Grosse, Jakarta - Kode Etik Notaris (KEN), merupakan "Kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus".
![]() |
DR Irwan Santosa, SH, SpN, MKn, CMed Pemerhati Organisasi INI, Akademisi dan Notaris/PPAT Kota Jakarta Timur |
Terkait dengan Notaris di Indonesia, ada 2 hal yang harus diperhatikan yaitu pembinaan pengawasan internal dan pembinaan pengawasan eksternal.
Pembinaan dan Pengawasan internal : dilakukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia melalui organnya yaitu Dewan Kehormatan, diantaranya dengan berpedoman pada Kode Etik Notaris.
Pembinaan dan Pengawasan eksternal : dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Hukum dan HAM RI Cq Dirjen Administrasi Hukum Umum yang diwakili oleh Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris.
Sehubungan dengan berita-berita melalui media sosial yang beredar tentang sikap Pemerintah terhadap adanya dua kubu kepengurusan di level Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, menurut pendapat saya pribadi, dalam memberikan statement secara terbuka dalam forum-forum resmi Pemerintah menggunakan pilihan kata yang tidak tepat dan terkesan menunjukan arogansi kekuasaan seperti contoh berita dibawah ini :
Dilansir dari salah satu media yang dimuat pada tanggal 19 Maret 2024 tentang “DIRJEN AHU : UKEN INI 2024 TIDAK SAH” dimana didalamnya memuat ucapan dari Dirjen yang berbunyi “Adapun pihak-pihak dari Kongres yang menamakan dirinya pengurus yang dipilih oleh kongres dan pengurus yang dipilih oleh Kongres Luar Biasa akan mengadakan UKEN, ini tidak sah dan ini penipuan tidak ada uken ini penipuan”.
Jika benar statement tersebut berasal dari Dirjen AHU, maka Dirjen AHU berpotensi melakukan delik Perbuatan Melawan Hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara perdata maupun pidana.
Seharusnya Pemerintah memposisikan terhadap para Notaris dan organisasi yang menaunginya layaknya sebagai orang tua terhadap anaknya, yang lebih dulu mengedepankan pembinaan dengan penuh kesabaran, tidak malah menunjukan arogansinya menggunakan statement baik lisan maupun tulisan yang menambah “Panasnya” suasana dan menambah kebingunan daripada calon-calon Notaris.
Terkait dengan pembinaan dan pengawasan internal, Perkumpulan berwenang melakukan aktivitas-aktivitas dalam rangka pembinaan diantaranya dengan melaksanakan Ujian Kode Etik Notaris (UKEN), hal tersebut adalah domainnya perkumpulan sekalipun saat ini terdapat dua kubu kepengurusan di tingkat pusat.
Pihak luar termasuk dalam hal ini Pemerintah, tidak bisa intervensi bagaimana caranya Perkumpulan melakukan pembinaan sepanjang sesuai dengan AD/ART Perkumpulan dan kedua kubu PP INI saat ini memiliki AD/ART yang sama.
Kesimpulannya, saya pribadi berpendapat dalam keadaan sekarang ini dua kubu kepengurusan ditingkat pusat, keduanya memiliki kewenangan melaksanakan UKEN. Dalam perspektif positif jika kedua kubu melaksanakan UKEN, hal tersebut malah mempermudah bagi calon-calon Notaris dalam melengkapi persyaratan sebagai Notaris yang merupakan officium nobile.
Sikap Pemerintah seharusnya cukup pada posisi tidak mempersoalkan sertifikat UKEN dari kubu mana berasal. Jika berita diatas itu benar, maka Pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan statement yang nuansa arogansinya sangat jelas.
Saya pribadi yang menjadi tempat magang sekitar 310 calon-calon Notaris yang berasal dari seluruh Indonesia memiliki tanggung jawab moril sebagai Notaris terhadap peserta magang Notaris di kantor saya, agar dapat berfikir jernih tidak terombang-ambing dengan berita-berita yang menyesatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar