Grosse, Jakarta - Beredarnya Surat Pernyataan dari dua kubu, Kongres yang diwakili oleh Tri Firdaus Akbarsyah, SH, SpN, MH dan DR. Agung Iriantoro, SH, SpN, MH dan Kongres Luar Biasa (KLB) yang diwakili oleh DR. H. Irfan Ardiansyah, SH, LLM, SpN dan Amriyati Amin, SH, SpN, MH, yang ditanda-tangani di depan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjend AHU) Kementerian Hukum Republik Indonesia (Kemenkum RI) DR. Widodo, SH, MH, dan disaksikan oleh Hantor Situmorang, SPd, MSi. Henry Sulaiman, SH, ME. DR. Andi Taletting Langi, SH, SIP, MSi, MPhil, dan Doni Kurnia Herly, SH, pada Senin 23 Desember 2024, akankah menjadi babak baru bagi Ikatan Notaris Indonesia (INI), atau akan mengulang kembali sejarah yang pernah terjadi dengan melibatkan Dirjend AHU Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI), Cahyo Rahadian Muhzar, SH, LLM. Berikut kaleodoskop INI menjelang 2025, perjalanan sejak tahun 2019 hingga memasuki tahun 2025;
Menjelang tahun 2025, Ikatan Notaris Indonesia (INI) dalam kepengurusan masih terjadi dualisme kepengurusan di tingkat Pengurus Pusat (PP), yaitu PP INI versi Kongres yang diketuai oleh Tri Firdaus Akbarsyah, SH, SpN, MH sebagai Ketua Umum (Ketum) dan DR. Agung Iriantoro, SH, SpN, MH sebagai Sekretaris Umum (Sekum), dan PP INI versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang diketuai oleh DR. H. Irfan Ardiansyah, SH, LLM, SpN, sebagai Ketum dan Amriyati Amin, SH, SpN, MH sebagai Sekum.
Akan tetapi, belakangan beredar 'Surat Pernyataan' dengan 'Kop Surat' Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI) yang ditanda-tangani oleh kedua kubu PP INI (Kongres dan KLB) diatas materi 10.000 dihadapan Dirjend AHU Kemenkum RI dan disaksikan oleh 4 pejabat tinggi Kemenkum RI. Dimana surat pernyataan tersebut memuat 3 kesepakatan, yaitu antara lain; Menghentikan, mengakhiri dan menyelesaikan pebedaan pendapat dalam organisasi. Menindaklajuti kesepakatan dengan menyususn pengurus organisasi INI selama 14 hari kerja, sejak ditanda-tangani hingga tanggal 15 Januari 2024. Dan, mematuhi dan melaksanakan seluruh isi kesepakatan dengan sukarela dan tanggung jawab.
Pada tulisan berita kali ini, Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV) hanya ingin menyampaikan kaleodoskp perjalanan INI sejak tahun 2019, saat terpilihnya Yualita Widyadhari, SH, MKn sebagai Ketua Umum untuk kedua kalinya, yaitu untuk Periode 2019 - 2022 yang dikukuhkan dan dilantik pada Rabu 01 Mei 2019 di Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, dan penetapan Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat (Jabar) INI sebagai tuan rumah untuk Kongres ke 24 INI yang telah diputuskan dan ditetapkan oleh presidium Kongres ke 23 INI di Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut narasumber yang namanya enggan untuk disebutkan, menyampaikan bahwa pada saat pelaksanaan Kongres ke 23 di Makassar itu berlangsung agak memanas, terlebih lagi terjadi insiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Salah satu peserta Kongres mengalami sakit dan meninggal dunia saat dibawa ke rumah sakit di Makassar, Memang almarhum meninggal karena sakit, namun hal itu tidak menghentikan jalannya Kongres," tuturnya kepada MGD/GrosseTV.
Saat itu, MGD/GrosseTV mengikuti perjalanan almarhum ke rumah sakit, bahkan sampai proses pemulangan ke kediamannya. Begitu juga, usai meliput di rumah sakit Islam Makassar, MGD/GrosseTV kembali ke lokasi acara pelaksanaan Kongres ke 23 INI. "Kongres tetap berlangsung, dan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) sudah selesai. Bahkan sudah diputuskan beberapa hal, persetujuan untuk mencairkan dana abadi (Anggota Luar Biasa - ALB) untuk pembelian gedung sekretariat PP, terus lokasi Kongres ke 24 INI di Jawa Barat sebagai tuan rumah, dan penetapan Yualita Widyadhari, SH, MKn sebagai Ketua Umum PP INI periode 2019 - 2022, itu aja sih yang saya tahu," ungkap salah satu peserta kepada MGD/GrosseTV.
Berdasarkan pengamatan dan peliputan Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV sebelum 2025, INI telah mengalami beberapa peristiwa yang sampai saat ini menjadi torehan sejarah perjalanan INI hingga 2025 ini. Lima tahun yang lalu, tepatnya Desember 2019 Pandemi Covid-19 pertama kali mencuat di daerah Wuhan, China, lalu menyebar dengan cepat ke negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Merebaknya Covid-19 memberikan dampak besar terhadap semua lini dan persendian ekonomi negara-negara dunia.
Wabah Covid-19 Melanda Dunia, Hambat Jalannya Program Kerja Organisasi
Berdasarkan amanah Kongres INI ke 23 di Makassar, selain membentuk jajaran kepengurusan PP INI, juga melaksanakan konsolidasi dan minimal satu kali dalam satu tahun dilakukan Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas (RP3YD). Sebagaimana termaktub dalam Pasal 43 Ayat 2, "Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam 12 bulan." Akan tetapi, PP INI Periode 2019 - 2022 tak dapat melaksanakan di tahun pertama, dikarenakan mewabahnya Covid-19. RP3YD pun diumumkan oleh PP INI untuk diundur waktu pelaksanaannya melalui wesite resmi organisasi INI, anggota se-Indonesia pun memaklumi dan tidak mempermasalahkan pengunduran waktu RP3YD tersebut.
Penyebaran wabah Covid-19 tak dapat dibendung dan berlangsung selama kurang lebih 2 tahun, serta mewabah ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Pemerintah Indonesia pun melakukan pembatasan terhadap aktifitas masyarakat, hal tersebut mengakibatkan banyak kegiatan termasuk organisasi INI terhambat dalam menjalankan program kerjanya. Salah satunya pelaksanaan RP3YD pun mengalami pengunduran waktu hingga dua kali, dan akhirnya diputuskan akan dilaksanakan pada bulan Nopember 2021 di Batu Malang, Jawa Timur. Setelah mengalami mengunduran waktu pelaksanaan RP3YD, akhirnya RP3YD dapat dilangsungkan pada tanggal 16 - 19 Nopember 2021 yang lalu di Batu Malang, Jawa Timur.
RP3YD Batu Malang Harusnya Pra Kongres, Tak Ada Informasi Kongres di Undur
Berdasarkan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) INI, pelaksanaan Kongres dilangsungkan 6 bulan setelah Pra-Kongres, seperti halnya yang termaktub di dalam Pasal 12 Ayat 6 ART INI, yang berbunyi "Tema dan rancangan acara Kongres, rancangan bahan/materi Kongres, nominasi bakal calon Ketua Umum dan bakal calon Anggota Dewan Kehormatan Pusat (DKP), rancangan Tata Tertib dan rancangan Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan, serta hal-hal lain yang dianggap penting untuk diambil keputusan dalam Kongres ditetapkan dalam Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas (RP3YD) yang diselenggarakan 6 (enam) bulan menjelang Kongres (Pra Kongres)."
Sedangkan pada Pasal 12 Ayat 5 huruf d, disampaikan bahwa "Pemilihan, penetapan dan pelantikan Ketua Umum dan Dewan Kehormatan Pusat dari bakal Calon yang telah dipilih (nominator) dalam Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas (RP3YD) yang diselenggarakan 6 (enam) bulan menjelang Kongres (Pra Kongres)." Menurut narasumber Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV yang tidak dapat disebutkan namanya, menyampaikan bahwa pelaksanaan Kongres INI ke XXIV jatuh pada bulan Mei 2022. "Hal ini seperti yang ditetapkan pada Kongres INI ke XXIII di Makassar, Sulawesi Selatan, bahkan ditetapkan pula Jawa Barat sebagai tuan rumah pelaksanaan Kongres INI ke XXIV," jelasnya menegaskan mengenai periodeisasi.
Lebih lanjut lagi, disampaikan pula bahwa seharusnya Pra Kongres jatuh pada bulan Nopember 2021, di Batu Malang, Jawa Timur. "Tapi kenyataannya RP3YD di Batu Malang itu hanya beragendakan penyampaian rancangan perubahan materi Anggaran Dasar (AD) dan penyampaian rancangan perubahan materi Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Kode Etik Notaris (KEN), dan karena adanya penolakan dari anggota maka dibentuklah tim Ad Hoc untuk merancang draft perubahan materi, AD, ART dan KEN. Pada RP3YD tersebut tidak ada penetapan Bakal Calon Ketua Umum (Ketum) dan Bakal Calon DKP," paparnya menjelasnya kondisi pada saat pelaksanaan RP3YD di Batu Malang, Jawa Timur.
Baca :
"Ada Apa dengan KLB dan RP3YD/Pra Kongres di Pekan Baru?"
Hal tersebut senada dengan isi dari Konferensi Pers yang dilaksanakan oleh Pengurus Pusat (PP) INI yang diketuai oleh Yualita Widyadhari, SH, MKn. Dimana disampaikan bahwa pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) dan RP3YD selanjutnya akan dilaksanakan di Riau, sedangkan untuk waktu pelaksanaannya akan ditetapkan melalui Keputusan di Luar Kongres (KDK) yang disampaikan oleh Ketua Umum PP INI sebelum menutup pelaksanaan RP3YD di Batu Malang, Jawa Timur. "Terlihat janggal, kenapa yang disampaikan untuk memundurkan waktunya itu, Kongres Luar Biasa (KLB) Riau, sedangkan bulan Mei 2022 itu seharusnya pelaksanaan Kongres di Jawa Barat sesuai putusan Kongres XXIII INI Makassar," tukas narasumber yang namanya enggan disebutkan.
Namun demikian, pelaksanaan RP3YD Batu Malang, Jawa Timur, seharusnya Pra Kongres guna menetapkan Bakal Calon Ketua Umum (Ketum) dan Bakal Calon Anggota Dewan Kehormatan Pusat (DKP), akan tetapi hanya sebatas pembahasan mengenai rancangan (draft) perubahan AD/ART dan Kode Etik (KEN) perkumpulan. Hal tersebut tak ada yang mempertanyakan prihal tersebut saat berlangsungnya sidang pleno, sjak awal hingga akhir RP3YD.
"Jangankan mempertanyakan soal keputusan diundurnya pelaksanaan Kongres bulan Mei 2022 jadi Kongres Luar Biasa )KLB d0 Riau, soal perubahan agenda acara dari penetapan Bakal Calon (Balon)/Pra Kongres jadi RP3YD saja yang isinya rencana perubahan AD/ART dan Kode Etik, tidak ada yang mempertanyakan," salah satu peserta RP3YD yang sempat MGD/GrosseTV ajak diskusi mengenai hal tersebut, namun sayangnya beliau enggan namanya disebutkan.
Lahirnya KDK (Keputusan Diluar Kongres) hingga 4 Kali dalam 9 Bulan
Lantaran tak ada yang mempermasalahkan soal pelaksanaan RP3YD di Batu Malang, Jawa Timur, baik oleh para Ketua Pengurus Wilayah (Pengwi) maupun peserta RP3YD, dan hanya terpana dengan penolakan perubahan rancangan perubahan terhadap AD/ART dan Kode Etik Notaris. Waktu pun berlalu dan Ketua Pengwil Jawa Tengah INI, Prof. DR. H. Widhi Handoko, SH, SpN, tergelitik pada saat Bincang Santai bersama GrosseTV. "Oh iya, Mei 2022 Kongres ya, jadi seharusnya November 2021 itu Pra Kongres. Kalau pun mau diundur, seharusnya sebelum pelaksanaan RP3YD di Batu Malang disampaikan rencana pengunduran pelaksanaan Kongres karena wabah pandemi Covid-19," terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, menyampaikan bahwa hal tersebut telah melanggar Pasal 16 Ayat 10 huruf C ART INI, "Ketua Umum dipilih dan ditetapkan oleh Kongres untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali setelah masa jabatannya berakhir untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya." "Sudah tidak taat periodesasi, dan seharusnya PP melakukan Rapat Pleno Pengurus Pusat guna memperpanjang masa bakti karena adanya pandemi Covid-19, bukan justru mengeluarkan Keputusan Diluar Kongres (KDK) yang isinya memundurkan pelaksanaan KLB dan RP3YD/Pra Kongres di Riau," paparnya.
KDK sendiri diatur dalam Pasal 22 ART, sambung Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, seraya menerangkan mekanisme dalam menjalankan KDK, yaitu sebagai berikut; "Dipersamakan dengan keputusan Kongres adalah keputusan yang diambil di luar Kongres dengan syarat-syarat, sebagai berikut; a. Pengurus Pusat mempersiapkan rencana keputusan tersebut untuk selanjutnya dikirim dengan surat tercatat atau kurir atau surat elektronik kepada seluruh anggota biasa (dari Notaris Aktif) Perkumpulan melalui Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah, disertai pertimbangan dan penjelasan seperlunya."
"Melihat Pasal 22 huruf a saja, sudah jelas bahwa KDK tidak bisa langsung disampaikan oleh PP ke anggota tanpa melalui Pengwil dan Pengda. Jadi, sudah tidak benar kalau PP mengirimi seluruh anggota melalui email mengenai permintaan persetujuan dari isi KDK. Lalu, pada huruf b, dijelaskan Pengwil dan/atau Pengda mengumpulkan hasil keputusan para anggota biasa (dari Notaris Aktif) dalam waktu 1 (satu) bulan setelah menerima rencana keputusan dari PP. Terus hasil keputusan tersebut disampaikan oleh Pengwil kepada PP dengan surat tercatat atau dengan kurir atau surat elektronik. Jika anggota biasa (dari Notaris aktif) dengan melalui Pengwil tidak memberikan jawaban dalam waktu 1 (satu) bulan, maka keputsan dianggap telah disetujui oleh para anggota biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan yang berada di dawah Pengwil yang bersangkutan," terang Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, seraya menambahkan bahwa waktu yang dibutuhkan itu sekitar 2 bulan, belum lagi waktu satu bulan untuk mengumumkan hasil rekapitulasi.
Berdasarkan ART Pasal 22 huruf c dan d, isinya yaitu sebegai berikut; "Keputusan di luar Kongres adalah sah, jika disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari seluruh jumlah anggota biasa (dari Notaris aktif) perkumpulan. Dan, PP harus menyampaikan keputusan di luar Kongres tersebut kepada seluruh anggota biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan melalui Pengwil dan Pengda dalam waktu 1 (satu) bulan setelah hasil jawaban dari seluruh Pengwil diterima. Jika ternyata rencana keputusan di luar Kongres tidak disetujui, maka hal itu harus diberitahukan kepada seluruh anggota biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan melalui Pengwil dan Pengda."
Merujuk kepada isi dari Pasal 22 ART mengenai KDK, menurut Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, bahwa untuk menjalankan KDK itu bukan perkara yang mudah, karena persyaratannya saja sangat merepotkan dan membutuhkan waktu paling sedikit 3 bulan untuk mendapatkan hasil disetujui atau tidak oleh seluruh anggota biasa (dari Notaris aktif) se-Indonesia. "Jadi tidak mungkin kalau KDK itu bisa dikeluarkan oleh PP dengan mudah, apalagi hanya dua bulan sudah ada 2 KDK yang dikeluarkan oleh PP, pertama 23 Februari 2022 dan 24 Maret 2022, ini sudah jelas-jelas melanggar ketentuan yang ada," tukasnya.
Berdasarkan data dan informasi yang MGD/GrosseTV rangkum dari berbagai sumber, bahwa PP INI yang diketuai oleh Yualita Widyadhari, SH, MKn selaku Ketua Umum dan H. Tri Firdaus Akbarsyah, SH, SpN, MH, selaku Sekretaris Umum (Sekum) telah mengeluarkan 4 Keputusan Diluar Kongres (KDK), yaitu antara lain; KDK Pertama, pada tanggal 23 Februari 2022 dengan Nomor : 028/06-II/PP-INI/2022 perihal Pengunduran Waktu Agenda KLB INI dan RP3YD dari Bulan April 2022 Menjadi Akhir Mei 2022 atau Awal Juni 2022. KDK Kedua, pada tanggal 24 Maret 2022 dengan Nomor : 043/15-III/PP-INI/2022 perihal Pengunduran Waktu Agenda Kongres XXIV INI, dari 2 Mei 2022 Menjadi Selambat-lambatnya Bulan Desember 2022.
KDK Ketiga, pada tanggal 01 September 2022 dengan Nomor : 181/1-IX/PP-INI/2022 perihal Memajukan Pelaksanaan Kongres XXIV INI dari Bulan Desember 2022 Menjadi Bulan November 2022 dan Memindahkan Tempat Pelaksanaan Kongres dari Jawa Barat ke Bali. Dan, KDK Keempat, pada tanggal 29 November 2022 dengan Nomor : 241/6-IX/PP-INI/2022 perihal Penetapan Waktu Kongres XXIV INI Selambat-lambatnya bulan Maret 2023, sambil Menunggu Surat dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) yang didasari dari hasil Rembuk Nasional (Remnas) tanggal 07 Oktober 2022 yang disepakati untuk diserahkan kepada Menteri Hukum dan HAM RI.
Menurut beberapa narasumber yang berhasil MGD/GrosseTV mintai keterangan dan tanggapannya terhadap dikeluarkannya 4 KDK oleh PP INI dalam kurun waktu 9 bulan, menyatakan bahwa PP INI Periode 2019 - 2022 telah melanggar Statuta Organisasi, yaitu melanggar AD/ART dan Kode Etik Notaris. "Dari proses KDK dikeluarkan saja sudah tidak sesuai dengan Pasal 22 ART INI, ditambah lagi mengenai maju dan mundurnya pelaksanaan Kongres, seperti sesuka-sukanya saja dalam penentuan waktu Kongres, padahal tidak seperti itu. Kongres bukan barang mainan yang bisa dimaju-mundurkan sesuka-sukanya. Dan ketiga, dasar pada rembuk nasional yang bukan alat kelengkapan perkumpulan, bahkan rembuk nasional itu hanya ditanda-tangani oleh ketuanya saja, apakah sah?," papar Prof. DR. H. Widhi Handoko, SH, SpN.
Hal senada juga disampaikan oleh Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, bahwa PP INI Peiode 2019 - 2022 sudah tidak taat peiodeisasi, ditambah lagi dengan beberapa kebijakan yang melanggar AD/ART perkumpulan. "Seharusnya saat RP3YD di Batu Malang, mintai persetujuan dari anggota biasa (dari Notaris aktif) mengenai pengunduran pelaksanaan Kongres, dan beri penjelasannya karena wabah Covid-19 melanda sehingga harus diundur. Kalau melihat waktunya sangat cukup untuk mengeluarkan KDK, waktunya lebih 6 bulan sampai pelaksanaan Kongres di bulan Mei 2022. Bahkan Rembuk Nasional dalam penanda-tangannya tidak memenuhi unsur kewenangan bertindak dari PP INI, yaitu Ketua Umum dan Sekretaris Umu, sesuai dengan Pasal 11 Ayat 2.1 Huruf c AD INI. Sedangkan kewenangan bertindak Pengwil itu tidak seusai dengan Pasal 11 Ayat 2.2 Huruf d AD INI," jelasnya.
Berdasarkan AD INI Pasal 11 Ayat 2.1 Huruf c, berbunyi "Ketua Umum dan Sekretaris Umum mewakili Pengurus Pusat dan karenanya mewakili perkumpulan dan apabila Ketua Umum berhalangan atau tidak berada di tempat, hal itu tidak perlu dibuktikan terhadap pihak luar, maka 2 (dua) orang Ketua yang lainnya bersama-sama dengan Sekretaris Umum atau seorang Sekretaris mewakili Pengurus Pusat dan karenanya mewakili perkumpulan di dalam dan di luar Pengadilan, serta bertanggung jawab terhadap jalannya perkumpulan baik mengenai pengurusan maupun pemilikan..."
Sedangkan Pasal 11 Ayat 2.2 Huruf d AD INI, berbunyi "Ketua dan Sekretaris mewakili Pengurus Wilayah, dan apabila ketua berhalangan atau tidak berada di tempat, hal itu tidak perlu dibuktikan kepada pihak luar, maka Wakil Ketua yang lainnya bersama-sama dengan Sekreatris mewakili Pengurus Wilayah dan karena mewakili Pengurus Wilayah di dalam dan di luar Pengadilan, serta bertanggung jawab terhadap jalannya Pengurus Wilayah..."
Lahirnya Surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI
Jadi apakah Rembuk Nasional, sambung Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, yang ditanda-tangani oleh pihak yang mengatas-namakan PP INI dan Para Ketua Pengwil (23 Pengwil) sudah memenuhi aturan yang ada di dalam AD INI diatas. "Kalau tidak, apakah rembuk nasional itu sah atau tidak, kan tidak sah. Lagi pula, rembuk nasional itu bukan alat kelengkapan perkumpulan, jadi tidak bisa dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan mengatas-namakan perkumpulan, kalau PP itu mekanismenya diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 ART INI, kalau Pengurus Wilayah itu mekanismenya diatur dalam Pasal 49 ART INI," terangnya.
Lantaran kondisi organisasi INI yang semakin tidak kondusif, terlebih lagi tanpa adanya persetujuan dari anggota biasa (dari Notaris aktif) se-Indonesia, para pihak yang berseteru menyerahkan kepada Direktur Jenderal (Dirjend) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (RI), sedangkan berdasarkan pada Pasal 10AD INI mengenai Alat Perlengkapan Organisasi dan Pasal 10A AD INI mengenai Rapat Anggota. Pada Pasal 10A Ayat 2 berbunyi "Kongres adalah rapat anggota perkumpulan yang merupakan pemegang kekuasaan yang tidak dapat diserahkan kepada alat perlengkapan lain dalam perkumpulan yang dilaksanakan secara langsung sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali."
Meskipun demikian, pada bulan Desember 2022, keluarlah Surat Dirjend AHU Kemenkumham RI yang pertama, yaitu dengan Nomor : AHU.UM.01.01-1616 tertanggal 29 Desember 2022, yang isinya "Menetapkan Banten Sebagai Lokasi Kongres XXIV INI dan Waktu Kongres pada Bulan Maret 2022, bahkan Menetapkan pula Mekanisme Pemilihan dalam Kongres Melalui E-Voting Terbatas". Tak sampai disitu saja, kembali Dirjend AHU Kemenkumham RI mengeluarkan Surat Kedua, yaitu dengan Nomor : AHU.UM.01.01-133 tertanggal 24 Februari 2023, yang isinya "Meminta Agar Dipertimbangkan untuk Lokasi Pelaksanaan Kongres, dimana Lokasi yang Diputuskan adalah Royale Hotel Cilegon, sedangkan Jumlah Peserta Telah Mencapai 5000 lebih."
Dikarenakan tidak diindahkan, maka kembali Direjend AHU Kemenkumham mengeluarkan Surat Ketiga, dengan Nomor : AHU.UM.01.01-140 tertanggal 02 Maret 2023, yang isinya "Mengundang PP INI, OC, dan SC untuk datang ke Kemenkumham Karena Tidak Mengindahkan Surat Kedua," Selang satu hari kemudian, Dirjend AHU Kemenkumham RI, keluarkan Surat Keempat, dengan Nomor : AHU.UM.01.01-147 tertanggal 03 Maret 2023, yang isinya "Instruksi Kementerian Hukum dan HAM RI, dimana menekankan bahwa Kongres Ditunda sampai Bulan Agustus 2023 dan Kongres akan dilaksanakan secara E-Voting Nasional."
Pada surat pertama Dirjend AHU Kemenkumham RI, menurut Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, selain yang disebutkan diatas, juga memperpanjang masa kepengurusan PP INI yang diketuai Yualita Widyadhari, SH, MKn selaku Ketua Umum, sampai bulan Maret 2024. "Hal itu tidak sesuai dengan Statuta Perkumpulan (AD/ART INI), padahal dalam ART INI Pasal 39 Ayat 5, dijelaskan "Apabila sebab apapun Ketua Umum Pengurus Pusat tidak dapat menjalankan jabatan sampai akhir masa jabatannya, diantaranya karena berhalangan tetap, maka salah seorang Ketua yang dipilih oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat bertindak sebagai Pejabat Ketua Umum Pengurus Pusat sampai berakhir masa jabatan." Atau, bisa juga menggunakan Pasal 41 dan Pasal 42 ART INI, memutuskan untuk memperpanjang masa bakti Ketua Umum PP INI sampai terselenggaranya Kongres," paparnya.
Namun sesuai pribahasa, 'Nasi Sudah Jadi Bubur', Dirjend AHU Kemenkumham RI, sudah memberikan intruksi keras agar dilaksanakannya Kongres/Kongres Luar Biasa (KLB) bersama diantara kedua belah pihak, akan tetapi para pihak tetap melaksanakannya masing-masing. Dimana PP INI Periode 2019 - 2022 menggelar Kongres XXIV INI di Novotel Tangcity, Tangerang, Banten pada 30 - 31 Agustus 2023 dan memilih Tri Firdaus Akbarsyah, SH, SpN, MH sebagai Ketua Umum dan DR. Agung Iriantoro, SH, SpN, MH, sebagai Sekretaris Umum PP INI Periode 2023 - 2026. Begitu juga dengan pihak satunya, yaitu dengan menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) INI yang digelar pada 29 - 30 Oktober 2023, memilih DR. H. Irfan Ardiansyah, SH, LLM, SpN, sebagai Ketua Umum dan Amriyati Amin, SH, SpN, MH, sebagai Sekretaris Umum PP INI Periode 2023 - 2026.
Terbentuknya dualisme kepengurusan PP INI Periode 2023 - 2026, yaitu versi Kongres dan KLB, berakibat dan berdampak sampai ke Pengurus Wilayah (Pengwil) dan Pengurus Daerah (Pengda) yang ada di seluruh Indonesia. Bahkan, kedua PP tersebut berjalan dan menjalankan kegiatan berdasarkan versinya masing-masing, akhirnya kondisi tidak kondusif tersebut, berdampak besar terhadap Anggota Luar Biasa (ALB), dimana Kemenkumham RI melalui Dirjend AHU, menyatakan tidak menerima dan tidak akan mengesahkan kedua belah pihak tersebut. Termasuk juga dengan pelaksanaan Ujian Kode Etik Notaris (UKEN) juga ditolak dan Kemenkumham RI mengeluarkan kebijakan CAT (Compputer Assisted Test) dalam menseleksi Notaris di Tahun 2024.
Tak berhenti sampai disitu saja, kedua belah pihak baik PP INI versi Kongres maupun PP INI versi KLB melakukan gugatan terhadap Dirjend AHU Kemenkumham RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sampai saat ini masih berlangsung, usai diputus lalu naik ke tingkat banding, bahkan saat ini sedang masuk ke tingkat kasasi. Akan tetapi, waktu terus berjalan dan roda pemerintahan telah berganti kepemimpinan. Saat ini Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Joko Widodo, dan mengubah Kemenkumham RI menjadi Menteri Koordinator Kumham RI yang membawahi Kementerian Hukum. Kementerian HAM dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Perubahan dalam kabinet Merah Putih, menyebabkan para pihak berupaya untuk melakukan audiensi agar mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum RI. Hasilnya dipenghujung tahun 2024 ini, beredar 'Surat Pernyataan' dengan 'Kop Surat' Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI) yang ditanda-tangani oleh kedua kubu PP INI (Kongres dan KLB) diatas materi 10.000 dihadapan Dirjend AHU Kemenkum RI dan disaksikan oleh 4 pejabat tinggi Kemenkum RI. Dimana surat pernyataan tersebut memuat 3 kesepakatan, yaitu antara lain; Menghentikan, mengakhiri dan menyelesaikan pebedaan pendapat dalam organisasi. Menindaklajuti kesepakatan dengan menyususn pengurus organisasi INI selama 14 hari kerja, sejak ditanda-tangani hingga tanggal 15 Januari 2024. Dan, mematuhi dan melaksanakan seluruh isi kesepakatan dengan sukarela dan tanggung jawab.
Berdasarkan pemaparan perjalanan (kaleodoskop) Organisasi INI diatas, Organisasi INI merupakan satu-satunya organisasi yang pengaturannya masuk dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris No.02 Tahun 2014 perubahan UUJN No.30 Tahun 2004, yaitu pada Pasal 82 Ayat 1 sampai 4 yang mengatur tetang organisasi dengan AD/ART serta Kode Etik Notaris pada Pasal 83 Jadi, akankah tahun 2025 menjadi babak baru bagi Organisasi INI atau justru akan mengulang kembali sejarah yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya? Semoga bermanfaat, Salam kompak dan sukses selalu dari MGD dan GrosseTV.