Senin, 14 Oktober 2024

Oknum Notaris Langgar UU PT dan UUJN serta Kode Etik Notaris, Klien Dirugikan Puluhan Miliar

Grosse, Jakarta - Jabatan Notaris merupakan jabatan umum yang dijabat oleh orang yang berwenang mengesahkan dan menyaksikan berbagai dokumen penting, seperti akta, surat perjanjian, surat wasiat dan kontrak. Notaris juga merupakan pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun bukan pegawai negeri yang menerima gaji dari pemerintah. Bahkan Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang berhak membuat akta otentik sebagai alat pembuktian yang sempurna, sehingga Notaris adalah kepanjangan tangan Negara, dimana Notaris menunaikan sebagian tugas negara dibidang hukum perdata, Oleh karena itu, Notaris memiliki peran dan tanggung jawab, diantaranya yaitu memberikan perlindungan dan jaminan hukum kepada masyarakat dan memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Karena jika tidak, maka apa yang dilakukan Notaris dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, seperti yang dialami oleh salah seorang pemegang saham di PT CCK, dimana Oknum Notaris tersebut nyata-nyata melakukan pelanggaran terhadap UU PT dan UUJN serta Kode Etik Notaris, sehingga mengakibatkan kerugian puluhan miliar bagi kliennya.

Susanti Artha Gilberte, Komisaris Utama PT Crown Crusher Konstruksindo, Jakarta. Alami kerugian hingga puluhan miliar akibat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dibuat oleh Oknum Notaris 'M" Jakarta Barat.

Berdasarkan penelusuran Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV dan beberapa informasi yang berhasil dirangkum dari berbagai sumber, dimana kasus yang menimpa Komisaris Utama PT Crown Crusher Konstruksindo (CCK), Jakarta terkuak dan mencuat diawali dengan adanya laporan yang dilayangkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris Kota Jakarta Barat. Dimana laporan tersebut terkait dengan adanya dugaan pembuatan akta yang berisikan informasi palsu. "Jadi saya laporkan ke MPD Jakarta Barat, karena berhubungan dengan pembuatan Akta Berita Acara RUPSLB yang didalamnya memuat keterangan palsu dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ungkapnya kepada MGD saat ditemui di tempat kerjanya, di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Rabu 09 Oktober 2024.

Selain itu, Susanti Artha Gilberte (Korban) juga sudah membuat 3 LP (Laporan Kepolisian), yaitu antara lain; Surat Tanda Terima Laporan Polisi No.STTL/34/I/2024/BARESKRIM yang berisi mengenai laporan tentang peristiwa tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana penyerobotan tanah dan/atau tindak pidana pemalsuan surat dan/atau  tindak pidana penggelapan dan/atau tindak pidana pencurian dan/atau tindak pidana pengrusakan dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 KUHP dan/atau Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 362 KUHP Jo Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 406 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tanggal 04 November 2023, di lahan tambang batu pecah yang bertempat di Desa Lilang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara. Laporan Polisi tersebut ditujukan kepada Greiti Theresia Mandey dan kawan-kawannya, sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B?34/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 26 Januari 2024 yang lalu.

Berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi No.STTL/32/I/2024/BARESKRIM yang berisi mengenai laporan tentang peristiwa tindak pidana pemalsuan surat dan/atau pemalsuan surat otentik dan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik dan tindak pidana pencucian uang (TPPU/Money Laundering) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UURI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucuai Uang, sekitar tanggal 29 November 2021 di Kantor Oknum Notaris 'M' dikawasan Jakarta Barat. Laporan Polisi tersebut ditujukan kepada Edrick Tanaka, sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B/32/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 26 Januari 2024 yang lalu.

Laporan polisi tersebut diatas berkaitan erat dengan LP yang juga dilayangkan korban kepada Oknum Nortaris 'M", berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi No.STTLP/B/507/VIII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA merupakan LP yang ditujukan kepada Oknum Notaris M tertanggal 27 Agustus 2024, dimana isinya yaitu laporan mengenai dugaan tindak pidana pemalsuan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 dan/atau Pasal 266 KUHP, yang dilakukan di Kantor Oknum Notaris M pada tanggal 28 Desember 2023. LP yang ditujukan kepada Oknum Notaris M dikarenakan Korban selaku Komisaris Utama dan juga pemegang saham di PT CCK sesuai Akta Pendirian PT CCK No.116 Tanggal 29 November 2021. Dimana pada bulan Januari 2024, Korban baru mengetahui bahwa telah terbit Akta Berita Acara RUPSLB No.79 tertanggal 28 Desember 2021 yang dibuat oleh Oknum Notaris M, dan isi akta tersebut Korban sebagai pemegang saham namun hak-haknya dihilangkan secara sepihak dan melawan hukum, sehingga korban mengalami kerugian.


Hasil Pemeriksaan MPD Notaris Jakarta Barat

Merujuk pada data dan informasi yang MGD/GrosseTV himpun, yaitu adanya surat pengaduan yang dilayangkan kepada MPDN Jakarta Barat tertanggal 22 Agustus 2024 terhadap Oknum Notaris M, serta adanya 3 LP yang dibuat oleh Susanti Artha Gilberte terhadap Greiti Theresia Mandey, Edrick Tanaka dan Oknum Notaris M tertanggal 26 Januari 2024 dan 27 Agustus 2024. Akhirnya MGD/GrosseTV berupaya menghubungi Susanti guna berbincang santai seputar permasalahan tersebut. Berdasarkan wawancara dan bincang santai tersebut, serta membaca Berita Acara Pemeriksaan dari MPDN Jakarta Barat, terdapat beberapa hal yang menarik terkait dengan tugas dan kewenangan selaku pejabat umum (Notaris). Namun sampai berita ini diturunkan, Oknum Notaris M belum dapat dihubungi guna mendapatkan keterangan.

Berdasarkan informasi dari Susanti Artha Gilberte, selaku pemegang saham dan juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT CCK yang ditemui MGD/GrosseTV serta Berita Acara Pemeriksaan dari MPDN Jakarta Barat, dimana Oknum Notaris M telah dinyatakan bersalah dan direkomendasikan untuk diberikan sanksi berupa diberhentikan sementara selama 6 bulan dari jabatannya sebagai Notaris. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh MPDN Jakarta Barat tersebut, berdasarkan fakta dan jalannya persidangan dalam meminta keterangan dari Susanti Artha Gilberte selaku Pelapor dan Oknum Notaris M selaku Terlapor pada hari Senin 02 September 2024.

Adapun mengenai adanya fakta dan keterangan baik Pelapor dan Terlapor saat persidangan di MPDN Jakarta Barat, dapat terlihat beberapa hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh Oknum Notaris M selaku pejabat umum karena bertentangan dan melanggar UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.30 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No.2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, serta Kode Etik Notaris, diantaranya yaitu;

  1. Oknum Notaris M telah melakukan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan permintaan dari Direktur PT CCK melalui Online Sign tanggal 12 Desember 2023 dengan Nomor : 002/PT.CCK/Pemhn.XII-2023 perihal Permohonan Pengumuman RUPS, Peminjaman Ruangan, Pendampingan dan Pembuatan Berita Acara RUPS yang ditujukan kepada Oknum Notaris M. Hal ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian serta ketelitian dalam menjalankan kewenangannya selaku Notaris, seperti yang tertuang dalam UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014, Pasal 16 Ayat 1 Huruf A yang berbunyi "Notaris berkewajiban bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum". Seperti halnya yang tertuang dalam Kode Etik Notaris Pasal 3 Ayat 4 yang berbunyi "Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) wajib berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris". Sedangkan dalam UUPT No.40 Tahun 2007, Pasal 79 dan Pasal 80, dimana pemanggilan RUPS seharusnya hanya bisa dilakukan oleh Direksi Perseroan, dan dalam hal Direksi Perseroan berhalangan maka pemanggilan rapat harus dilakukan oleh Komisaris Perseroan dan bilamana Komisaris berhalangan maka pemanggilan rapat dapat dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Namun pada kenyataannya Oknum Notaris M tidak teliti dan tidak seksama, serta tidak berlaku jujur, dimana Direksi (Edrick Tanaka) tidak mau diketahui keberadaannya, terbukti dari kepala surat yang seharusnya menunjukan tempat dimana surat tersebut dibuat, hanya ditulis Online Sign.
  2. Oknum Notaris M melakukan pemanggilan RUPS kepada para pemegang saham PT CCK melalui surat kabar Harian Terbit tertanggal 13 Desember 2023. Sedangkan surat kuasa khusus tanggal 08 Desember 2023 baru dilegalisir KJRI Guangzhou, Cina, pada tanggal 21 Desember 2023 dengan nomor 254/Konst/LGS/NB/XII/2023. Disini kembali Oknum Notaris M melakukan pelanggaran terhadap UUPT, UUJN dan Kode Etik Notaris, yaitu tidak hati-hati, tidak jujur dan bertidak berpihak kepada salah satu pemegang saham PT CCK.
  3. Surat Kuasa Khusus tersebut berisikan mengenai pemberian kuasa untuk bertindak sebagai Kuasa Direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS, hal ini bertentangan dengan UU PT No.40 Tahun 2007 Pasal 103 mengatur bahwa direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana diuraikan di dalam surat kuasa, namun hal tersebut harus tertuang di dalam Anggaran Dasar PT yang membolehkan pelimpahan kewenangan tersebut. Kenyataannya pada Akta Pendirian PT CCK dengan No.116 tertanggal 29 November 2021 yang dibuat oleh Oknum Notaris M, tidak tertuang dalam Anggaran Dasar PT CCK.
  4. Selebihnya ada sekitar 15 pendapat MPD Jakarta Barat dari hasil pemeriksaan yang diperoleh  berdasarkan data-data dan keterangan dari pelapor dan terlapor, sehingga MPD Jakarta Barat mempertimbangkan dan merekomendasikan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) DKI Jakarta, agar terlapor (Oknum Notaris M) untuk diberikan sanksi berupa pemberhentian sementara dari jabatannya selaku Notaris selama 6 bulan berdasarkan Pasal 7 Ayat 2 Huruf d UU No.2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo Pasal 86 Ketentuan Permenkumham Nomor 19 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar