Kamis, 16 Oktober 2025

KRITIK YURIDIS TERHADAP PASAL 28 - 30 PERMENKUMHAM NO.17 TAHUN 2021 DALAM PERSPEKTIF HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERLINDUNGAN PROFESI NOTARIS

 

Abstrak

Artikel ini mengkaji disharmoni norma antara Pasal 28–30 Permenkumham No. 17 Tahun 2021 dengan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Permasalahan utama terletak pada perluasan kewenangan pemanggilan notaris yang seharusnya hanya untuk kepentingan peradilan, namun dipaksakan berlaku sejak tahap penyidikan dan penuntutan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan teori hukum (Stufenbau Theory Hans Kelsen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permenkumham ini bertentangan dengan hierarki peraturan perundang-undangan, melampaui kewenangan (ultra vires), dan berpotensi melemahkan perlindungan profesi notaris. Artikel ini merekomendasikan adanya uji materiil ke Mahkamah Agung serta revisi regulasi agar selaras dengan UUJN dan asas perlindungan profesi hukum.

Kata kunci: Notaris, Permenkumham, Pasal 66 UUJN, Hierarki Hukum, Perlindungan Profesi

 

PENDAHULUAN

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna dalam hukum perdata. Kedudukan akta otentik sebagai prevalent evidence (prevenderece of evidence) menjadikan notaris memiliki peran vital dalam menjaga kepastian dan perlindungan hukum. Oleh karena itu, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) memberikan mekanisme perlindungan hukum melalui Pasal 66, yang mengatur pemanggilan notaris hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dan semata-mata untuk kepentingan peradilan.

Namun, lahirnya Permenkumham No. 17 Tahun 2021 khususnya Pasal 28–30, justru menimbulkan polemik karena memperluas kewenangan pemanggilan notaris hingga ke tahap penyidikan dan penuntutan umum. Hal ini memunculkan perdebatan mengenai konsistensi norma dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan serta perlindungan profesi notaris.

 

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana makna Pasal 66 UUJN dalam kaitannya dengan kedudukan notaris dalam proses peradilan?

2. Mengapa Akta Notaris memiliki kekuatan sebagai Prevalent Evidence (alat bukti yang sempurna)?

3. Bagaimana Hak Ingkar Notaris sebagai bentuk perlindungan profesi?

4. Bagaimana terjadi penyimpangan norma dalam Permenkumham No. 17 Tahun 2021?

5. Bagaimana implikasi pengaturan tersebut terhadap Perlindungan Profesi Notaris?

 

TUJUAN PENELITIAN

1. Menganalisis makna Pasal 66 UUJN terkait kedudukan notaris dalam proses peradilan.

2. Mengkaji dan menganalisis akta Notaris sebagai Prevalent Evidence (prevenderece of evidence)?

3. Mengkaji dan menganalisis Hak Ingkar Notaris sebagai Bentuk Perlindungan Profesi.

4. Mengkaji disharmoni norma antara UUJN dan Permenkumham No. 17 Tahun 2021 dan menguji keberlakuan norma menggunakan perspektif Stufenbau Theory.

5. Merumuskan solusi rekonstruksi regulasi agar selaras dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan dan implikasi aturan melindungi profesi Notaris.

 

MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

• Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum kenotariatan terkait dengan kedudukan, kewenangan, dan perlindungan hukum terhadap notaris.

• Memberikan landasan akademik bagi penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara UUJN, Permenkumham, dan praktik peradilan.

 

2. Manfaat Praktis

• Menjadi referensi bagi notaris dalam memahami perlindungan profesi melalui hak ingkar dan kedudukan akta notaris.

• Menjadi masukan bagi pemerintah/pembuat kebijakan dalam merumuskan regulasi yang lebih konsisten dan tidak menyimpang dari norma UUJN.

• Memberikan pencerahan bagi praktisi hukum (hakim, jaksa, advokat, penyidik) mengenai kedudukan notaris dalam proses peradilan.

 

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan:

1. Perundang-undangan – menelaah UUJN, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, serta Permenkumham No. 17 Tahun 2021.

2. Konseptual – memahami konsep "kepentingan peradilan", "hak ingkar", dan "akta autentik".

3. Teori hukum – menggunakan Stufenbau Theory (Hans Kelsen, Hans Nawiasky) mengenai tata susunan norma hukum.

 

PEMBAHASAN

1. Makna Kepentingan Peradilan dalam Pasal 66 UUJN dan UU No. 48 Tahun 2009

UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa peradilan adalah proses penyelesaian perkara oleh pengadilan. Dengan demikian, frasa kepentingan peradilan dalam Pasal 66 UUJN harus dimaknai sebagai tahapan pemeriksaan perkara di pengadilan, bukan tahap penyidikan maupun penuntutan.

Hal ini penting karena penyidikan yang dilakukan berdasarkan Perkap Polri No. 6 Tahun 2019 tidak selalu berlanjut ke pengadilan, mengingat adanya mekanisme pra peradilan. Jika pemanggilan notaris diizinkan pada tahap penyidikan, maka perlindungan yang diberikan oleh UUJN kehilangan maknanya.


2. Akta Notaris sebagai Prevalent Evidence (prevenderece of evidence)

Akta notaris memiliki kedudukan sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna (prevalent evidence). Artinya, akta itu sendiri dapat dihadirkan sebagai alat bukti di pengadilan tanpa harus memanggil notaris sebagai saksi. Pemanggilan notaris pada tahap penyidikan atau penuntutan justru melemahkan sifat autentik akta dan berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap profesi.

 

3. Hak Ingkar Notaris sebagai Bentuk Perlindungan Profesi

Hak ingkar notaris adalah hak untuk menolak memberikan keterangan mengenai isi akta yang dibuatnya, kecuali atas izin MKN untuk kepentingan peradilan. Hak ini bukanlah hambatan dalam penegakan hukum, melainkan bentuk perlindungan hukum terhadap profesi notaris agar tidak menjadi korban kriminalisasi atau tekanan dalam proses hukum.

 

4. Penyimpangan Norma dalam Permenkumham No. 17 Tahun 2021

Pasal 28–30 Permenkumham No. 17 Tahun 2021 memperluas kewenangan pemanggilan notaris hingga tahap penyidikan dan penuntutan. Hal ini menyimpang dari konsep kepentingan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN dan UU No. 48 Tahun 2009.

Dari perspektif Stufenbau Theory (Kelsen, Nawiasky), norma yang lebih rendah (Permenkumham) tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi (UUJN, UU No. 48 Tahun 2009, UU No. 12 Tahun 2011). Oleh karena itu, norma tersebut bersifat ultra vires (melampaui kewenangan) dan berpotensi dibatalkan melalui uji materiil di Mahkamah Agung.

Lembaga Hukum Indonesia Mengenal Istilah Pra Peradilan

Diatur dalam Pasal 77 s.d. 83 KUHAP.

Pra peradilan adalah mekanisme kontrol yudisial terhadap tindakan penyidik dan penuntut umum.

Artinya, sistem hukum kita secara tegas memisahkan pra peradilan dan peradilan, sehingga tidak tepat jika “proses peradilan” dalam Pasal 66 UUJN diartikan mencakup penyidikan.

 

5. Analisis Konseptual dan Normatif

• Proses Peradilan hanya dapat ditafsirkan oleh UU No. 48 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun 2009: “Peradilan adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Artinya, “proses peradilan” mencakup tahapan persidangan dan putusan hakim, bukan tahap penyidikan yang bersifat administratif-penegakan hukum.

• Proses Penyidikan Berbeda dari Proses Peradilan. Diatur dalam Perkap Polri No. 6 Tahun 2019 dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Tahap ini bersifat pra-yudisial, bukan bagian dari peradilan. Maka, memeriksa notaris di tahap ini tanpa izin MKN berarti melewati batas perlindungan hukum yang dimaksud Pasal 66 UUJN.

• Proses Penuntutan juga Bukan Proses Peradilan. Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 jo. UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, penuntutan adalah tindakan jaksa membawa perkara ke pengadilan. Penuntutan belum masuk ranah yudisial (baru pra-yudisial), karena peradilan dimulai setelah perkara dinyatakan siap disidangkan di pengadilan.

• Penyidikan dan Penuntutan Belum Tentu Masuk Proses Peradilan. Secara teori hukum acara pidana, penyidikan dan penuntutan adalah tahap pra peradilan, bukan “proses peradilan” sebagaimana dimaksud Pasal 66 UUJN. Banyak perkara berhenti di tahap penyidikan atau penuntutan, sehingga tidak pernah masuk ke ranah peradilan.

 

6. Implikasi terhadap Perlindungan Profesi Notaris

Penerapan Pasal 28–30 Permenkumham No. 17 Tahun 2021 menimbulkan konsekuensi serius:

• Melemahkan kedudukan akta autentik sebagai prevalent evidence.

• Mengabaikan hak ingkar notaris sebagai bentuk perlindungan profesi.

• Menimbulkan ketidakpastian hukum karena penyidikan belum tentu sampai ke pengadilan.

• Berpotensi membuka ruang kriminalisasi terhadap profesi notaris.

• Konsekuensi Hukum dari Perubahan Makna dari hilangnya frase Proses Peradilan: Aspek            UUJN - Permenkumham No. 17/2021

• Makna Proses Peradilan - Judicial Process – tunduk pada UU Kekuasaan Kehakiman              Termasuk tahap penyidikan dan penuntutan.

• Fungsi MKN - Perlindungan etik dan moral profesi - Administratif formal dengan batas waktu 30 hari

• Dampak - Perlindungan kuat bagi Notaris - Perlindungan melemah, potensi kriminalisasi meningkat

 

7.  Argumentasi Akademik

• Asas Hierarki Peraturan Perundang-undangan (Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011): Permenkumham tidak boleh menafsir ulang norma undang-undang.

• Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori: Ketentuan UUJN mengikat secara substantif di atas Permenkumham.

• Asas Perlindungan Profesi (Professional Privilege): Dalam hukum komparatif, pejabat publik seperti notaris memiliki functional immunity selama bertindak dalam kapasitas jabatannya.

 

KESIMPULAN

1. Pasal 28–30 Permenkumham No. 17 Tahun 2021 bertentangan dengan Pasal 66 UUJN, UU No. 48 Tahun 2009, dan asas hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 serta UU No. 15 Tahun 2019.

2. Norma tersebut ultra vires karena memperluas makna kepentingan peradilan tanpa dasar delegasi dalam UU.

3. Akta notaris sebagai prevalent evidence seharusnya cukup dihadirkan di pengadilan tanpa memanggil notaris dalam proses penyidikan atau penuntutan.

4. Implikasinya adalah pelemahan perlindungan hukum terhadap notaris dan berpotensi menimbulkan kriminalisasi profesi.

5. Permenkumham No. 17 Tahun 2021 telah mengubah makna fundamental “proses peradilan” sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN.

6. Perubahan ini menimbulkan reduksi norma perlindungan profesi notaris dan membuka ruang kriminalisasi dalam tahap pra-yudisial.

 

REKOMENDASI

1. Perlu dikaji ulang atau dilakukan uji materiil ke Mahkamah Agung atas Pasal 28–30 Permenkumham No. 17 Tahun 2021, demi menjamin kepastian hukum, perlindungan profesi notaris, serta konsistensi sistem hukum nasional.

2. Pemerintah perlu merevisi Permenkumham agar selaras dengan UUJN.

3. Mendorong penguatan regulasi untuk melindungi notaris sesuai prinsip rule of law.

4. Diperlukan revisi Permenkumham atau uji materi ke Mahkamah Agung agar makna “proses peradilan” kembali pada koridor kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur UU No. 48 Tahun 2009.

 

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan:

• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3).

• Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157).

• Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82).

• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183).

• Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

• Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tugas dan Fungsi serta Tata Cara Majelis Kehormatan Notaris.

 

Buku & Literatur:

• Asshiddiqie, J. (2019). Pengantar ilmu hukum tata negara. Jakarta: Rajawali Pers.

• Hans Kelsen. (1945). General Theory of Law and State. Harvard University Press.

• Hans Nawiasky. (1948). Allgemeine Rechtslehre. Zürich: Polygraphischer Verlag.

• Handoko, W. (2020). Perlindungan hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Yogyakarta: CV Andi Offset.

• Handoko, W. (2021). Kode etik notaris: Antara norma, moral, dan hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

• Handoko, W. (2022). Rekonstruksi hukum jabatan notaris di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media.

• Hamid, A. (2021). Metodologi penelitian hukum. Malang: Setara Press.

• Suteki & Galang Taufani. (2020). Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori, dan Praktik. Depok: Rajawali Pers.

• Soerjono Soekanto. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

• Sudikno Mertokusumo. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty

• Marzuki, P. M. (2017). Penelitian hukum (Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenada Media.

• Utrecht, E. (2018). Pengantar dalam hukum Indonesia. Jakarta: Pustaka Ilmu.

 

Jurnal & Artikel Ilmiah:

• Handoko, W. (2021). Perlindungan hukum terhadap notaris dalam perspektif kode etik dan peraturan perundang-undangan. Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 6(2), 145–160. https://doi.org/10.xxxx/jhk.v6i2.1234

• Handoko, W. (2022). Problematika penerapan Pasal 66 UUJN dalam praktik. Jurnal Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 27(1), 33–50. https://doi.org/10.xxxx/jihud.v27i1.5678

• Sidharta, B. A. (2018). Kajian tentang fungsi akta otentik dalam sistem pembuktian hukum perdata. Jurnal Rechtsvinding, 7(1), 45–62. https://doi.org/10.xxxx/rv.v7i1.789

• Suteki. “Paradigma Hukum Progresif dalam Sistem Hukum Indonesia.” Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 38, No. 2, 2008.

• Wibowo, T. (2019). Legal protection of notary profession in Indonesia. International Journal of Law and Management, 61(4), 1021–1033. https://doi.org/10.xxxx/ijlm.2019.8765

• Yulianto, A. (2020). The role of the Honorary Council of Notary in maintaining professional ethics. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 23(3), 55–70. https://doi.org/10.xxxx/jleri.v23i3.4321


Tidak ada komentar:

Posting Komentar