![]() |
Oleh : DR. Agus Surachman, SH, Sp1 |
Menurtut Pasal 82 ayat (5) Undang-undanga Nomor 2 tahun 20014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan dan pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
Bunyi pasal ini, tentu tidaklah "istimewa" karena banyak pasal-pasal lain dalam sebuah perundangan yang sama seperti, Pasal 20 Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 yang mengatakan ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan, kemudian Juga mengenai formasi jabatan. Malahan kedua terakhir ini. Permennya sudah ditetapkan dan diundangkan.
Permen tentang ketentuan mengenai penetapan dan pembinaan Organisasi Notaris yang kabarnya akan ditetapkan dan diundangkan bulan Nopember tahun ini, menuai polemik karena dibuat ditengah polemik sesama Notaris, antara Pengurus Pusat dan Pengwil-Pengwil (Pengurus Wilayah) di daerah tentang ketidak-sepakatan dimana Kongres akan dilaksanakan, walaupun sudah menunjuk bahwa Kongres akan dilaksanakan di Jawa Barat berdasarkan Kongres 2019 di Makassar. Tetapi Pengurus Pusat tidak patuh dan tidak mau melaksanakannya, bahkan merancang sebuah Keputusan Diluar Kongres (KDK) yang juga belum dilaksanakan, sedangkan masa bakti kepengurusan sudah lama habis, yaitu pada tanggal 02 Mei 2022. Perseteruan terus berlanjut, Rembuk Nasional dan mediasi yang dipandu Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia tidak membuahkan hasil. Tiba-tiba mencul selebaran atau konsep tentang Rancangan Peraturan Menteri tentang Penetapan, Pembinaan dan Pengawasan Organisasi Notaris. Yang menurut pendapat beberapa anggota, adalah seolah-olah mengambil alih kedaulatan anggota untuk mengurus organisasinya.
Dalam hal ini, penulis ingin memberikan beberapa usulan, yaitu sebagai berikut;
Pertama, Permen harus tetap dibuat karena itu perintah undang-undang, hanya isinya Menteri membentuk lembaga pembinaan dan pengawasan organisasi notaris yang terdiri dari unsur Kehakiman, Akademisi dan Notaris yang diketuai oleh Dirjen secara ex officio (karena jabatan) menjadi ketuanya. Mengapa harus Dirjen jadi ketua karena lembaga ini perlu berwibawa.
Kedua, Lembaga ini harus dapat memeriksa dan memberi sanksi kepada para oknum pengurus yang melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), juga berwenang memeriksa baik administrative maupun teknis.
Ketiga, Menentukan bentuk-bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada para pengurus yang berupa Teguran lisan, Teguran Tertulis, Pembekuan Pengurus, bahkan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB).
Kesimpulannya, Peraturan Menteri tentang Penetapan Pembinaan dan Pengawasan Organisasi Notaris Wajib dibuat dan untuk menghindari kesan kedaulatan diambil alih oleh Pemerintah, maka harus dibentuk suatu lembaga pembinaan dan pengawasan yang collective collegial yang melibatkan unsur pemerintah dalam hal ini Menteri Kehakiman, unsur Notaris dan Akademisi dan harus berwibawa untuk itu harus diketuai oleh Menteri Kehakiman dalam hal ini Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan hak asasi manusia secara ex officio.
Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga Ikatan Notaris Indonesia tetap Jaya dan dapat mempersatukan seluruh anggotanya di seluruh Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar