Grosse, Jakarta - Adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indoensia (PP INI) dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop), serta dikeluarkannya Surat Edaran (SE) oleh Menteri Hukum (Menkum) Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI). Tak pelak saja membuat kebingungan di kalangan Notaris dalam hal pembuatan Akta Koperasi, karena satu sisi adanya SK dari PP INI yang berisikan nama-nama Notaris yang ditunjuk untuk membuat Akta Koperasi berdasarkan sertipikat NPAK, namun satu sisi lagi Kemenkum membuka pintu seluas-luasnya kepada seluruh Notaris untuk dapat berperan dalam mensukseskan Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Berikut ini, Bincang Santai GrosseTV bersama Refki Ridwan, SH, MBA, SpN dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di kalangan Notaris dalam rangka mendukung dan mensupport program percepatan pembentukan KDMP/KKMP.
 |
Refki Ridwan, SH, MBA, SpN Notaris dan PPAT Jakarta Utara |
Bicara mengenai koperasi, menurut pria yang akrab disapa Eki, menyampaikan bahwa hal tersebut sangat menarik, karena koperasi sudah seharusnya menjadi prioritas dari negara. "Koperasi itu sudah ada sejak sebelum Indoenesia merdeka, bahkan koperasi merupakan sesuatu yang mengakar ke masyarakat dan ini berbeda dengan badan hukum lainnya. Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia, menjadikan koperasi sebagai skala prioritas dalam rangka pembangunan perekonomian masyarakat," ujarnya mengawali perbicangan dengan Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV.
Sayangnya, dari waktu ke waktu, pertumbuhan koperasi ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan saat ini koperasi kembali menjadi program pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, tentang Percepatan Pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). "Lika liku koperasi menarik untuk didiskusikan, terutama setelah dikeluarkannya Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dimana pernah lahir koperasi yang berbadan hukum namun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkapnya.
Koperasi mempunyai semangat yang berbeda, dan jika pemerintah menjadi koperasi sebagai skala prioritas dalam membangun perekonomian kerakyatan, merupakan langkah baik dan tentunya harus di dukung dan di support oleh semua pihak, salah satunya oleh Notaris. "Notaris mempunyai kewenangan untuk membuatkan Akta Pendirian Koperasi, dan Notaris baru mempunyai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) pada tahun 2004, yaitu UU No.30 Tahun 2004. Sebelumnya Notaris masih ikut aturan di Staatsblad Nomor 3 Tahun 1860. Menariknya, sejak adanya aturan tentang pemerintah daerah, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang Mengatur Otonomi Daerah di Indonesia, keberadaan koperasi mulai agak pudar," terang Eki.
Lebih lanjut lagi, Notaris dan PPAT Jakarta Utara ini, menyampaikan pengalamannya saat bertugas di Kabupaten Karawang, dimana dalam pendirian koperasi yang berkaitan dengan anggaran dasar koperasi, sering kali masyarakat dibantu oleh Dinas Koperasi (Dinkop) di Kabupaten/Kota atau Propinsi. "Waktu saya membuatkan Akta Koperasi di Kabupaten Karawang, kemudian oleh pendirinya ini didaftarkan ke Departemen Koperasi untuk mendapatkan registrasi. Pegawai kantor koperasi yang menerima salinan Akta, meminta kepada pendiri koperasi untuk memanggil Notaris, karena mau ketemu," paparnya mengawali cerita.
Kebetulan waktu di Karawang, sambungnya, karena dekat dengan kantor Dinkop, maka datang untuk memenuhi undangan. "Ketika saya melihat salinan Akta Pendirian Koperasi, itu sudah dicoret-coret. Kaget tapi saya tidak marah, sambil tersenyum geli lalu saya menjelaskan. Pertama yang dicoret pada Akta Pendirian Koperasi, mengenai tanda tangan, karena hanya ada tanda tangan Refki Ridwan saja selaku Notaris. Kedua pada Pasal 1, terkait kedudukan koperasi atau domisili, memang saya hanya memuat kedudukan Koperasi di Kabupaten Karawang saja. Menurut karyawan kantor koperasi, bahwa harus dituliskan alamat lengkap sampai kode posnya. Hal tersebut, dikarenakan ketidak-pahaman dan ketidak-tahuan dari karyawan kantor koperasi mengenai Akta Notaris," papar Refki Ridwan.
Lahirnya Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK)
Saat lahirnya UU Otonomi Daerah, banyak daerah-daerah yang tidak lagi mempunyai Departemen Koperasi, baik yang ada di Kabupaten/Kota maupun di Propinsi, bahkan koperasi digabung dengan Dinas Pendidikan atau dinas lainnya. "Jadi beda-beda disetiap daerah, sehingga menjadi permasalahan bagi koperasi yang sudah ada, begitu juga permasalahan bagi koperasi yang akan merubah anggaran dasar, atau yang akan mendirikan koperasi," jelas Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.
Dalam UU No.25 Tahun 1992, dalam mendirikan koperasi minimal harus ada 20 orang, kemudian diubah menjadi 9 orang. Meskipun demikian, sejak otonomi daerah, tidak ada lagi koperasi di Kabupaten dan Propinsi. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi (Kemenkop) melakukan evaluasi karena banyaknya permasalahan di lapanagan, lalu melakukan hal terkait berkaitan dengan eksistensi koperasi, karena koperasi seharusnya menjadi soko guru karena berbasis perekonomian kerakyatan.
Koperasi itu didirikan dari, untuk dan bagi rakyat, terutama masyarakat setempat, bukan sebagai kumpulan modal yang orientasinya profit. "Pada masa Harun Kamil sebagai Ketua Umum PP INI dan kemudian Tien Norman Lubis, saya mengikuti perkembangan dunia koperasi. Kalau tidak salah, lahirnya Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK), sebelum lahirnya UUJN. Dan, waktu itu ada komunikasi dan diskusi antara Kemenkop dengan organisasi, lahirlah NPAK. Semangatnya adalah untuk mempercepat, memangkas birokrasi dan menjadikan berbiaya murah, serta waktu yang cepat," terangnya.
Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat itu punya Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), setelah UUJN lahir. "Kemudian Notaris-Notaris yang diberikan kewenangan untuk membuat Akta Kopaerasi, adalah Notaris yang sudah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan tentang Koperasi, kemudian mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Menteri Koperasi (Menkop), sebagai NPAK," ungkapnya.
Masa Adrian Djuani, SH, SpN, selaku Ketua Umum PP INI, ada peralihan, dimana sebelumnya untuk membuat Koperasi itu melalui website yang ada di Kemenkop yaitu SABH Koperasi (Sistem Adminstrasi Badan Hukum Koperasi), lalu dipindahkan ke Kemenkumham. "Kalau tidak salah, di masa Dirjen AHUnya itu Fredy Harris. Sehingga, hal ini sangat memudahkan, hanya sayangnya perkembangan koperasi ini naik dan turun, bahkan masyarakat lebih senang mendirikan PT dan CV ketimbang mendirikan koperasi," tukasnya.
Notaris Tidak Boleh Menolak untuk Membuatkan Akta
Bicara soal KDMP?KKMP, peranan Notaris seperti yang ada di Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2014 perubahan dari UU No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris diberikan kewenangan untuk membuatkan Akta-Akta, sepanjang kewenangan tersebut tidak diberikan kepada orang atau pihak lain. Pendirian koperasi adalah usaha yang berbadan hukum, dan masyarakat membutuhkan semacam alat bukti, tentang pendiriannya yang dituangkan dalam anggaran dasar yang dibuat dihadapan Notaris.
"Jadi Notaris itu sangat berperan dalam program pembentukan KDMP/KKMP bagi masyarakat yang ada di tataran paling bawah. Tentunya Notaris seharusnya menyambut baik program tersebut, jadi bukan hanya memikirkan nanti dapat kebagian untuk membuat Akta Pendirian KDMP/KKMP saja. Peran serta Notaris mnejadi penting, selain kewenangan yang ada di Pasal 15 yang menjadi kewajiban bagi Notaris. Dan, Notaris itu tidak boleh menolak, karena ada di kawan-kawan yang tidak mau membuat Akta KDMP/KKMP, itu tidak boleh," papar Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.
Berdasarkan UUJN, bahwa tidak boleh ada penolakan dari Notaris untuk membuatkan Akta, seperti yang terdapat dalam Pasal 16 Kewajiban Notaris untuk membuatkan Akta, sepanjang persyaratanya sudah terpenuhi. "Jadi tidak boleh ada kata menolak, sepanjang kewenangan itu diberikan kepada Notaris. Mengenai adanya NPAK, kita lihat sejarah, sebelum UUJN lahir, NPAK sudah digagas sebelumnya. Dan, hukum itu berkembang, tentu pemerintah sudah melihat dengan berbagai macam pertimbangan dan analisis serta kajian akademis dan seterusnya," paparnya.
Lebih jauh lagi, Eki mengutarakan bahwa pada prinsipnya harus mengembalikan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa. "Kalau yang dimaksud adalah NPAK dan tidak NPAK, saya kira NPAK itu adalah masa lalu, terlebih lagi sudah diatur dalam Pasal 15. Kecuali ada UU lain yang mengatur, seperti lelang yang ada Lex Spesialisnya. Kalau koperasi itu badan usaha yang kemudian prosesnya berbadan hukum. Kewenangan itu diberikan oleh Kemenkumham dan sekarang menjadi Kemenkum, dimana memberikan kewenangan kepada Notaris, Jadi Notaris seharusnya tidak terkotak-kotak, dan sudah seharusnya hal ini menjadi skala prioritas kawan-kawan yang ada di PP INI," ujarnya.
Kritikan dan Saran untuk MoU antara PP INI dengan Kemenkop
Adanya program Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP, dan kemudian ada MoU antara PP INI dengan Kemenkop. Menurut Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, bahwa dirinya mengapresiasi kepada PP INI yang telah mengambil langkah-langkah dalam rangka mendukung dan mensupport program tersebut. Namun setelah dirinya membuka dan membaca MoU, ternyata ada beberapa kekeliruan. "Ini saran dan kritikan, saya tidak ada maksud apa-apa, dan kalau memang ada yang kurang baik, mari kita perbaiki bersama," tukasnya menanggapi MoU.
Menurutnya, PP INI adalah organisasi yang mempunyai aturan, termasuk juga dengan kewenangan bertindak. "Saya melihat sekilas, dimana yang menanda-tangani mewakili PP INI adalah Irfan Ardiansyah selaku Ketua Umum. Ini salah, dan saya sebut saja salah. Kenapa? Karena kewenangan bertindak yang diatur dalam Anggaran Dasar INI, yang dapat mewakili dalam kewenangan bertindak itu adalah Ketua Umum dan Sekretaris, dan jika Ketua Umum berhalangan, maka dapat diwakili oleh Dua Orang Ketua Bidang dan Sekretaris," terangnya.
Seperti halnya dalam Perseroan Terbatas (PT), sambung Eki, dimana kewenangan bertindak dari direksi juga dibatasi oleh hal-hal tertentu, biasanya ada di Pasal 12 Anggaran Dasar. Direktur bertindak atas persetujuan dari Dewan Komusaris atau Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). "Kalau di PP INI, Pengurus Wilayah (Pengwil) dan termasuk juga Pengurus Daerah (Pengda), yang mewakili perkumpulan, harus Ketua Umum dan Sekretaris Umum, atau Dua Ketua Bidang dan Sekretaris," jelas Refki Ridwan.
Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa kewenangan bertindak atas nama organisasi, dan organisasi punya aturan main, ada Anggaran Dasar. "Maaf sebelumnya, ini bukan untuk menyalah-nyalahkan, tapi seharusnya tata kelola organisasi INI berdasarkan aturan yang ada. Berikutnya, saya apresiasi adanya kerjasama antara organisasi dengan Kemenkop, dan saya juga berharap ada juga kerjasama dengan kementerian-kementerian yang lainnya, untuk melakukan hal yang sama," katanya.
Ada batasan organisasi untuk tidak masuk ke ranah jabatan, menurutnya, organisasi punya anggota, yaitu anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI). "Ini bukan dalam ranah jabatannya, maksudnya adalah kalau PP INI sudah mengkotak-kotakan, misalnya yang berkaitan dengan KDMP/KKMP, semua harus lewat PP INI. Kemudian bukan hanya sebatas siapa yang nanti akan diputuskan boleh membuat Akta Koperasi dan yang tidak, apalagi kalau sudah menyangkut masalah honorarium, misalnya, ini tidak boleh. Secara pribadi saya bilang ini tidak boleh dan saya tidak setuju, karena ada kaitannya dengan Jabatan Notaris," tandasnya.
Jabatan Notaris sudah diatur dalam UU No.2 Tahun 2014 sebagaimana perubahan UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, lanjutnya, sudah ada kebijakan yang diambil oleh Kemenkum melalui Surat Edaran tahun 2025 yang menhapus NPAK, "Inilah yang benar dan seharusnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Jadi organisasi diwakili oleh PP INI, Ketua Umum dan Sekretaris Umum, buatlah MoU, kemudian mensosialisasikan tapi tidak langsung memutuskan. Karena, ada tanggung jawab dan amanah dari hasil Kongres atau Kongres Luar Biasa (KLB), yaitu harus taat azas," paparnya.
Satu Hari Notaris Boleh Membuat 20 Akta
Berdasarkan Inpres, ada target yang harus dicapai, yaitu terbentuknya 80 ribu KDMP/KKMP di seluruh Indonesia pada bulan Juni. "Jadi untuk masalah MoU itu, seharusnya di revisi dan ditanda-tangani ulang. Dan, saran saya, kalau mewakili PP INI, maka yang menandatangani itu Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Kedua, tidak boleh mengkotak-kotakan, masa organisasi yang membuat Surat Keputusan (SK) siapa yang boleh membuat Akta Koperasi dan siapa yang tidak boleh, karena itu adalah ranahnya jabatan," ujar Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.
Kemudian masalah honorarium, sambungnya, serahkan kepada masing-masing Notaris yang bersangkutan, walaupun ada angka. Karena dalam UUJN diatur untuk kepentingan dan bagi orang-orang yang tidak mampu, maka Notaris diwajibkan untuk membuatkan Akta secara gratis. Terkait dengan program pemerintah yang didukung oleh Notaris, maka Notaris juga harus memberikan angka yang seminimal mungkin.
"Saya ingin sampaikan, PP INI harus berperan aktif. Dulu sering kali PP INI bersama Kemenkumham turun ke berbagai daerah, menjelaskan kepada masyarakat mengenai kewenangan sebagai Notaris. Untuk target 80 ribu KDMP/KKMP, sedangkan jumlah Notaris di Indonesia sekitar 24 ribu. Saya sendiri bisa membuatkan Akta Koperasi sebanyak 20 Akta dalam satu hari, kalau tidak ada Akta yang lain. Kenapa saya tidak sebut Notaris bisa membuat Akta lebih dari 20, karena ada aturan dari Dewan Kehormatan Pusat (DKP) INI, dimana Notaris dibatasi dalam membuat Akta sebanyak 20 satu hari," katanya.
Menurut Refki Ridwan, bahwa proses pendirian koperasi sudah ada Petujuk Pelaksana (Juklak), dan biasanya paling ribet pada saat Akta Pendirian. Paling efektif itu adalah, rapat pendirian yang dilaksanakan oleh Musyawarah Desa (Musdes) atau Musyawarah Kelurahan (Muskel), masyarakat yang rapat. Apakah Notaris boleh hadir? Boleh hadir dan boleh tidak hadir. Kemudian hasil Musdes/Muskel itu memberikan Surat Kuasa kepada Ketua, Sekretaris dan Bendahara untuk menyampaikan hasil Musdes dan Muskel tentang pembentukan KDMP/KKMP di hadapan Notaris.
"Jadi hanya tiga orang yang datang ke kantor Notaris, mulai dari apa yang mendasari berdirinya KDMP/KKMP, ini terkait kewenangan bertindak berdasarkan Berita Acara hasil Musdes atau Muskel, dan aslinya itu dilekatkan pada Minuta Akta. Kalau mau lebih efektif lagi, dimana Notaris wajib membacakan Akta dari kepala sampai akhir Akta. Namun para pihak dibolehkan untuk membaca sendiri Akta tersebut. Hanya saja nanti disebutkan pada akhir Akta bahwa Akta tersebut dibaca sendiri oleh para pihak, dan setiap halaman Akta pada bagian bawah kanan, di paraf oleh para pihak dan ditulis juga di akhir Akta," terangnya.
Karena KDMP/KKMP sudah ada Inpresnya dan bukan hanya kepentingan dari Kemenkop saja, melainkan juga ada beberapa kementerian lain yang terkait. Kemenkum juga sudah pasti akan memback up terhadap skala prioritas tersebut, sehingga untuk pengecekan dan pemesanan nama tidak akan sulit, sehingga Notaris tinggal meng-input data untuk penerbitan SK saja, kurang lebih 7 menit selesai.
Masyarakat yang Tentukan Siapa Notaris dalam Pembuatan Akta Koperasi
Ketika disinggung mengenai pembuatan Akta Pendirian, dan apakah Notaris bisa membuat Akta pendirian koperasi yang bukan di daerahnya? Dimana karena satu Desa/Kelurahan hanya ada satu KDMP/KKMP. "Pasal 18 disebutkan, bahwa Refki Ridwan Notaris yang berkedudukan di Jakarta Utara dengan wilayah kerja di Propinsi DKI Jakarta. Sekarang kembalikan itu kepada masyarakat untuk menentukan siapa Notaris yang dia percaya untuk membuatkan Akta Pendirian. Jadi kita pilah ada yang menjadi kewenangan Notaris adalah ranahnya Notaris, dan ada juga yang menjadi ranahnya masyarakat Desa atau Kelurahan," kata Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.
Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa KDMP/KKMP semacam rangsangan yang dibuat pemerintah pusat kepada masyatakat, sehingga masyarakat diharapkan mau mendirikan KDMP/KKMP sesuai komoditas yang ada di Desa/kelurahan masing-masing. "Jadi, biarkan masyarakat Desa/Kelurahan yang akan menentukan sendiri kepada siapa Notaris yang akan membuatkan Akta Pendirian koperasinya," ujarnya.
Menurutnya, program tersebut perlu dikawal, karena banyak Notaris di daerah yang menjadi bingung, karena ada SK yang menentukan siapa saja yang boleh membuat Akta KDMP/KKMP, sedangkan SE dari Menkum sudah menghapus NPAK dan memboleh seluruh Notaris untuk membuat Akta KDMP/KKMP. "Seharusnya ada klarifikasi atau pemberitahuan dari organisasi dengan melibatkan banyak pihak, bukan hanya Pengwil saja, karena tidak semua bisa terjangkau oleh Pengwil dan tidak semua bisa di jangkau oleh Pengda. Kenapa? Karena sejujurnya komunikasi dan sosialisasi di dalam internal INI ini mandek alias macet," ungkapnya.
Website belum berjalan dan pengurusnya juga masih berantakan, sambungnya, maka dibutuhkan pihak-pihak dari pengurus untuk turun ke bawah untuk memberikan perkembangan dari waktu ke waktu. "Beberapa orang dari pengurus ditugaskan untuk menyebar-luaskan informasi, jangan disimpan saja. Padahal anggota wajib tahu dan mereka juga ingin tahu, bagaimana MoU-nya, sementara SE menghapuskan NPAK. Jadi, apa pun informasi yang seharusnya anggota tahu, sudah seharusnya disebar-luaskan kepada anggota yang ada di seluruh Indoensia, agar tidak menimbulkan permasalahan dan pertanyaan," tandas Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.