Jumat, 26 Februari 2021

Siraman Jelang Pernikahan Putri Ke-2 Ketua Umum PP.IPPAT

 

Grosse, Jakarta - Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP) Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Periode 2015 - 2018, DR. H. Syafran Sofyan, SH, SpN, MHum dan DR. Diah Sulistyani Muladi, SH, SpN, MHum, akan menggelar resepsi pernikahan putri ke-duanya di Hotel Mulia, Jakarta pada hari Minggu, 28 Februari 2021. Sebelumnya, pada hari Jum'at 26 Februari 2021, di kediaman DR Diah Sulistyani Muladi, SH, SpN, MHum dilaksanakan pengajian bersama anak yatim dan siraman pra-Nikah Tasya Bellinda Permatasari, SH (putri ke-2).
Beberapa rangkaian sesi dalam acara siraman dilalui oleh calon pengantin wanita, Tasya Bellinda Permatasari, SH, yang merupakan putri kedua dari tiga bersaudara, pasangan Ketum PP.IPPAT Periode 2015 - 2018, DR. Syafran Sofyan, SH, SpN, MHum dan Diah Sulistyani Muladi, SH, SpN, MHum, dengan penuh hikmat dan keceriaan serta suka cita. Prosesi siraman tersebut disaksikan oleh kedua saudaranya, Bella Ratna Syafierra, SH, MKn dan Sandy Sharif Syaputra Perkasa.
Sedangkan berdasarkan informasi, bahwa calon pengantin pria, bermana Fairuuz Nauli, SH, LLM adalah putra ketiga dari Drs. H. M. Syarfi Hutauruk, MM dan Dra. Delmeria Harun Sikumbang. Dan, Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV mendapat kesempatan untuk melakukan peliputan sejak digelarnya pengajian bersama anak yatim hingga selesai proses siraman pra-Nikah, yang digelar di kediaman DR. Diah Sulistyani Muladi, SH, SpN, MH (Alm. Prof. Muladi, SH).
Sekitar pukul 08.30 WIB, suasana kediaman DR. Diah Sulistyani Mulai, SH, SpN, MHum yang akrab disapa mbak Liesty terlihat beberapa petugas dari Event Organizer (EO) tengah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan guna kelancaran acara pengajian dan siraman, bahkan saat MGD/GrosseTV memasuki halaman rumah yang telah dibalut kain tenda, terlihat satu ruang yang telah disediakan beberapa peralatan untuk siraman.
Tak beberapa lama, hadir DR. Syafran Sofyan, SH, SpN, MHum yang akrab di sapa bang SS, memasuki ruangan dengan mengenakan baju 'Koko' berwarna coklat muda. Dan, usai segala sesuatu yang dibutuhkan telah siap, pihak EO menyampaikan kepada tuan rumah bahwa acara akan segera dimulai pada pukul 09.00 WIB. Saat MGD dan tuan rumah tengah berada jalan depan rumah, terlihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti dan terlihat beberapa anak-anak berseragam turun dari mobil, ya mereka adalah anak-anak yatim yang diundang pada acara pengajian, pada hari Jum'at 26 Fenruari 2021.
Namun saat akan dilangsungkannya pengajian, namun terhalang sedikit kedala, yaitu terjadinya kerusakan pada gardu listrik perumahan, namun para petugas perumahan dengan sigap memperbaiki, sehingga acara pengajian dapat dilangsungkan walaupun agak sedikit mundur dari jadwal yang direncanakan. Pengajian pun berlangsung dengan lancar dan penuh dengan hikmat, serta di hadiri oleh beberapa rekan Notaris/PPAT yang menjadi pengurus di PP Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Pelaksanaan pengajian dilangsungkan dengan penuh hikmat, dan suasana haru terasa saat sang pengantin memohon izin untuk dinikahkan kepada kedua orang tua yang disaksikan oleh kedua saudara kandungnya. Setelah selesai prosesi pengajian, acara ditutup dengan memberikan sedikit santunan kepada anak-anak yatim yang diundang, dan acara akan dilanjutkan usai shalat Jum'at, yaitu acara proses siraman pra-Nikah antara Tasya Bellinda Permatasari, SH dan Fairuuz Nauli, SH, LLM.
Sekitar pukul 14.00 WIB, acara proses siraman dimulai dengan beberapa sesi yang dipandu oleh Sanggar Tari Donolobo. Sesi pada prosesi siraman tersebut, antara lain; meminta izin nikah dari calon pengantin wanita kepada kedua orang tuanya, membuka kain penutup buah pisang dan menggantung padi, siraman yang dilakukan oleh kedua orang tua, menggendong, berjualan dawet dan melepas ayam.
prosesi demi prosesi dilaksanakan dan dilalui dengan penuh hikmat dengan disaksikan oleh para undangan, baik dari pihak keluarga calon pengantin wanita maupun dari para sahabat dan rekan-rekan Notaris/PPAT. Dan dikarenakan kondisi masih dalam suasana pandemi Covid-19, sehingga tuan rumah pun membatasi tamu undangan yang hadir, guna mencegah penyebaran virus covid-19, serta dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan perturan yang berlaku.
Semoga calon mengantin menjadi keluarga yang sakinah mawwaddah warahmah.
Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

Kamis, 25 Februari 2021

GrosseLifeStyle, OH Boutique Hanya Satu Design

 

Perjalanan membangun usaha bukanlah sesuatu hal yang mudah, dan sudah pasti akan mengalami pasang surut. Hal tersebut telah dijalani oleh Otty Hari Chandra Ubayani, SH, SpN, MH, pemilik dari OH Boutique, dimana saat usahanya saat ini bukan semudah orang membalikan telapak tangan. Namun semua dilalui dengan penuh perjuangan, perhitungan dan penuh lika-likunya, berikut sekelumit obrolan bersama Otty Hari Chandra Ubayani, SH, SpN, MH. Semoga bermanfaat.... Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.

Selasa, 02 Februari 2021

Permen ATR BPN 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik

 


Permen ATR BPN 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik mengatur kembali tentang Sertipikat Tanah yang tadinya seperti buku atau majalah menjadi sebuah Sertipikat tanah elektronik yang bagaimana nanti bentuk dan prosesnya akan ditentukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebab Permen ATR/BPN tentang Sertipikat Elektronik ini memiliki maksud untuk mewujudkan modernisasi pelayanan pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat, perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik.

Seperti kita ketahui bahwa kepemilikan tanah saat ini sebagai salah satu bukti kepemilikan tanah yang sah adalah dengan memiliki atau mendaftarkan tanahnya ke BPN untuk mendapatkan sertipikat kepemilikan tanah. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Sertipikat Elektronik merupakan dasar hukum untuk mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik sehingga nantinya hasil kegiatan pendaftaran tanah diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertipikat elektronik yang selanjutnya disebut Sertipikat-el adalah Sertipikat yang diterbitkan melalui Sistem Elektronik dalam bentuk Dokumen Elektronik.

Permen ATR BPN 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik mendefinisikan bahwa Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Sertipikat Elektronik tentunya memiliki Data, Pangkalan Data hingga Tanda Tangan Elektronik.Data adalah keterangan mengenai sesuatu hal yang termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode Akses, simbol, atau perforasi. Pangkalan Data adalah kumpulan data yang disusun secara sistematis dan terintegrasi dan disimpan dalam memori yang besar serta dapat diakses oleh satu atau lebih pengguna dari terminal yang berbeda. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Penerbitan Sertipikat-el untuk pertama kali dilakukan melalui:

  1. pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar; atau
  2. penggantian Sertipikat menjadi Sertipikat-el untuk tanah yang sudah terdaftar.

Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar meliputi pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan Sertipikat, penyajian data fisik dan data yuridis, serta penyimpanan daftar umum dan dokumen, dilaksanakan melalui Sistem Elektronik.

Pasal 18 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, menegaskan tentang Edisi Sertipikat Elaktronik yang isinya:

1.       Sertipikat-el diterbitkan untuk pertama kali dengan penomoran edisi berupa angka numerik yang dimulai dari angka 1 (satu), untuk kegiatan:

a.       pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar;

    1. penggantian Sertipikat menjadi Sertipikat-el untuk tanah yang sudah terdaftar;
    2. pendaftaran pemecahan, penggabungan dan pemisahan; atau
    3. perubahan data fisik yang mengakibatkan bertambahnya jumlah bidang.
  1. Dalam hal terjadi perubahan data yuridis dan/atau data fisik terhadap Sertipikat-el yang diterbitkan untuk pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka diterbitkan Sertipikat-el edisi baru dengan penomoran selanjutnya menjadi edisi 2 (dua) dan seterusnya.
  2. Perubahan data atas pencatatan layanan informasi tidak diterbitkan Sertipikat-el edisi baru sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  3. Dalam hal telah diterbitkan Sertipikat-el edisi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sertipikat-el edisi sebelumnya tidak berlaku dan menjadi riwayat pendaftaran tanah.
  4. Dalam hal terdapat kesalahan pengisian data yang diketahui setelah Dokumen Elektronik berupa Sertipikat, surat ukur, gambar denah satuan rumah susun, surat ukur ruang dan/atau Dokumen Elektronik lainnya diterbitkan, pejabat yang berwenang wajib melakukan pembetulan dan menerbitkan Sertipikat-el edisi baru dengan penomoran selanjutnya.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ditetapkan di Jakarta oleh Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil pada tanggal 12 Januari 2021. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik diundangkan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana pada tanggal 12 Januari 2021 di Jakarta.

Agar setiap orang mengetahuinya. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 12.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik

Mencabut

Pada saat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ini mulai berlaku, Ketentuan Pasal 163A, Pasal 178A dan Pasal 192A Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 722 Tahun 2019), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Latar Belakang

Pertimbangan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik adalah:

a.  bahwa untuk mewujudkan modernisasi pelayanan pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat, perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik;

b.   bahwa untuk mewujudkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hasil kegiatan pendaftaran tanah diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik;

c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Sertipikat Elektronik;

Dasar Hukum

Dasar hukum Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, adalah:

1.      Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3.       Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);

5.   Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

6.   Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696);

7.   Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6400);

8.    Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 83);

9.   Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 84);

10. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 722);

11.   Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 319);

12.   Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 401);

13.   Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 349);

14. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 985);

Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat dan hubungannya dengan kewenangan Notaris melalui Cyber Notary?

 

DR. Udin Narsudin, SH, MHum, SpN

Sebagaimana difahami bahwa Pembuktian Elektronik dinyatakan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE:

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

1. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

2. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Demikian juga dalam kaitannya dengan “Produk Notaris”, dimana Notaris berwenang membuat 2 (dua) Jenis akta yaitu:

1. Akta yang dibuat “oleh” notaris atau dinamakan “akta relaas” atau akta (ambtelijke akte), akta ini merupakan suatu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yaitu notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya sebagai notaris.

Akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu. Termasuk di dalam akta “relaas” ini antara lain berita acara rapat/risalah para pemegang saham dalam perseroan terbatas.

2. Akta yang dibuat “di hadapan” notaris atau yang dinamakan “akta partij” (partij akten), akta yang dibuat dihadapan notaris, akta ini yang berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang di lakukan oleh pihak lain di hadapan notaris, artinya yang diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris dan memberikan kerterangan itu di hadapan notaris, agar keterangan itu dikonstantir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Termasuk dalam golongan akta ini yaitu Perjanjian Sewa Menyewa, Jual Beli Saham, Jual Beli Mesin, Wasiat, Kuasa dan lain sebagainya.

Terdapat syarat formil yang harus dipenuhi untuk mendukung keabsahan Akta Notaris. Bahwa syarat formil tersebut bersifat kumulatif dan bukan bersifat alternatif, artinya satu syarat saja tidak terpenuhi maka mengakibatkan Akta Notaris tersebut mengandung cacat formil dan berarti akibatnya tidak sah dan tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

Syarat-syarat formil tersebut adalah:

1. Dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.

Berkaitan dengan hal tersebut maka harus diperhatikan:

-Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;

-Notaris harus berwenang sepanjang yang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

-Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;

-Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Pasal 15 ayat (1) UUJN menyebutkan: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Dihadiri para pihak:

Pasal 16 ayat (1) huruf l mengatakan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

Berkaitan dengan hal tersebut dapat dipedomani Putusan MARI 3556 K/Pdt/1985 (walaupu untuk akta PPAT), dimana pihak penjual sendiri tidak datang menghadap, tetapi hanya dihadiri pembeli saja dengan keterangan bahwa para pihak telah sepakat mengadakan transaksi jual beli. Pada kasus tersebut pengadilan menegaskan, perjanjian jual beli yang tertuang dalam akta PPAT secara yuridis tidak memenuhi syarat untuk sahnya akta, karena tidak dihadiri oleh para pihak.

Alasan yang menyatakan akta demikian tidak sah, karena Akta Notaris yang bersifat Partij harus memuat keterangan yang saling bersesuaian antara kedua belah pihak sebagai landasan yang melahirkan persetujuan. Dari mana Notaris mengetahui adanya persesuaian pendapat antara para pihak, kalau yang datang memberikan dihadapan Notaris hanya satu pihak saja.

3. Kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada Notaris.

Pasal 39 UUJN-P mengatakan:

1. Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan

b. cakap melakukan perbuatan hukum.

2. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

3. Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam Akta.

Bahwa dalam setiap Akta Notaris harus terdapat pernyataan dari Notaris bahwa para penghadap dikenal atau diperkenalkan kepadanya. Biasanya yang memperkenalkan para pihak pada Notaris adalah saksi. Para pihak datang kepada Notaris dan menyampaikan kehendaknya untuk kemudian dituangkan ke dalam akta.

4. Dihadiri oleh dua orang saksi.

Bahwa pembuatan Akta Notaris dihadiri dua orang saksi yang bertindak menyaksikan kebenaran “berlangsungnya pembuatan akta dihadapan Notaris”.

Menurut Pasal 40 UUJN:

1. Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

2. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;

b. cakap melakukan perbuatan hukum;

c. mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;

d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

3. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.

4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta.

Apabila yang bertidak sebagai saksi termasuk orang yang dilarang Pasal 40 UUJN, maka akta tersebut tidak sah sebagai Akta Notaris, tetapi hanya bernilai sebagai akta bawah tangan.

5. Menyebutkan Identitas Notaris, penghadap dan para saksi sebagaimana diatur dalam pasal 38 UUJN.

Pasal 38 UUJN menyebutkan:

1. Setiap Akta terdiri atas:

b. awal Akta atau kepala Akta;

c. badan Akta; dan

d. akhir atau penutup Akta.

2. Awal Akta atau kepala Akta memuat:

a. judul Akta;

b. nomor Akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan

d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.

3. Badan Akta memuat:

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

4. Akhir atau penutup Akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

5. Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.

Bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 38 mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, apabila para pihak menandatanganinya.

6. Menyebut tempat, jam, hari, bulan dan tahun pembuatan akta sebagaimana disebutan dalam pasal 38 UUJN.

7. Notaris membacakan akta dihadapan para penghadap.

Pasal 16 ayat (1) huruf m menyebutkan: Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

Pasal 16 ayat (7) menyebutkan: Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

8. Ditanda-tangani semua pihak.

Penandatanganan Akta Notaris sebagaimana disebutkan Pasal 44 UUJN dilakukan segera setelah selesai pembacaan akta kepada para pihak dan saksi.

Pasal 44 UUJN menyebutkan:

1. Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.

3. Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.

4. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.

5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris

9. Penegasan pembacaan, penerjemahan dan penanda-tanganan pada akhir akta

Bahwa pencantuman yang berisi penegasan penandatanganan dalam penutup akta bertujuan untuk mengidentifikasi tandatangan para pihak dalam akta tersebut.

Pasal 38 ayat (4) UUJN menyebutkan: Akhir atau penutup Akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

Dalam ketentuan lain berdasarkan pasal 164 HIR dan 284 Rbg serta pasal 1886 KUHPerdata ada lima alat bukti dalam perkara perdata di Indonesia, yaitu:

1. alat bukti tertulis

2. alat bukti saksi

3. alat bukti persangkaaan

4. alat bukti pengakuan

5. alat bukti sumpah

Akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah :

“Suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuknya yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”

Maka, unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata adalah sebagai berikut :

1. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum;

2. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum;

3. Bahwa akta itu dibuat di hadapan yang berwenang untuk membuatnya di tempat dimana dibuat.

Berkaitan dengan Alat Bukti Tertulis atau surat dalam acara perdata, bukti tertulis merupakan alat bukti dalam acara perdata, bukti tertulis merupakan alat bukti yang penting dan paling utama di banding yang lain.

Alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau pikiran seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan orang lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian.

Ada dua macam alat bukti tertulis atau surat, yaitu:

1. Surat yang bukan akta, dan

2. Surat yang berupa akta; yang dapat dibagi lagi atas:

a. Akta Otentik; dan

b. Akta dibawah tangan.

Lebih jauh Akta Otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, 285 RBg dan 1868 KUHPerdata akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh pemerintah menurut peraturan perundang itu oleh pemerintah menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku, baik undangan yang berlaku, baik dengan maupun tanpa bantuan pihak yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oelh yang berkepentingan.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Panitera,Jurusita, Pegawai Catatan Sipil, Hakim, dsb. Jurusita, Pegawai Catatan Sipil, Hakim, dsb.

Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya atau orang warisnya atau orang- orang yang mendapatkan hak daripadanya.

Dengan katalain, isi akta otentik dianggap benar, selama ketidakbenaran lainnya tidak dapat dibuktikan.

Kewenangan notaris sendiri dapat dilihat dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yaitu :

a. Kewenangan Umum Notaris

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris, yaitu membuat akta secara umum,hal ini disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris, dengan batasan sepanjang :

-Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

-Menurut Lubbers, bahwa Notaris tidak hanya mencatat saja (kedalam bentuk akta), tapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup, harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna dikemudian hari jika terjadi keadaan yang khas.

-Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

-Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut di dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris :

-Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak kedalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

-Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku.

Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris.

b. Kewenangan Khusus Notaris

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu :

-Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

-Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

-Membuat copy dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

-Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;

-Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

-Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

-Membuat akta risalah lelang.

c. Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian.

Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan ditentukan kemudian (ius constituendum).

Hubungannya dengan Notaris dan Kewenangannya?

Dirjen AHU Kemenkumham RI: Cahyo Rahadian Muzhar pada tanggal 1 Juli 2019 ketika melakukan pengukuhan pengurus PP INI, menyatakan :

Notaris harus dapat membantu pemerintah dalam menjadikan Indonesia sebagai tempat tujuan investasi yang nyaman dan aman bagi para investor, khususnya dari luar negeri.

"Profesi notaris bersama dengan akuntan dan pengacara merupakan profesi yang sangat penting bagi pengembangan iklim investasi di Indonesia.

Oleh karena itu, integritas dan profesional seorang notaris sangat diperlukan dalam mensukseskan era Industri 4.0.”

Memang beberapa waktu yang lalu dunia notaris sudah disosialisasikan dengan cyber notary. Walaupun sampai dengan sekarang masih sebatas konsep.

Cyber notary adalah konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, seperti: digitalisasi dokumen, penanda-tanganan akta secara eletronik, pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis.

Pada dasarnya konsep cyber notary tersebut sudah pernah di perkenalkan pada tahun 1995. Namun, berhubung belum adanya fasilitasi berupa UU yang mengatur mengenai cyber notary tersebut, maka konsep cyber notary dimaksud menjadi hanya sebatas konsep saja, sehingga dalam konteks era digital 4.0 sekarang ini masih belum tersambung.

Pada prinsipnya, konsep cyber notary ditujukan untuk mempermudah transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi. contohnya, pemegang saham yang berada di Amerika, Jepang ataupun singapura, dapat mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan menggunakan media teleconference dengan pemegang saham yang ada di Indonesia, dengan disaksikan oleh Notaris di Indonesia,.

Sehingga, kehadiran fisik dari pemegang saham tersebut tidak diperlukan. Pemegang saham yang berada di luar negeri tersebut dapat dianggap tetap menghadiri RUPS dimaksud dan hak suaranya tetapi di hitung dalam quorum kehadiran.

Demikian pula pada saat penanda-tanganan akta RUPS dimaksud, pemegang saham yang keberadaannya di luar negeri tersebut dapat menanda-tangani dokumen rapat secara elektronik.

Konsep mengenai pelaksanaan RUPS secara teleconference ini pada dasarnya sudah diatur dalam pasal 77 UUPT, yang pada ayat 1 nya menyatakan bahwa penyelenggaraan RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

Akan tetapi ternyata tidak merubah esensi Pasal 38 UUJN.

Memang dalam hal kebutuhan bisnis memerlukan kecepatan dan ketepatan menjadi urgensi yang harus diperhatikan. Namun demikian, sifat otentik dari suatu akta notaris tetap harus dijaga. Dan secara normative konsep cyber notary tersebut belum diakomodasi dalam UUJN.

Pasal 1 angka 7 UUJN merumuskan Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan Undang-Undang ini.

Selanjutnya, pasal 16 ayat (1) huruf i merumuskan:

‘dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris

Termasuk keadaan sekarang ini dalam KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT, tidak ada pengaturan yang dapat dirujuk atau dijadikan dasar hukum berkaitan dengan PENGESAMPINGAN ketentuan UUJN dan UUJN-P, termasuk tentunya UU ITE (Pasal 5 ayat (4)).

Pemberlakukan UUJN juncto UUJN-P adalah hukum yang memaksa, dimana Hukum yang bersifat memaksa (dwingend recht) adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang berkepentingan, terhadap peraturan-peraturan mana orang-orang yang berkepentingan harus tunduk dan mentaatinya.

Semoga bermanfaat...

Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV