![]() |
Prof. DR. H. Widhi Handoko, SH, SpN Akademisi dan Praktisi Hukum |
Sengketa Tata Usaha Negara antara WH sebagai anggota aktif INI dengan Dirjen AHU dapat diketahui dengan menentukan apa yang menjadi tolak ukur sengketa Tata Usaha Negara. Tolak Ukur, Tata Usaha Negara (administrasi) adalah tolok ukur subyek (WH dan Dirjen AHU untuk dan atas nama Menkumham) dan pangkal sengketa adalah surat Dirjen AHU No….. (melegalisasi kewenangan Ketum hingga Agustus 2023, memindah tempat Kongres ke Banten, dan menetapkan Sistem Pemilihan Ketum dengan E-Vote dan menunjuk BSSN sebagai pelaksana Sistem E-Vote).
Tolak ukur subyek adalah (para) pihak
yang bersengketa di bidang hukum administrasi negara/pemerintah (Tata Usaha
Negara).
Para pihak yang bersengketa
masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang
kuasa.” Artinya adalah semua pihak yang berpekara pada PTUN dapat memilih
apakah mereka akan didampingi kuasa hukum atau beracara sendiri (WH beracara
sendiri sebagai prinsiple) dan Dirjen AHU an Menkumham di wakili 6 Legal yang
didasarkan surat perintah. Plus ada pihak pihak ke 3 (intervensi).
Wah ramai nich WH sebagai pinsiple sendirian
melawan rombongan petugas negara dan petugas organisasi yang mungkin dikuasakan
beberapa kuasa hukum. Mantap nich jadi menginatkan Prof. Mahfud MD melawan
komisi lll, anggap saja perumpaan “satu lawan seribu tak akan gentar bagi
perjuangan menegakan nilai keadilan, nilai kemanfaatan dan nilai kepastian
hukum” jadi ingat adigium fiat justitia ruat caelum berarti hendaklah keadilan
ditegakkan walaupun langit akan runtuh.
Keberadaan asas kepastian hukum aturan
AD ART Organisasi INI sebagai atribusi dari UUD NRI 1945 dan UUJN merupakan sebuah
bentuk perlindungan bagi yustisiabel (pencari keadilan yaitu para anggota
notaris aktif dan pihak tiga) terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti
bahwa seseorang akan dan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan
tertentu sesuai per-UU-an.
Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
Pasal 28 D UUD tahun 1945 ayat (1)
menyatakan : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Surat putusan atau ketetapan Dirjen AHU
tersebut merupakan Objek keputusan TUN. Namun tidak semua KTUN dapat serta merta
menjadi Objek Sengketa TUN, sehingga perlu juga diketahui ciri-ciri keputusan
TUN yang dapat dijadikan Objek Sengketa TUN, antara lain sebagai berikut:
Perbuatan hukum badan atau pejabat TUN itu merupakan perbuatan hukum dalam
bidang hukum publik. Dan KTUN dirjen AHU tersebut telah memenuhi sebagai Objek TUN.
Dalam praktik selama ini di Peradilan
Tata Usaha Negara apabila suatu Keputusan dan/atau Tindakan mengandung cacat
wewenang maka akan dinyatakan tidak sah. Sedangkan apabila suatu Keputusan
dan/atau Tindakan mengandung cacat prosedur atau substansi maka akan dinyatakan
batal. KTUN Dirjen AHU sekarang akan kita uji dengan UU Noz 30 Tahaun 2014
beserta turutannya dan UU lain yang terkait. Tentu penggugat harus mampu menunjukan
letak penyalahgunaan kekuasaannya. Sebab KTUN Dirjen AHU merupakan relas
otentik sehingga WH sebagai Penggugat harus mampu menunjukan dimana letak penyalahgunaan
kekuasaan KTUN Dirjen AHU a.n Menkumham tersebut. Sebab sifat dari TUN yaitu
preponderance of evidance (bukti tertulis) atau Ne bis vcari rule asas yang
menghendaki agar setiap tindakan putusan administrasi negara atau pemerintah
harus di dasarkan undang-undang dan hukum.
Pertanyaannya:
Penyalahgunaan wewenang melanggar pasal
berapa?
Mari kita baca ketentuan Pasal 17 UU
Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang
menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang,
larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak
sewenang-wenang.
Tindakan penyalahgunaan kekuasaan ini
termasuk dalam perbuatan tercela yang melawan hukum . Beberapa bentuk abuse of
power secara umum yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
penyuapan, korupsi, pengancaman atau penghinaan kepada bawahan, dan lain-lain, tidak
terkecuali melampoi batasan kewenangan yang menjadi doimain organisasi INI sebagai atribusi konstitusional dan hak otonom organisasi serta hak otonom para
anggotanya.
Selebihnya siapakah subjek dan objek
dalam PTUN Dirjen AHU yang sedang diuji oleh WH tersebut?
Subjek yang bersengketa adalah orang
atau badan hukum privat di satu pihak dan badan atau pejabat tata usaha negara
di lain pihak yaitu Dirjen AHU a.n. Menkumham (subjek hukum lembaga atau
institusi negara) dan WH a.n. Anggota aktif INI (subjek hukum individu).
Objek sengketa TUN, adalah keputusan
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Jadi Objek disini
adalah Surat KTUN Dirjen AHU tersebut.
Pertanyaan berikutnya:
Sejauhmana penyelesaian sengkata tersebut dan
siapa yang berwenang memutuskan ?
Penyelesaian sengketa perbuatan
melanggar hukum oleh pemerintah merupakan kewenangan Pengadilan Umum, yang
kemudian bergeser menjadi kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara sejak
berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 02 Tahun 2019.
Putusan pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, yaitu suatu putusan yang tak dapat diubah lagi melalui upaya
hukum. Namun penggugat dapat pula memohon penundaan atau putusan sela atas
keberlakuan subtansi Objek sengketa.
Berikutnya yaitu sejauh mana syarat formil dalam membuat gugatan TUN ?
Semua pihak yang berperkara di PTUN
harus memenuhi syarat “Formil Membuat Surat Gugatan” yaitu tidak melanggar
kompetensi/kewenangan mengadili, baik kompetensi absolut maupun relatif.
Gugatan tidak mengandung error in persona. Gugatan harus jelas dan tegas. Jika
gugatan tidak jelas dan tidak tegas (obscuur libel) dapat mengakibatkan gugatan
dinyatakan tidak diterima.
Pihak yang tidak setuju dengan Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara dapat mengajukan banding, maksimal dalam waktu 14
(empat belas) hari setelah putusan diberitahukan secara sah.
Simpulan, KTUN yang menjadi objek
sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah suatu penetapan tertulis
yang menimbulkan suatu akibat hukum karena tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah dan memberikan kerugian atau potensi kerugian terhadap pihak
masyarakat.
Dengan begitu secara sederhana dapat
disimpulkan :
1. Gugatan dikabulkan apabila dalil
gugatannya dapat dibuktikan,
2. Gugatan ditolak apabila penggugat
tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya;
3. Gugatan tidak dapat diterima apabila gugatannya mengandung cacat formil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar