 Tahun 2014, perubahan atas UU No.30 Tahun 2004.

Tahun 2014 dan setahun kemudian tahun 2015, dilaksanakan KLB, untuk apa? Menyesuaikan seluruh AD INI, harus seiring, sejalan, dan mampu mengakomodir keinginan dari UUJN No.2 Tahun 2014. Nah, sampai hari ini, di tahun 2025, belum pernah ada perubahan AD, ART dan Kode Etik Notaris (KEN) INI. Ukurannya itu, bukan hanya perubahan UU, tapi lebih kepada sesuatu yang harus diatur.

Berangkat dari fenomena yang terjadi dan berbagai permasalahan hukum terkait bidang kenotariatan, kemudian dapat juga untuk penyesuaian dengan kondisi yang ada. Regulasi pemerintahan banyak perubahan, misalnya regulasi IT, UU ITE.

 

Perubahan AD dan Kode Etik Notaris Harus di Kongres/KLB

Permasalahan terkait mekanisme pengambil keputusan di organisasi, misalnya, perubahan tentang sistim pemilihan. AD INI masih mengatur kehadiran fisik. Itu harus dipatuhi dan harus diikuti, tidak bisa dibuatkan alasan karena sementara aturannya belum diubah. Itu berarti melanggar aturan. Perubahan sangat diperlukan, seharusnya di 2018/2019, saat periode PP INI berakhir. Karena mekanisme perubahan AD harus melalui Kongres atau KLB, termasuk Kode Etik.

Fenomena saat ini, baik dampak dari Kongres, Konferwil maupun Konferda, kekuasaan Ketua Umum sangat mendominasi. Saking dominannya kekuasaan Pengurus Pusat (PP), sehingga tidak mampu mengakomodir dan tujuan tentang kedaulatan anggota itu tidak terealisasi.

Berbagai mekanisme pengambil keputusan dan hak-hak, misalnya, seperti keilmuan dan lain sebagainya, harusnya didapatkan oleh anggota. Jadi, kalau menurut saya, perlu dibicarakan tentang perubahan regulasi, tetapi tidak bisa juga dilakukan secara mendadak. Karena kondisi INI, terutama organisasi INI saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Berbeda dengan IPPAT, PP IPPAT periode pertama, hasil Lombok dengan berbagai perdebatannya, tetap solid dan akhirnya tetap bertahan. Periode kedua, terlihatkan bagaimana DR. H. Hapendi Harahap, SH, SpN, MH, mampu mempertahankan jabatan selaku Ketua Umum, untuk kedua kalinya.

Sejauh ini, apakah ada permasalahan di IPPAT, baik di tingkat pusat, di tingkat wilayah atau di tingkat daerah, kan tidak ada. Inilah kemampuan Ketum PP IPPAT untuk me-manage, melakukan tata kelola organisasi. Berbeda dengan INI, kalau dibilang baik-baik saja, tapi faktanya kan tidak terjadi.


Surat Keputusan Menteri Hukum Tak Jadi Ukuran

Surat Keputusan (SK) tak jadi ukuran. Coba kembalikan sesuai dengan tujuan dari organisasi, baca lagi AD tahun 2017, Pasal 7 dan Pasal 8. Menurut saya, saat ini sudah terjadi pergeseran, dan pergeserannya cukup signifikan. Lihat kondisi saat ini, apakah anggota di daerah merasa hak-haknya terpenuhi dengan adanya organisasi? Masih banyak yang tidak, hak anggota, bukan hanya Notaris mapan saja, tidak.

Tetapi, anggota terdiri dari Anggota Luar Biasa (ALB) atau calon-calon Notaris, Apakah mereka sudah merasa terpenuhi hak-haknya dan terakomodir. Apakah cita-citanya jadi Notaris, sesuai yang diharapkan? Memang benar, aturannya sudah ada. Apakah mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di organisasi? Saya kira tidak.

Permasalahan dipicu, ya kalau saya sebut, arogansi dari orang per orang (oknum), berebut kekuasaan dengan didukung sekelompok kawan-kawannya. Jadi, berebut kekuasaan, faktanya begitu, dan tidak terlihat demi pengabdian.

Pasti ada yang bilang, “Ah, Bang Eki asal ngomong aja, tidak bikin solusi”. Solusinya bagaimana? Kita harusnya duduk bersama dan jangan duduk hanya diantara kelompok-kelompok pendukung saja, “Asal Bapak Senang”.

Bukan begitu, tapi dengarkan, termasuk dari kelompok akademisi, werda Notaris, para calon-calon Notaris, dan para Notaris dari berbagai daerah yang latar belakangnya berbeda-beda. Jadi menurut saya, solusinya adalah tata kelola organisasi harus dilakukan penyempurnaan. Kita ubah AD, ART dan Kode Etik Notaris, tapi kalau mekanismenya tetap seperti sekarang, percuma. Kenapa? Karena akan kembali ke sentralisasi.


Baik-Baik Saja, Bagi Sekelompok Orang

INI, tidak boleh kita bilang ‘Kami baik-baik saja’. Kalian memang baik-baik saja, hanya sekelompok orang. Sebagian besar kan tidak, sebagian besar itu jadi korban. Kita bicara tentang kekisruhan, penyebabnya kita udah tahu, dari periode 2019 - 2022, itu adalah pemicu. Kita boleh berdebat dan berdiskusi, mulai dengan tidak taat periodesasi. Istilahnya dulu ‘bernafas diluar badan’, diberikan kepada sesuatu yang bukan menjadi kewenangannya.

Dari kesalahan itu, dampaknya sampai ke masa depan, misalnya, tidak taat periodesasi. Kedua, memindahkan tempat penyelenggaraan kongres. Jelas-jelas sudah diatur dalam AD/ART INI, sudah diputuskan, namun secara sepihak dipindahkan ke Bali. Karena yang mengusulkan tidak punya kapasitas. Apa disebutkan dalam ART INI, tidak ada sama saja.

Sistim pemilihan, pertama di Cilegon, coba bayangkan dan saya sebut korban. Sampai sekarang, terbayar tidak, bagaimana susahnya pengorbanan anggota untuk hadir. Sudah bayar hotel, bayar transportasi. Belum lagi kontribusi, ditambah lagi masalah waktu. Mana pertanggung jawabannya, sudah jelas, dan akhirnya terbukti.

Kementerian sendiri, merasa dibohongi, usai mendapat masukan dari Polda. Hal itu memang sudah ada niat yang salah, kenapa tidak di Jakarta. Meskipun seluruh menyetujui, namun harus tetap konsisten, Jawa Barat. Lalu, sistim pemilihan dan seterusnya. Langsung menyatakan, itulah yang sah, kan aneh.

Pasal 43 tentang RP3YD, kewenangan bertindak dalam pengambilan keputusan, harus bener-bener dikembalikan kedaulatan kepada anggota. Tidak dipusat, tapi ada di daerah. Sekarang faktanya, daerah itu tidak mendapatkan manfaat dari berorganisasi, saya konkrit saja.

Bisa saja membantah, “Bang Eki mah asal ngomong”. Sekarang kita bicara, ada kewenangan-kewenangan yang strategis dimiliki PP tapi tidak punya dampak terhadap kawan-kawan yang ada di daerah. Hal kecil saja, sistim administrasi. Urusan administrasi, Dari 240 lebih Pengda di Indonesia, apakah ada sekitar 10% punya sekretariat permanen yang representatif, kan tidak.

Sementara uang yang diambil, mulai uang pangkal, kegiatan-kegiatan strategis, semua diambil PP. Kembali lagi, ‘uang junior untuk memfasilitasi senior’. Bangun sekretariat bertingkat-tingkat, padahal seharusnya uangnya kan bisa memfasilitasi pembelian sekretariat 240 lebih Pengda.

Jika setiap Pengda punya secretariat, ALB bisa mendapatkan berbagai informasi, bisa untuk tempat penyelenggaraan Magang Bersama (Maber). Lalu narasumber, bisa diambil pematerinya dari Pengwil, dengan biaya semurah-murahnya. Selain itu, aktifitas rutin ada di sekretariat, surat keluar, surat masuk, dan termasuk penyelenggaraan dalam spot kecil, itu bisa rutin. Berganti Ketua Pengda, sekretariatnya tidak berubah.

Saat ini, Ketua Pengda terpilih, pindah secretariat. Akibatnya, data-data tidak bisa dipertanggung-jawabkan. Misalnya, Jakarta Utara, jumlah Notaris, 120 orang, datanya mana? Sama ketua yang lama, sama Ketua sebelumnya.

Seharusnya dijalankan sejak 2018, 2019, sampai 2022, apakah itu bisa? Sangat bisa. Kenapa? Sebelum adanya Kartu Tanda Anggota (KTA), memungut iuran wajib. Kawan-kawan senior, selalu bilang, “aduh saya setengah mati, kita kayak ngemis-ngemis, tidak ada yang mau bayar iuran uang wajib”.

Dulu, banyak anggota malas ikut kegiatan, “aduh males ah ikut kegiatan, nanti ditagih, belum bayar 2 tahun”. Harusnya setiap kegiatan dilaksanakan organisasi, para anggota bergembira ria. Karena akan bertemu sesama rekan Notaris, silaturahim. Mendapatkan ilmu dari diskusi, dan seterusnya.

Makanya, periode 2016, seharusnya dibangkitkan bagaimana para anggota merasa dimiliki terhadap organisasi dan bangga berorganisasi. Seharusnya masuk dari titik yang ada di paling bawah, Pengda-Pengda.

Maka regulasi yang harus diubah, pertama Pasal 10 AD, tentang kelengkapan alat organisasi. Terdiri dari Rapat Anggota, kemudian PP dan DKP, kemudian Mahkamah Perkumpulan. Kalau Pasal 11, tentang PP terdiri dari satu orang Ketua Umum, harus tetep konsisten. Sekarang ada Wakil Ketua Umum, itukan bertentangan dengan AD INI.

Kalau dibilang tidak mengerti, saya tidak yakin, karena disana banyak para senior. Tapi, waktu saya tanya orang per orang, “ko ini bisa begini”, jawabnya “ya habis gimana”, itulah salah. Seharusnya, kalau sudah tahu ada sesuatu yang salah, sampaikan kalau itu salah. Ini kan tidak, “yah gimanalah”. Seorang Ketua Umum, harus berani mengambil keputusan, “ini salah, tidak bisa”, tidak bisa cuma senyum-senyum dan “haha-hihi”, tidak bisa begiti, itu namanya bukan pemimpin.

Berikutnya tentang Dewan Kehormatan (DK); DK di pusat dan Ketua Umum di pusat, itu dipilih oleh seluruh anggota melalui Kongres, dan DKPini adalah tameng terakhir organisasi, dan jadi harapan seluruh anggota. DKP terpilih melalui Kongres, dipilih oleh ribuan anggota Notaris. DKP adalah sosok yang menjadi manusia setengah dewa, karena namanya DK di tingkat pusat, sebelum menegakkan kode etik, ada fungsi pembinaan, fungsi pengawasan dan fungsi penegakan, serta penjatuhan sanksi.

Berawal dari diri, harus taat aturan. Saat ini, DKP, tiba-tiba di SK-an oleh PP INI, jadi Dewan Pengawas. “perkumpulan kan harus ada pengawas”, betul, tapi tidak boleh dirangkap, karena aturannya yang melarang. Coba baca ketentuan ART Pasal 57, kalau saya tidak salah, tidak boleh jadi Pengurus, dari pusat sampai daerah, termasuk juga Dewan Penasehat, yang dibentuk oleh PP.

Ini kesalahan, kenapa sih membiarkan kesalahan satu terjadi, lanjut kesalahan kedua, terus kesalahan ketiga dan terus dan terus. Kalau ada yang mengkritisi, dianggap “oh ini lawan” “oh ini dia tidak diikut sertakan atau apa”, bukan itu, semua harusnya diambil sesuatu yang positifnya.


Pengabdian dan Kedaulatan Anggota, Tidak Akan Terjadi

Jadi, bukan sistim pemilihan pemilihannya yang salah, “one man one vote”, kalau dulu “one vote one delegation” atau sistim perwakilan, saya kira sama saja. Terpenting itu, aturan main sistemnya, dibuat harus dijalankan oleh orang yang konsisten, berintegritas dan loyalitas. Bukan untuk kelompok atau bukan untuk orang per orang, tetapi loyalitasnya kepada institusi.

Institusi punya aturan, jika diberi kekuasaan dan kewenangan, dia harus tunjukan bentuk integritasnya. Betul-betul niatnya pengabdian yang luhur, punya harkat dan punya martabat, bukan sebaliknya. Saya berharap, jika ada perubahan AD atau ART, betul-betul dibuat dengan melibatkan beberapa pihak.

Lakukan diskusi berkesinambungan, sehingga semuanya kembali demi kepentingan anggota banyak. Kita mulai dengan alat kelengkapan, Rapat Anggota, misalnya Kongres, Kongres memilih Ketua Umum dan DKP, merubah AD, KEN, dan lain sebagainya. Ketua Umum dipilih, dia menjadi formatur tunggal, dan lebih teknis diatur dalam ART.

Menurut saya, sudah layak untuk diganti, tidak bisa formatur tunggal lagi. Apa yang terjadi selama ini, tidak memenuhi kriteria. Seseorang tidak memenuhi kriteria, tapi dijadikan sebagai Pengurus Pusat. Mengenai AKP, mungkin nanti kalau mau DKP disatukan Dengan Pengawas, cari kanlah kalimat judul yang paling pas.

Terus menyusun komposisi pengurus, harusnya sudah dibentuk formatur yang terdiri dari Perwakilan Keanggotaan. Kalau formatur tunggal, seseorang tidak pernah aktif di Pengda, tidak pernah aktif di Pengwil, langsung menjadi Pengurus Pusat dan berkantor juga tidak pernah. Tapi, karena dia sudah diangkat menjadi PP, bisa perintah-perintah Ketua Pengda dan Ketua Pengwil.

Padahal Ketua Pengda dan Ketua Pengwil sudah tunggang langgang puluhan tahun di daerah, menata, mengelola, penuh pengorbanan yang luar biasa untuk guyubnya organisasi di tingkat Kabupaten/Kota, rusak diacak-acak oleh satu orang tersebut.

Nah, harusnya ada formatur yang jumlahnya ganjil, katakanlah, formatur terdiri dari satu Ketua Umum terpilih, kemudian kedua dari mantan Ketua Umum sebagai penghargaan, ketiga diambil dari Indonesia misalnya ada dua orang dari Indonesia Tengah, Indonesia Barat, dan Indonesia Timur, sehingga jumlahnya menjadi 9 atau 11.

Kemudian berikan waktu 30 hari, misalnya, atau 1,5 bulan, untuk menyusun komposisi pengurus yang ada dengan kriteria dan persyaratan untuk menjadi PP. Seharusnya tidak mudah untuk jadi PP, harus ada jenjang. Dan, fakta ini sudah bertahun-tahun terjadi, kenapa ini terjadi? Kalau yang lain bilang “ini kan sudah diputuskan didalam kongres dan semua setuju”.

Selain itu, pembatasan tentang Ketua Umum harus diatur, misalnya, mengenai uang organisasi. Harusnya dibatasi, misalnya, uang yang boleh dikeluarkan Ketua Umum itu maksimal 20 jt, tanpa persetujuan dari siapapun, jadi cukup Ketua Umum, sekretaris dan bendahara, mereka harus pertanggung jawabkan.

Kemudian, lebih dari 20 jt sampai 250 jt, misalkan, harus melalui persetujuan Pengurus Harian. Siapa Pengurus Harian? Ketua Umum, Ketua-Ketua Bidang, Sekretaris Umum sampai Bendahara. Kalau lebih dari 250 jt sampai 500 jt, harus diputuskan melalui Rapat Pleno Pengurus Pusat (RP3).

Kemudian, jika nilainya lebih dari 500 jt, harus melalui Keputusan Kongres, karena berkaitan dengan asset, keuangan yang besar, ini harus dikelola. Untuk apa? Menyelamatkan Ketua Umum, kalau Ketumnya bilang “oh kita kan sudah pakai akuntan publik”, pertanyaannya misal, tiba-tiba ketumnya bilang “eh saya mau beli pulpen mereknya monblank”, harganya, misalnya 250 jt, padahal fungsinya sama kayak pilot yang harga Rp 3.000.


Layakkah Pembelian Gedung Sekretariat PP INI

Apakah layak kondisi saat ini, para Pengda belum punya Sekretariat, tapi Ketua Umum, di sekretariat ada ruangan khusus, ada ruangan khusus Seketaris Umum, ruangan khusus Bendahara Umum, ada ruangan khusus rapat harian, ada ruang rapat pleno dan lainnya yang semua ber-AC central dan penuh dengan barang mewah.

Saya tanya untuk apa? Berbagai fasilitas dari uang junior (Anggota) untuk kepentingan mereka yang menganggap dirinya senior, menurut saya, tidak layak, makanya harus ada pembatasan. Berikutnya kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghasilkan uang, semua didominasi oleh PP. Pengwil tidak boleh membuat kegiatan serupa, karena sudah diatur oleh PP. Seharusnya itu diatur oleh para anggota dengan berfikir waras dan jauh untuk kepentingan.

Dari dulu, sudah saya sampikan PP harusnya lebih kepada tataran kebijakan dan hal-hal strategis yang prinsip, contohnya, ada keinginan dari para anggota mengenai perpanjang masa usia jabatan menjadi 70 tahun, ini strategis.

Strategis maksud saya bagaimana? Coba persandingkan dari usia 65 tahun ke 67 tahun, dan dari 67 tahun  ke 70 tahun dengan jumlah calon-calon Notaris. Apakah ini tidak boleh diakomodir? Boleh, tetapi kepentingan pihak lainnya juga diakomodir. Bagaimana untuk mengakomodir? Bukan saja, misalnya, harus menjadi Notaris ketika diangkat itu yang handal.

Ada proses pembinaan, proses sosialisasi tentang regulasi dan seterusnya, serta permasalahan hukum. Contoh, misalnya, dalam UUJN, ada ketentuan di Pasal 20 tentang persekutuan. Mengapa tidak di sosialisasikan? Kenapa tidak dibuatkan satu aturan dengan bersama-sama? Jadi tugas PP datangilah kementrian, bukan hanya Kementrian Hukum (Kemenkum), bukan hanya Kementrian Pertanahan, bukan hanya Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan, Koperasi, tapi semuanya harus dikunjungi.

Kembali lagi, Apa yang harus dilakukan di usia 117 tahun? Duduk bersama demi tujuan organisasi, pemanfaatan bagi para anggota. Semua didiskusikan, di catat, dirumuskan, carikan solusi. Satu, dimulai dengan mekanisme pengambil keputusan, jadi kita harus membuat satu sistem, misalnya, bicara tentang PP soal Ketua Umum, harus adanya pembatasan Ketua Umum dalam mengambil keputusan, kemudian buatkan mekanisme.

Hasil-hasil dari Kongres harus dilaksanakan sebagai Amanah Kongres, amanah yang harus dilaksanakan oleh Ketua Umum sebagai formatur. Berikutnya ada mekanisme pengambil keputusan. Kedua, RP3YD (Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas), ada pada diketentuan Pasal 43 ART. Salah satunya, menyebutkan, bahwa RP3YD untuk mengevaluasi kinerja Ketua Umum.

Dulu, di Balik Papan, Januari 2017, selaku Kabid Organisasi, saya tekankan, bukan laporan Ketua Pengwil kepada PP. Tetapi evaluasi para Pengwil terhadap kinerja Ketua Umum PP INI, apakah sudah sejalan dengan Amanah Kongres atau tidak.

Contohnya seperti KLB, banyak Amanah dari KLB, menurut saya sampai saat ini tidak dijalankan oleh Ketua Umumnya, misalnya, seketariat. Terus konsolidasi, Ketua Umum harus mampu menyatukan yang bertikai. Caranya, kalau tidak mampu Bersatu, jatuhkan sanksi, itu upaya terakhir.

Kepengurusan tunggal, walaupun satu sudah dapat SK, bukan berarti selesai. Ternyata gugatan juga belum final, terus kalau dia alasan tunggu aja sampai inkrah dari Mahkamah, bukan begitu menurut saya. Datanglah atasi permasalahan pokoknya, anggota hanya ingin INI terpecah belah. Jadi RP3YD harus jadi media, jadi sarana untuk mengevaluasi.

Jadi, siapapun yang punya kewenangan kekuasaan, harus ada fungsi kontrol. Fungsi kontrolnya dimana? Pertama di Kongres, kedua di RP3YD. Ada lagi kelemahan di RP3YD dalam mengambil keputusan, dan ini harus diubah dan diatur mekanisme pengambil keputusan.


Batasi Hak Suara PP INI dalam RP3YD dan Kongres/KLB

Saat ini, RP3YD terdiri dari seluruh PP, Perwakilan Pengwil, Perwakilan DKW, Perwakilan Pengda, dan Perwakilan DKD. Kalau pusatnya ada 400 orang, terus Perwakilan Pengwil, Pengda, DKW dan DKD hanya 100 orang, pasti kalah pada saat voting.

Seharusnya kalau masuk ke mekanisme voting, PP INI dibatasi, kalau di Pengwil suaranya hanya tiga, PP INI, katakanlah suaranya 15 saja jangan 300. Kalau tidak, tidak akan pernah tujuan dari organisasi dalam pengabdian dan kedaulatan dikembalikan ke tangan anggota, tidak akan pernah terjadi hanya kamuflase saja, hanya kepura-puraan saja.

Jadi, RP3YD harus diatur ulang, termasuk juga Rapat Gabungan. Kenapa Rapat Gabungan? Di Rapat Babungan yang terdiri dari Pengwil dan seluruh Pengda se-propinsi, harus mampu mengevaluasi kinerja dari Ketua Pengwil. Ketua Pengwil tidak boleh semena-mena, misalnya, ada perwakilan dari organisasi yang ditempatkan di MPW sebanyak tiga orang, dan ada yang ditempatkan di MKNW sebanyak tiga orang, itu tidak melalui mekanisme berkaitan dengan keanggotaan, tapi langsung ditunjuk secara orang per orangan.

Harus dipertanyakan saat Rapat Gabungan dan pointnya apa? Ada efek di tingkat Rapat Gabungan di tingkat RP3YD, kalau misalnya terjadi kesalahan, Ketua Umum bisa di makdzulkan. Maksudnya apa? Bukan maksudnya untuk terjadinya kericuhan, tidak. Akan tetapi, supaya Ketua Umum, benar-benar konsisten, tegak lurus, taat azas, taat AD/ART.

Jadi, jangan asal diusulkan begini, ya saya begini. Sudah tahu itu salah, tetap dijalankan. Walaupun sekarang, media social sudah semakin marak, jadi saksi tentang penyampaian sesuatu oleh anggota, dan hal tersebut sulit dibendung dan dibatasi.

Kalau menurut saya belum berjalan dengan benar, PP misalnya, terlalu mengelompokkan diri, seakan-akan kelompok eksklusif dan tidak berbaur. Berbaurnya hanya dengan kelompok-kelompok, yang mungkin bentuknya eksklusif juga.

Melakukan perubahan terhadap hal yang sudah di atur dalam AD/ART, saat ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Sepanjang kawan-kawan itu punya kesamaan dan bisa saling memahami, kemudian bersepakat mengembalikan kedaulatan ke tangan anggota. Lalu, ubah regulasinya, buat sistem yang ada keseimbangan. Jadi Ketua Umum tidak mempunyai kekuasaan, kewenangan yang super power, tetapi ada fungsi kontrol.

Lalu, dalam penyusunan juga tidak hanya sendiri, harus bersama. Selain itu, harus dibatasi juga rangkap-rangkap jabatan, saat ini sudah terlalu berlebihan. Saya melihat kawan-kawan itu prioritasnya menjadi PP tanpa mengikuti sistem pengkadaran.

Walaupun organisai INI bukan organisasi kader, tetapi untuk kesinambungan kaderisasi itu penting. Karena suksesnya seorang pemimpin, pertama sukses konsulidasi organisasi, kedua sukses program kerja organisasi, dan ketiga sukses periodeisasi organisasi.

Hal ini bertalian dengan kaderisasi organisasi, kalau periodeisasi-nya sudah dilanggar-langgar. Lalu kadernya nanti akan mentok terus, maka kedepan akan mencoba untuk mempertahankan habis-habisan. Kalau sistem yang dibuat baik, siapapun yang melanggar sistem ada sanksinya. Maka tidak akan diikuti oleh yang lain, dan dada efeik jeranya.

Saya menghimbau, di usia 117 tahun ini, jadikan momentum bagi kita dan bagi siapapun yang jadi bagian dari INI, Apakah ALB, Anggota Biasa dan werda Notaris, serta para cipitas akademi di bidang Studi Kenotariatan, saat ini jumlahnya sangat banyak harus ikut terlibat. Kenapa saya bilang harus mulai dari cipitas akademi, karena merekalah yang nanti akan memproduksi dan menghasilkan calon-calon Notaris dan PPAT.

Organisasi tidak boleh mengesampingkan hal tersebut tapi harus jemput bola, alokasikanlah tim sehingga ada kesamaan produk dari masing-masing Prodi-Prodi Swasta maupun Negeri. Walaupun masing-masing Prodi sendiri-sendiri, tidak ada salahnya organisasi mengakomodir secara continyu lebih menguatkan lagi.

Terus saya juga berharap tolong hilangkan ego dan arogansi, karena jabatan ini hanya sesaat dengan catatan harus kongres. TF juga saat ini masih menunggu keputusan dari Mahkamah Agung, tapi melihat situasi seperti ini TF ataupun Irfan, seperti yang dikatakan rekan Netty Sitompul mungkin bisa di pertimbangkan oleh kawan-kawan.

Supaya carilah sesuatu yang baru, lebih segar, lebih bugar, dan lebih menjanjikan tentang kebersamaan. Kalau masih juga dibawa dan diikutkan keduanya yang tertanam dalam diri masing-masing, ini bukan kelompok saya, tidak akan pernah bisa bersatu. Jadi carilah yang lebih Netral dan lebih tidak mempunyai kepentingan terhadap arogansi, kekuasaan dan seterusnya,"


Kamis, 19 Juni 2025

Pengda Kab Bekasi IPPAT Selenggarakan Seminar Bahas Permen ATR/Kepala BPN No.5 Tahun 2025

Grosse, Bekasi - Pengurus Daerah (Pengda) Kabupaten Bekasi (Kabek) Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) menggelar seminar dengan tema "Teori dan Praktek Pelaksanaan Perubahan dan Pelepasan Hak serta Pembuatan Aktanya Pasca Berlakunya Permen ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2025", Hotel Grand Zuri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Selasa 17 Juni 2025. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Sekretaris Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat (Jabar) IPPAT beserta jajarannya, Cynthia Kania, SH, MKn, yang mewakili Ketua Pengwil Jabar IPPAT dan hadir pula Ketua Pengda Kabek IPPAT, Sulasmini, SH, MKn. Seminar yang dikomandoi oleh Beni Astuti, SH, MKn selaku Ketua Panitia Pelaksana, berlangsung lancar dan terbilang sukses, dengan menghadirkan narasumber yaitu; Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Bekasi, Darman SH Simanjuntak, SH, MH dan Praktisi Notaris/PPAT, Irma Devita, SH, MKn, dimoderatori. Paula Quartanti Handayani, SH, SpN.

Pengda Kabek IPPAT gelar seminar dengan tema "Teori dan Praktek Pelaksanaan Perubahan dan Pelepasan Hak serta Pembuatan Aktanya Pasca Berlakunya Permen ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2025", Hotel Grand Zuri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Selasa 17 Juni 2025.

Pengurus Daerah (Pengda) Kabupaten Bekasi Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang dikomandoi oleh Sulasmini, SH, MKn, selaku Ketua Pengda menggelar kegiatan seminar yang mengulas dan mengupas mengenai Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia (RI) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, dikarenakan masih terjadi permasalahan di lapangan yang dialami oleh anggota, khususnya di daerah Kabupaten Bekasi.

Kegiatan yang diikuti sekitar 150 peserta tersebut, banjir hadiah doorprize yang disediakan oleh panitia dan narasumber, dimana Irma Devita, SH, MKn, menyediakan buku karangannya sebagai hadiah bagi peserta yang bertanya. Panitia pun tak mau kalah, puluhan hadiah doorprize diberikan berdasarkan undian nomor pada ID Card saat peserta melakukan registrasi ulang, dan sebagai hadiah utama yaitu menginap semalam di Hotel Grand Zuri Jababeka, Cikarang, Bekasi.




Seminar yang iketuai oleh Beni Astuti, SH, MKn selaku Ketua Panitia Pelaksana, berlangsung dengan lancar dan terbilang sukses, bahkan para peserta tetap bertahan sejak awal hingga akhir acara. Kegiatan yang dipandu oleh Yeni Setiawan, SPdh, SH, MSi, MKn, selaku pembawa acara (master of ceremony), dibuka dengan menyapa para tamu undangan dan narasumber yang telah hadir, dan pembacaan do'a yang dipimpin oleh H. Listiyono, SH, MKn.

Kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne IPPAT, yang dipandu oleh Haria Fitri Sucipto, SH, MKn. Lalu, diteruskan dengan beberapa sambutan, diantaranya sambutan sekaligus laporan dari Ketua Panitia Pelaksana, Beni Astuti, SH, MKn, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Pengda Kabupaten Bekasi IPPAT, Sulasmini, SH, MKn yang didampungi oleh Chyntia Kania, SH, MKn, Sekretaris Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat (Jabar) IPPAT.





Sebagai acara puncak, yaitu penyampaian materi dengan tema "Teori dan Praktek Pelaksanaan Perubahan dan Pelepasan Hak serta Pembuatan Aktanya Pasca Berlakunya Permen ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2025" dengan pemateri yaitu Irma Devita, SH, MKn, Notaris dan PPAT Jakarta Utara dan Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Bekasi, Darman S. H. Simanjuntak, SH, MH dengan moderator Paula Quartanti Handayani, SH, SpN.

Disela-sela berjalannya seminar, Ketua Pengda Kabupaten IPPAT menggelar soft launching opening Notaris - PPAT Walkers, menurut Artisa Khamelia Ramadiyanti, SH, MKn, bahwa komunitas ini merupakan komunitas untuk kesehatan. "Jadi kita tidak menggunakan sepeda, tapi kita akan jalan sehat dari satu titik ke satu titik lainnya," tukasnya seraya mengajak para pesrta untuk mendaftar dan memperkenalkan seragam Notaris - PPAT Walkers.







Berdasarkan pengamatan Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV, para peserta sangat antusias dalam mengikuti jalannya seminar, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh peserta. Sebelum acara seminar di tutup, panitia membagikan hadiah doorprize kepada para penanya dan peserta yang nomornya disebutkan oleh panitia. Semoga kegiatan semacam ini dapat terus dapat dilangsungkan, sehingga dapat memberikan keilmuan dan pengetahuan yang terkait pekerjaan di lapangan. Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

Pengda Kabupaten Klaten INI Selenggarakan Pendidikan dan Pelatihan bagi NPAK

Grosse, Solo - Pengurus Daerah (Pengda) Kabupaten Klaten Ikatan Notaris Indonesia (INI) bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menggelar Pendidikan dan Pelatihan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK), kegiatan yang diikuti oleh sekitar 332 peserta diselenggarakan di The Sunan Hotel Solo, Sabtu 14 Juni 2025. Pendidikan dan Pelatihan NPAK yang dikomandoi oleh Laili Yuniar, SH, MKn, menghadirkan narasumber, yaitu Henra Saragih, SH, MH, MKn, Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi, Kemenkop UKM. Kepala Bidang Perkoperasian, Kemenkop UKM, Resty Hadiyanti, SE. Yulistia Adi Nugraha, SH, MKn, Praktisi Notaris yang dimoderatori oleh Primastuti Rahayuningsih, SH, SpN, MH. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua Pengda Kabupaten Klaten INI, DR. Ari Nur Widanarko, SH, SpN, MH. Ketua Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) INI, DR. Al Halim, SH, MH, MKn. DKD Notaris Klaten, Yuliani Asmorowati, SH, SpN. Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, SIKom dan Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Klaten, Anang Widjatmoko, SH, MH.

Pengurus Daerah (Pengda) Kabupaten Klaten Ikatan Notaris Indonesia (INI) bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menggelar Pendidikan dan Pelatihan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK), Sabtu 14 Juni 2025.

Meskipun program pemerintah pusat mengenai pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) telah berjalan, namun antusias Notaris untuk menambah ilmu pengetahuan seputar koperasi masih terbilang besar. Seperti halnya yang terlihat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah (Pengda) Kabupaten Klaten Ikatan Notaris Indonesia (INI), yaitu Pelatihan dan Pendidikan Notaris Pembuat Akta Tanah (Diklat NPAK). Kegiatan yang diselenggarakan di The Sunan Hotel Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu 14 Juni 2025 diikuti sekitar 332 peserta.

Diklat NPAK yang diawali dengan tarian pembuka dari Tim Emy Istiani Widyawati, SH, MKn, dengan Master of Ceremony (MC) pembaca sinopsis yang disampaikan oleh Resta Yudi Saptomo, SH, MKn. Setelah penampilan tarian pembuka, acara diserahkan kepada pembawa acara (MC) Diklat NPAK, Farida Kusumastutik, SH, MKn dan Nurhadi Afandi, SH, MKn, dengan menyapa para tamu undangan dan narasumber yang telah hadir.








Kegiatan pun buka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne INI yang dipandu oleh Tim Paduan Suara Notaris Klaten, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan do'a yang disampaikan oleh Sarsono, SH, MKn. Lalu diteruskan dengan beberapa sambutan, diantaranya; sambutan sekaligus laporan dari Ketua Panitia Pelaksana, Laili Yuniar, SH, MKn, kemudian sambutan dari Ketua Pengda Kabupaten Klaten INI yang diwakili oleh DR. Ari Nur Widanarko, SH, SpN, MH.

Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Ketua Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Tengah (Jateng) INI, DR. H. Al Halim, SH, MH, MKn, dan diteruskan dengan sambutan dari Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, SIKom. Dan, sambutan sekaligus keynote speech disampaikan oleh Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), Henra Saragih, SH, MH, MKn.






Sebelum memasuki kegiatan inti, pserta Diklat NPAK dihibur dengan penampilandari Tim Paduan Suara Notaris Klaten, dengan membawakan beberapa lagu. Diklat NPAK Pengda Kabupaten Klaten INI, menyuguhkan narasumber, yaitu antara lain; Kepala Bidang Koperasi Kemenkop UKM, Resty Hadiyanti, SE dengan materi mengenai "Regulasi Kemenkop UKM RI dengan Pemaparan Umum Perkoperasian untuk NPAK" yang dimoderatori oleh Primastuti Rahayuningsih, SH, SpN, MH.

Materi kedua mengenai "Langkah Penginputan pada Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI) Online", yang disampaikan oleh Yulistya Adi Nugraha, SH, MKn, Praktisi Notaris yang dimoderatori oleh Primastuti Rahayuningsih, SH, SpN, MH. Sedangak dua sesi usai istirahat guna menunaikan ibadah Shalat Dhuhur dan Makan Siang, diisi dengan penyampaian materi mengenai "Sosialisasi Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih" dan "Praktek Pembuatan Akta Koperasi" yang disampaikan oleh Resty Hadiyanti, SE dimoderatori oleh Primastuti Rahayuningsih, SH, SpN, MH.

Unissula Hadirkan 13 Pakar dari 13 Negara, Kuatkan Internasionalisasi

Grosse, Semarang - Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) melepas sebanyak 322 wisudawan dan wisudawati dari program Sarjana, Magister, dan Doktor pada wisuda periode ke-93 Juni 2025. Dekan FH Unissula Dr. Djawade Hafidz, di Semarang, Jumat, menyampaikan bahwa lulusan FH sebanyak itu terbagi dalam empat program studi, yakni program studi Sarjana Hukum (SH), Magister Hukum (MH), Magister Kenotariatan (MKn), dan Doktor (DR) Ilmu HukumRapat Senat Terbuka tersebut dihadiri oleh sekitar 322 lebih wisudawan dan wisudawati. Prosesi "Penglepasan Sarjana (S1), Magister Hukum (S2) Magister Kenotariatan (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Periode 93, yang digelar Patra Semarang Hotel and Convention, Jum'at 13 Juni 2025, berlangsung dengan lancar dan terbilang sukses.

Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, melepas 322 wisudawan dan wisudawati dari Program Sarjana, Magister dan Doktor, pada wisuda ke 93 Juni 2025, Patra Semarang Hotel and Convention, Jum'at 13 Juni 2025.

"Sebanyak 322 (lulusan) tersebut secara langsung, mereka kami lepas di tengah-tengah Fakultas Hukum sedang mengimplementasikan atau melaksanakan internasionalisasi program pendidikan," katanya. Hal tersebut disampaikannya saat Rapat Senat Terbuka Pelepasan Sarjana, Magister Ilmu Hukum, Magister Kenotariatan, dan Doktor Ilmu Hukum Unissula Periode ke-93 Juni 2025.

Sedikit berbeda, dua ilmuwan hukum dari Utrecht University Belanda dan The Islamic University of Minnesota turut hadir pada prosesi pelepasan wisudawan dan wisudawati tersebut. Ia menjelaskan bahwa pelepasan lulusan tersebut merupakan rangkaian dari dengan kegiatan milad ke-62 FH Unissula.





Untuk semakin memperkuat internasionalisasi, FH Unissula juga akan menggelar konferensi internasional pada 18 Juni mendatang, dengan menghadirkan 13 pakar hukum dari 13 negara yang mencerminkan lima benua, benua Asia, Australia, benua Afrika, Eropa, dan Amerika.

"Dari 13 (pakar, red.) itu sudah 'confirm' semua, dan 10 orang itu insya Allah hadir secara offline di di Unissula selama saty minggu. Kemudian, dilanjutkan dengan presentasi 'call paper'. Telah terkirim sebanyak 162 artikel dari dalam dan luar negeri," katanya. Artinya, kata dia, kegiatan tersebut memang diselenggarakan untuk memperkuat pelaksanaan internasionalisasi pendidikan di FH Unissula.





"Untuk tema yang diangkat adalah 'Implementasi Internasionalisasi Pendidikan Tinggi di Fakultas Hukum Unissula'. Kenapa mengambil tema internasionalisasi? Ini supaya bisa membumi dan setiap hari kami menggaungkan tema internasionalisasi itu," katanya.

Apalagi, kata dia, didukung dengan akreditasi yang diraih, mulai universitas dengan akreditasi unggul, FH unggul, demikian juga keempat program studi. "Ini sangat-sangat memenuhi syarat untuk bisa kita melaksanakan internasionalisasi. Insya Allah tahun ini kamj sudah mulai melaksanakan kegiatan di tahun ajaran baru 2025-2026 mendatang," pungkas Djawade.






Undang 13 Pakar Hukum dari 5 Benua

Dekan Fakultas Hukum (FH) Unissula Dr Jawade Hafidz SH MH melepas sebanyak 322 lulusan. ”Adapun sebanyak 322 lulusan tersebut secara langsung dilepas di tengah-tengah Fakultas Hukum yang sedang melaksanakan program internasionalisasi. Bahkan dalam kesempatan ini hadir dua pakar hukum dari luar negeri yakni dari Utrecht University Netherland Belanda dan pakar hukum dari Islamic University Unitas Amerika Serikat,” jelasnya dalam pelepasan wisuda S1 Ilmu Hukum, S2 Ilmu Hukum, S2 Kenotariatan, dan S3 Ilmu Hukum ke-93 di Patra Hotel, Jumat (13/6/2025).

Menurutnya pelepasan kali ini berkaitan dengan Milad ke-62 FH Unissula. Dimana akan digelar konferensi internasional bertajuk Implementasi Internasionalisasi Pendidikan Tinggi pada 18 Juni 2025. Menghadirkan 13 pakar hukum dari 13 negara dari lima benua yakni benua Asia, Afrika, Eropa, Amerika dan Australia.





”Dari 13 pakar hukum tersebut, 10 orang dipastikan akan hadir secara langsung di Unissula, mereka akan berada di Indonesia selama satu minggu. Sedangkan sisanya lewat online. Acara dilanjutkan dengan presentasi call paper, dimana sudah ada 162 artikel yang telah dikirim kepada kami, baik itu dari dalam maupun luar negeri,” jelasnya.

Pihaknya menjelaskan tema tersebut berkaitan dengan internasionalisasi FH Unissula. ”Supaya bisa membumi, setiap hari kami menggaungkan tema tersebut. Di satu sisi, internasionalisasi FH Unissula juga didukung oleh capaian yang diperoleh. Yakni telah terakreditasi internasional dengan nilai Premier (A) dari Accreditation Service of International School, Colleges & University (ASIC) dan terakreditasi Unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) pada semua program studi yang ada di FH Unissula, yakni Prodi S1 Ilmu Hukum, S2 Ilmu Hukum, MKn, dan Program Doktor (S3) Ilmu Hukum,” jelasnya.

FH Unissula juga membuka Kelas Internasional pada tahun ajaran baru 2025/2026 pada semua program studi. Dalam kesempatan ini Jawade juga berpesan kepada lulusan, saat bekerja harus menjadi contoh terbaik dimanapun berada, sayang pada orang tua, dan bisa bersaing di kancah nasional dan internasional.