Bahwa asas yang tercantum dalam Pasal 1315 KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata harus difahami sebagai sesuatu yang sangat penting dalam hukum perjanjian, karena dalam kebebasan berkontrak mengandung pengakuan atas hak setiap orang untuk membuat hukum bagi dirinya sendiri. Dengan jalan membuat perjanjian, para pihak secara sah dapat melahirkan hak dan kewajiban bagi dirinya sendiri.
Adapun kewenangan untuk membebani pihak ketiga dengan kewajiban atau memberi hak kepadanya pada dasarnya hanya dimiliki oleh pembuat UU. Dan asas inilah yang terkandung dalam Pasal 1315 KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu bahwa perjanjian obligatoir hanya melahirkan perikatan diantara para pihak yang membuat perjanjian. Dan atas asas tersebut kemudian ada pengecualiannya.
Bahwa kemudian kita mengenal asas kekuatan mengikat, yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian dan sifatnya hanya mengikat ke dalam Pasal 1340 KUHPerdata : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Hal tersebut mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya, namun terdapat pengecualian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1317 KUHPerdata : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.
Dengan ketentuan tersebut memberikan konstruksi hukum kepada seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sementara Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli waris dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Perbedaan Pasal 1317 KUHPerdata dan Pasal 1318 KUHPerdata adalah bahwa Pasal 1317 KUHPerdata mengatur perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan Pasal 1318 KIUHPerdata untuk kepentingan diri sendiri, ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian Pasal 1317 KUHPerdata mengatur pengecualian, sementara itu Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.
Kita juga harus mengenal Asas Kepribadian (personality), yaitu asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata : “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Intinya bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian orang harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dalam praktek kita mengenal Janji untuk kepentingan Pihak Ketiga, yang biasa disebut dengan derden beding. Terdapat kebutuhan dan manfaat dalam kaitannya dengan derdenbeding yaitu:
- Seseorang ingin memberi keuntungan kepada pihak ketiga.
- Seseorang ingin memenuhi kewajiban alamiah terhadap pihak ketiga. (contoh perjanjian asuransi, manfaatnya untuk pihak ketiga).
- Seseorang ingin memenuhi perikatan perdata terhadap pihak ketiga.
Apa syarat derdenbeding itu sendiri :
- Perjanjian antara pihak pertama dengan pihak kedua harus melahirkan suatu hak tersendiri bagi pihak ketiga;
- Hak pihak ketiga tersebut harus berkaitan dengan hak yang disepakati pihak pertama bagi dirinya sendiri atau dengan suatu hibah oleh pihak pertama kepada pihak kedua.
Sementara saat lahirnya derdenbeding adalah sebagaimana disebutkan Pasal 1317 KUHPerdata. Sehingga apabila terjadi pencabutan derdenbeding oleh pihak pertama tidak mungkin dilakukan apabila pihak ketiga sudah menyatakan menerima derdenbeding. Sebaliknya selama pihak ketiga belum menyatakan menerima derdenbeding, pihak pertama boleh saja menolaknya.
Contoh derdenbeding : Tuan R menjual rumahnya di Jogja kepada Tuan H, karena Tuan R akan pindah ke Bandung. Dalam perjanjian jual beli, guna kepentingan G (anak Tuan R) selama G masih mengikuti Kuliah di UGM, G boleh menempati satu kamar rumah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar