Minggu, 25 Mei 2025

Dilema Pendirian KDMP/KKMP di Kabupaten Pekalongan

Grosse, Pekalongan - Pemerintah Pusat melalaui Instruksi Presiden (Inpres) No.09 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP), dalam upaya mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan. Namun kenyataannya dilapangan masih ada oknum yang mencoba memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, seperti yang terjadi di Kabupaten Pekalongan. Dilematis memang melihat kenyataan tersebut, dimana satu pihak ingin memberikan dukungan dan support demi kesuksesan program pemerintah tersebut, namun ada pihak yang ingin memanfaatkan peluang demi keuntungan pribadi dan kelompoknya, yang justru menghambat kelancaran dalam pencapaian target sebanyak 80 ribu KDMP/KKMP se-Indonesia.

DR. Rindiana Larasati, SH, MKn
Notaris dan PPAT Kabupaten Pekalongan

Berdasarkan data yang berhasil Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV himpun, baik dari informasi, data tertulis maupun hasil wawancara, dimana terjadi beberapa permasalahan terkait pembuatan Akta KDMP/KKMP, salah satunya di Kabuopaten Pekalongan, dimana ada beberapa pihak yang masuk ke dalam ranah kewenangan Jabatan Notaris. Dimana kewenangan Jabatan Notaris, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2014 perubahan atas UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada Pasal 15 Ayat 1, jelas disebutkan bahwa;

"Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang".

Merujuk pada UUJN tersebut diatas, sangat jelas bahwa kewenangan Notaris dalam membuat Akta diatur dan tidak boleh pihak mana pun untuk mengatur mengenai pembuatan suatu Akta. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Notaris dan PPAT Jakarta Utara, Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, dimana tidak boleh ada yang mengatur siapa yang boleh membuat Akta KDMP/KKMP, dan siapa yang tidak boleh. "Hal tersebut jelas-jelas telah melanggar aturan yang ada di dalam UUJN, termasuk Pengurus Pusat (PP) Ikatan Notaris Indonesia (INI) jika menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh membuat Akta KDMP/KKMP, karena itu sudah masuk ke ranahnya jabatan," ujarnya tegas.

Berdasarkan data dan informasi yang MGD/GrosseTV peroleh, dimana di wilayah Jawa Tengah (Jateng), ada satu pihak (Bank Jateng) mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Notaris, dimana isinya mengenai Perjanjian Kerja Sama Pembuatan Akta Koperasi Desa Merah Putih, dengan Nomor Surat : 0219/PMS.04/109/2025 tertanggal 21 Mei 2025. Isinya antara lain; pada point 3. Notaris seperti pada point 2 harus melakukan PKS dengan Bank Jateng dengan persyaratan yang berlaku di Bank Jateng (terlampir).


Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan UU No.2 Tahun 2014 perubahan atas UU No.30 Tahun 2004, menurut Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, karena masyarakat desa atau kelurahan dapat menentukan kepada Notaris mana yang akan diminta untuk membuatkan Akta. "Selian itu, tidak boleh pihak luar masuk ke dalam ranah jabatan Notaris, apalagi ditentukan dengan persyaratan. Ini sudah salah dan tidak benar," jelasnya.

Ironisnya, surat yang dikeluarkan oleh Bank Jateng tersebut, karena merasa mendapat dukungan dari pihak Pemerintah Daerah. Hal tersebut terlihat dalam surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dengan nomor surat : 005.3.2/42/2025 perihal Percepatan Pembuatan Akta Pendirian Kopdes/Kel Merah Putih, yang isinya menekankan kepada penunjukan Notaris yang akan membuat Akta Pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

Tak pelak saja, hal tersebut mendapat penolakan dari Notaris-Notaris yang ada di Kabupaten Pekalongan, selain merasa kewenangannya selaku Notaris yang diatur dalam UUJN No.2 Tahun 2014 perubahan atas UU No.30 Tahun 2004, Pasal 15 Ayat 1. Selain itu, menurut DR. Rindiana Larasati, SH, MKn, Notaris dan PPAT Kabupaten Pekalongan, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melalui Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Bank Jateng telah melanggar dan bertentangan dengan aturan perundang-undangan, khusunya UU Jabatan Notaris.

Bahkan menurutnya, pada saat dirinya berinisiatif memberikan pembuatan Akta Pendirian KDMP/KKMP secara gratis, justru dirinya dipertanyakan karena dianggap bukan Notaris yang ditunjuk dalam pembuatan Akta Koperasi Merah Putih. "Saya baru membuat satu Akta KDMP secara gratis, dan saya justru dipermasalahkan karena katanya nama saya tidak ada di dalam nama-nama yang boleh membuat Akta KDMP. Padahal kan sudah sangat jelas dari Surat Edaran Kementerian Hukum (SE Kemenkum) No. AHU-AH.02-40 Tahun 2025, dimana intinya meminta kepada seluruh Notaris tanpa kecuali dapat memberikan layanan pendirian dan perubahan anggaran dasar KDMP/KKMP pada sistem Ditjen AHU," ungkapnya kepada MGD/GrosseTV saat dihubungi melalui telephone.

Lebih jauh lagi. Notaris yang akrab disapa Laras ini, menyampaikan bahwa dirinya menginisiatif dan mempelopori Gerakan Gratis Pendirian KDMP/KKMP, untuk menunjukan bahwa gerakan terbut bukan hanya sekedar layanan hukum biasa saja, melainkan juga sebuah perwujudan nyata dalam memberikan dukungan dan support terhadap program Presiden Republik Indonesia, Probowo Subianto. "Gerakan ini menawarkan pendampingan hukum dan formalitas pendirian koperasi desa secara cuma-cuma, tujuannya untuk memperdayakan ekonomi akar rumput, serta menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam wadah ekonomi legal," paparnya.

Pada akhirnya, sambung Laras, gerakan ini berkontribusi langsung pada kesejahteraan masyarakat desa. "KDMP/KKMP diharapkan menjadi pilar ekonomi lokal yang kokoh, mendorong kemandirian, serta menciptakan lapangan pekerjaan di pedesaan," tukasnya seraya menyampaikan bahwa dirinya bersama rekan-rekan Notaris di Pekalongan mengambil langkah pro-aktif, guna menunjukan bahwa profesi hukum pun memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa dan negara.

"Bisa Tidak Buku Elektronik Dijadikan Alat Bukti"

Grosse, Jakarta - Berkembangnya tehnologi di Indonesia, sangat mempengaruhi disemua sektor, termasuk juga di bidang pertanahan. Saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia (RI) telah mengembangkan peralihan sertipikat yang awalnya dalam bentuk buku (analog), dialihkan menjadi bentuk elektronik dengan menggunakan sistem barcode. Namun demikin, masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Kementerian ATR/BPN RI, dimana sampai saat ini, belum ada titik temu dalam diskusi dengan pihak penegak hukum dan pengadilan. "Masih terjadi debat, bisa tidak buku-buku elektronik dijadikan alat bukti," ungkap DR. H. Muhallis, SSiT, MH, Plt. Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Jakarta Selatan kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV saat ditemui di ruang kerjanya.

DR. H. Muhallis, SSiT, MH
Plt. Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan

Menurut Plt Kakantah Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa dirinya adalah produk lama, karena dirinya masuk di BPN pada tahun 1997 yang lalu. "Kalau sekarang banyak peraturan-peraturan baru, makanya sebenarnya saya sudah masuk dalam zaman BPN modern. Karena saat ini telah banyak perubahan dan perkembangan, dan pastinya menyangkut penggunaan teknologi, dikenal dengan istilah sistem. Termasuk juga peraturan baru mengenai pengukuran dengan menggunakan tehnologi," paparnya mengawali percakapan dengan MGD/GrosseTV.

Lebih lanjut lagi, Muhallis menyampaikan bahwa dahulu dalam pengukuran itu masih menggunakan sistem sederhana, belum tersedia sarana peta. "Jadi untuk pengikatan dalam pengukuran itu, kita masih menggunakan pengikat alam, misalnya pohon. Berbeda dengan sekarang, sudah dibuatkan titik ikat sendiri, sehingga tidak bisa lagi bergeser, hal itu saya alami saat masih sekolah di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional tahun 1998," ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, cara pengukuran pun semakin berkembang, tambah Plt Kantah Jakarta Selatan, dimana saat ini sudah memakai stasiun yang lebih canggih, yaitu dengan menggunakan metode satelit. "Jaman saya dulu, masih sulit, setelah mengukur harus lagi menghitung pakai kalkulator, kadang semalaman tidak rampung-rampung," ungkapnya menceritakan pengalamannya, seraya menyampaikan bahwa BPN saat ini telah memasuki masa tehnologi, termasuk dalam sistem penyimpanan sertipikat.

Perkembangan teknologi, menurutnya bahwa BPN pun harus mengikutinya dengan peraturan-peraturan mengenai hal tersebut, sehingga kedepan BPN akan semakin maju. "Saat ini BPN sudah menggunakan sistem digitalisasi, ini menunjukan bahwa BPN sudah menuju kepada sistem yang semakin maju. Tentu diharapkan dengan adanya hal ini, akan semakin mempermudah, kalau dulu pakai sistem manual dan banyak kekurangannya. Contoh, kalau ada masalah, dulu sulit sekali cari buku tanah, bahkan terkadang tidak ketemu. Sekarang sudah era digitalisasi, sehingga memudahkan dalam mencari buku tanah yang dibutuhkan," terangnya.

Namun demikian, sambung DR. H. Muhallis, SSiT, MH, perkembangan teknologi di era digitalissi ini memang masih ada sedikit persoalan terkait dengan undang-undang. "Bila terjadi masalah hukum, karena belum ada kesepakatan yang disepakati, antara BPN dengan pihak penegak hukum dan juga pengadilan dalam rangka pembuktian. Dan sampai saat ini, masih menjadi perdebatan, apakah bisa atau tidak bisa, buku-buku elektronik dijadikan alat bukti," paparnya.

Sebelum mengakhiri percakapan dengan MGD/GrosseTV Plt Kakantah Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa masalah aturan itu harus banyak perdebatan, karena tidak ada perdebatan, maka tidak ada masukan. "Dengan adanya perdebatan, baik dengan penegak hukum maupun pengadilan atau juga pihak-pihak terkait, tentu akan banyak hal yang disampaikan dan itu bisa menjadi masukan dan referensi untuk perbaikan kedepan, sehingga BPN bisa semakin maju lagi," tandasnya.

"Salah Satu Calon Ketua Pengda Jakarta Pusat IPPAT, Diduga Langgar Perkum"

Grosse, Jakarta - Pelaksanaan Konferensi Daerah (Konferda) Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) sudah berakhir, dan terpilih Irma Bonita, SH, SpN, sebagai Ketua Pengda Jakarta Pusat IPPAT periode 2024 -2027. Namun, salah satu kandidat, SH Leoprayogo, SH, SpN, menganggap bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Perkumpulan (Perkum) No.1 Tahun 2023 Pasal 8 Ayat 1, yaitu syarat calon formatur Ketua Pengda IPPAT adalah anggota biasa yang telah menjabat sekurang-kurangnya 5 tahun dan selama masa jabatannya masih aktif sebagai PPAT, tidak melebihi usia 65 tahun.

SH Leoprayogo, SH, SpN
Notaris dan PPAT Jakarta Pusat

"Saya melaporkan adanya pelanggaran dan keberatan terhadap penyelenggaraan Konferda Pengda IPPAT Jakarta Pusat, 08 Mei 2025, adanya pelanggaran. Ayat 3 itu isinya senantiasa mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Perkumpulan serta Kode Etik," ungkapnya kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV, saat ditemui di kawasan Jakarta, Sabtu 18 Mei 2025.

Lebih lanjut lagi, pria yang menjadi salah satu kandidat dalam pemilihan Ketua Pengda Jakarta Pusat IPPAT di Konferda ini, menyampaikan bahwa dirinya baru mempelajari kembali video pelaksanaan konferda. "Setelah saya pelajari, IB lahir pada 30 April 1962, jadi melewati masa jabatannya, kalau dia menjabat 3 tahun sudah melewati 65 tahun. Jadi saya melaporkan keberatan terhadap hasil konferda tersebut ke Mahmakah Perkumpulan (MP) pada 14 Mei 2025 secara resmi ke Sekretariat PP IPPAT," paparnya.

Proses laporan keberatan yang disampaikan ke MP melalui Sekretariat PP IPPAT, sambung pria yang akrab disapa Leo, mendapat respon cepat dan langsung mendapat jadwal sidang pada tanggal 17 Mei 2025. "Saya mengapresiasi kinerja dari MP yang cepat tanggap, dan juga kepada PP IPPAT yang telah membentuk MP, sehingga permasalahan yang terjadi bisa diselesaikan di internal saja, tanpa harus dibawa keluar," katanya.

Ketika disinggung mengenai hasil sidang yang digelar oleh MP, Leo menyampaikan bahwa pada awalnya semua pihak masuk sebagai peserta di zoom yang diselenggarakan oleh MP. "Pemeriksaan yang dilakukan MP pun saya apresisasi, karena tidak perlu kita dapat jauh-jauh ke Sekretariat PP IPPAT untuk sidang, tapi cukup melalui zoom. Setelah dijelaskan oleh MP prosesnya, kemudian kami diminta untuk left terlebih dahulu, baru nanti akan diundang kembali satu persatu," terangnya.

Menurutnya, siapa yang dipanggil pertama dan apa yang ditanyakan, dirinya tidak mengetahui. "Saya tahunya, saya diundang paling terakhir untuk dimintai keterangan, saya pun menyampaikan apa adanya seperti yang saya sampaikan melalui surat laporan ke MP. Saya berharap MP dapat menegakan aturan sesuai yang ada di dalam Perkum, sehingga kedepa, organisasi IPPAT bisa semakin jaya," tandas Leo.

"Organisasi Jangan Tipis Kuping, Mau Terima Kritik dan Saran dari Anggota"

Grosse, Jakarta - Mengeluarkan isi pikiran dan pendapat, menurut Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jakarta Selatan, Dhanica Vania, SH, MKn, diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sehingga siapa pun boleh menyampaikannya. "Namun kebebasan kita berpendapat, ada batasannya. Karena ada perundangan yang harus kita perhatikan dalam mengeluarkan pendapat, jadi bebas tidak sebebas-bebasnya," ujarnya saat ditemui Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV di kawasan Jakarta Selatan, Jum'at 16 Mei 2025.

Dhanica Vania, SH, MKn
Notaris dan PPAT Jakarta Selatan

Lebih lanjut lagi, Dhanica Vania, SH, MKn, menyampaikan bahwa perkembangan demokrasi di-Indonesia sejauh ini sudah sangat baik, hanya saja perlu memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga tidak melebihi batasan. "Tidak boleh asal bicara tanpa memikirkan peraturan perundangan, Boleh mengkritik, tapi dengan batasan-batasan yang ada, intinya kita bebas berpendapat, tapi sesuai dengan kaidah yang berlaku," paparnya.

Ketika disinggung mengenai anggota dalam mengkritisi pimpinan dalam sebuah organisasi, wanita yang akrab disapa Vania, mengatakan bahwa hal tersebut boleh saja dilakukan. "Boleh mengkritisi, bahkan pimpinan negara pun bisa kita kritisi, tapi dalam menyampaikannya harus dengan baik dan santun. Karena kita ini orang Timur, jadi kita harus menyampaikan pendapat dengan santun, sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia," katanya.

Demokrasi di Indonesia kini sudah semakin berkembang, sambungnya, ditambah lagi dengan kemajuan tehnologi, seperti media sosial. "Sekarang kita bisa mengkritisi presiden secara langsung dengan adanya media sosial, namun kembali lagi dalam penyampaiannya harus sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia. Jadi Netizen harus diberikan literasi yang baik dalam menyampaikan pendapat, agar tidak ada pelanggaran Undang-Undang ITE," ungkap Vania.

Saat ditanya mengenai organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), dimana anggota melalui media sosial kerap kali menyampaikan kritikannya. Dhanica Vania, SH, MKn, menyampaikan bahwa hal tersebut bagian dari demokrasi, jadi boleh saja anggota menyampaikan pendapat dan kritikan melalui media apa saja, bila tidak dapat menyampaikan secara langsung kepada pengurus.

"Organisasi, menurut saya, harus mengayomi dan melindungi. Lebih dari itu, organisasi juga seharusnya memberikan pemahaman kepada anggota, agar anggota dapat menjalankan kewenangan jabatannya selaku Notaris dan PPAT dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Begitu juga ketika anggota sedang menghadapi masalah, maka organisasi harus hadir memberikan solusi dan jalan keluarnya," paparnya.

Lebih lanjut lagi, Vania mengutarakan, bahwa alangkah baiknya jika sebelum anggota menghadapi masalah, organisasi sudah turun guna mengawasi dan membimbing, serta membina, sehingga sedikit banyaknya anggota dapat menghindari permasalahan saat di lapangan. "Kembali lagi, saya menyampaikan ini bukan ada maksud apa-apa, hanya untuk menyampaikan pendapat. Kalau organisasi tidak anti kritik, dan mau menampung saran dan pendapat dari anggota, saya yakin organisasi akan semakin maju dan mendapat dukungan dari anggota dimana pun berada," tukasnya mengakhiri percakapan dengan MGD/GrosseTV.

Sabtu, 24 Mei 2025

Kembalikan Kepada Masyarakat untuk Menentukan Notaris dalam Pembuatan Akta Koperasi

Grosse, Jakarta - Adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indoensia (PP INI) dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop), serta dikeluarkannya Surat Edaran (SE) oleh Menteri Hukum (Menkum) Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI). Tak pelak saja membuat kebingungan di kalangan Notaris dalam hal pembuatan Akta Koperasi, karena satu sisi adanya SK dari PP INI yang berisikan nama-nama Notaris yang ditunjuk untuk membuat Akta Koperasi berdasarkan sertipikat NPAK, namun satu sisi lagi Kemenkum membuka pintu seluas-luasnya kepada seluruh Notaris untuk dapat berperan dalam mensukseskan Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Berikut ini, Bincang Santai GrosseTV bersama Refki Ridwan, SH, MBA, SpN dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di kalangan Notaris dalam rangka mendukung dan mensupport program percepatan pembentukan KDMP/KKMP.

Refki Ridwan, SH, MBA, SpN
Notaris dan PPAT Jakarta Utara

Bicara mengenai koperasi, menurut pria yang akrab disapa Eki, menyampaikan bahwa hal tersebut sangat menarik, karena koperasi sudah seharusnya menjadi prioritas dari negara. "Koperasi itu sudah ada sejak sebelum Indoenesia merdeka, bahkan koperasi merupakan sesuatu yang mengakar ke masyarakat dan ini berbeda dengan badan hukum lainnya. Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia, menjadikan koperasi sebagai skala prioritas dalam rangka pembangunan perekonomian masyarakat," ujarnya mengawali perbicangan dengan Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV.

Sayangnya, dari waktu ke waktu, pertumbuhan koperasi ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan saat ini koperasi kembali menjadi program pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, tentang Percepatan Pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). "Lika liku koperasi menarik untuk didiskusikan, terutama setelah dikeluarkannya Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dimana pernah lahir koperasi yang berbadan hukum namun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkapnya.

Koperasi mempunyai semangat yang berbeda, dan jika pemerintah menjadi koperasi sebagai skala prioritas dalam membangun perekonomian kerakyatan, merupakan langkah baik dan tentunya harus di dukung dan di support oleh semua pihak, salah satunya oleh Notaris. "Notaris mempunyai kewenangan untuk membuatkan Akta Pendirian Koperasi, dan Notaris baru mempunyai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) pada tahun 2004, yaitu UU No.30 Tahun 2004. Sebelumnya Notaris masih ikut aturan di Staatsblad Nomor 3 Tahun 1860. Menariknya, sejak adanya aturan tentang pemerintah daerah, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang Mengatur Otonomi Daerah di Indonesia, keberadaan koperasi mulai agak pudar," terang Eki.

Lebih lanjut lagi, Notaris dan PPAT Jakarta Utara ini, menyampaikan pengalamannya saat bertugas di Kabupaten Karawang, dimana dalam pendirian koperasi yang berkaitan dengan anggaran dasar koperasi, sering kali masyarakat dibantu oleh Dinas Koperasi (Dinkop) di Kabupaten/Kota atau Propinsi. "Waktu saya membuatkan Akta Koperasi di Kabupaten Karawang, kemudian oleh pendirinya ini didaftarkan ke Departemen Koperasi untuk mendapatkan registrasi. Pegawai kantor koperasi yang menerima salinan Akta, meminta kepada pendiri koperasi untuk memanggil Notaris, karena mau ketemu," paparnya mengawali cerita.

Kebetulan waktu di Karawang, sambungnya, karena dekat dengan kantor Dinkop, maka datang untuk memenuhi undangan. "Ketika saya melihat salinan Akta Pendirian Koperasi, itu sudah dicoret-coret. Kaget tapi saya tidak marah, sambil tersenyum geli lalu saya menjelaskan. Pertama yang dicoret pada Akta Pendirian Koperasi, mengenai tanda tangan, karena hanya ada tanda tangan Refki Ridwan saja selaku Notaris. Kedua pada Pasal 1, terkait kedudukan koperasi atau domisili, memang saya hanya memuat kedudukan Koperasi di Kabupaten Karawang saja. Menurut karyawan kantor koperasi, bahwa harus dituliskan alamat lengkap sampai kode posnya. Hal tersebut, dikarenakan ketidak-pahaman dan ketidak-tahuan dari karyawan kantor koperasi mengenai Akta Notaris," papar Refki Ridwan.


Lahirnya Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK)

Saat lahirnya UU Otonomi Daerah, banyak daerah-daerah yang tidak lagi mempunyai Departemen Koperasi, baik yang ada di Kabupaten/Kota maupun di Propinsi, bahkan koperasi digabung dengan Dinas Pendidikan atau dinas lainnya. "Jadi beda-beda disetiap daerah, sehingga menjadi permasalahan bagi koperasi yang sudah ada, begitu juga permasalahan bagi koperasi yang akan merubah anggaran dasar, atau yang akan mendirikan koperasi," jelas Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.

Dalam UU No.25 Tahun 1992, dalam mendirikan koperasi minimal harus ada 20 orang, kemudian diubah menjadi 9 orang. Meskipun demikian, sejak otonomi daerah, tidak ada lagi koperasi di Kabupaten dan Propinsi. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi (Kemenkop) melakukan evaluasi karena banyaknya permasalahan di lapanagan, lalu melakukan hal terkait berkaitan dengan eksistensi koperasi, karena koperasi seharusnya menjadi soko guru karena berbasis perekonomian kerakyatan.

Koperasi itu didirikan dari, untuk dan bagi rakyat, terutama masyarakat setempat, bukan sebagai kumpulan modal yang orientasinya profit. "Pada masa Harun Kamil sebagai Ketua Umum PP INI dan kemudian Tien Norman Lubis, saya mengikuti perkembangan dunia koperasi. Kalau tidak salah, lahirnya Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK), sebelum lahirnya UUJN. Dan, waktu itu ada komunikasi dan diskusi antara Kemenkop dengan organisasi, lahirlah NPAK. Semangatnya adalah untuk mempercepat, memangkas birokrasi dan menjadikan berbiaya murah, serta waktu yang cepat," terangnya.

Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) saat itu punya Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), setelah UUJN lahir. "Kemudian Notaris-Notaris yang diberikan kewenangan untuk membuat Akta Kopaerasi, adalah Notaris yang sudah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan tentang Koperasi, kemudian mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Menteri Koperasi (Menkop), sebagai NPAK," ungkapnya.

Masa Adrian Djuani, SH, SpN, selaku Ketua Umum PP INI, ada peralihan, dimana sebelumnya untuk membuat Koperasi itu melalui website yang ada di Kemenkop yaitu SABH Koperasi (Sistem Adminstrasi Badan Hukum Koperasi), lalu dipindahkan ke Kemenkumham. "Kalau tidak salah, di masa Dirjen AHUnya itu Fredy Harris. Sehingga, hal ini sangat memudahkan, hanya sayangnya perkembangan koperasi ini naik dan turun, bahkan masyarakat lebih senang mendirikan PT dan CV ketimbang mendirikan koperasi," tukasnya.


Notaris Tidak Boleh Menolak untuk Membuatkan Akta

Bicara soal KDMP?KKMP, peranan Notaris seperti yang ada di Pasal 15 UU No. 2 Tahun 2014 perubahan dari UU No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris diberikan kewenangan untuk membuatkan Akta-Akta, sepanjang kewenangan tersebut tidak diberikan kepada orang atau pihak lain. Pendirian koperasi adalah usaha yang berbadan hukum, dan masyarakat membutuhkan semacam alat bukti, tentang pendiriannya yang dituangkan dalam anggaran dasar yang dibuat dihadapan Notaris.

"Jadi Notaris itu sangat berperan dalam program pembentukan KDMP/KKMP bagi masyarakat yang ada di tataran paling bawah. Tentunya Notaris seharusnya menyambut baik program tersebut, jadi bukan hanya memikirkan nanti dapat kebagian untuk membuat Akta Pendirian KDMP/KKMP saja. Peran serta Notaris mnejadi penting, selain kewenangan yang ada di Pasal 15 yang menjadi kewajiban bagi Notaris. Dan, Notaris itu tidak boleh menolak, karena ada di kawan-kawan yang tidak mau membuat Akta KDMP/KKMP, itu tidak boleh," papar Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.

Berdasarkan UUJN, bahwa tidak boleh ada penolakan dari Notaris untuk membuatkan Akta, seperti yang terdapat dalam Pasal 16 Kewajiban Notaris untuk membuatkan Akta, sepanjang persyaratanya sudah terpenuhi. "Jadi tidak boleh ada kata menolak, sepanjang kewenangan itu diberikan kepada Notaris. Mengenai adanya NPAK, kita lihat sejarah, sebelum UUJN lahir, NPAK sudah digagas sebelumnya. Dan, hukum itu berkembang, tentu pemerintah sudah melihat dengan berbagai macam pertimbangan dan analisis serta kajian akademis dan seterusnya," paparnya.

Lebih jauh lagi, Eki mengutarakan bahwa pada prinsipnya harus mengembalikan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa. "Kalau yang dimaksud adalah NPAK dan tidak NPAK, saya kira NPAK itu adalah masa lalu, terlebih lagi sudah diatur dalam Pasal 15. Kecuali ada UU lain yang mengatur, seperti lelang yang ada Lex Spesialisnya. Kalau koperasi itu badan usaha yang kemudian prosesnya berbadan hukum. Kewenangan itu diberikan oleh Kemenkumham dan sekarang menjadi Kemenkum, dimana memberikan kewenangan kepada Notaris, Jadi Notaris seharusnya tidak terkotak-kotak, dan sudah seharusnya hal ini menjadi skala prioritas kawan-kawan yang ada di PP INI," ujarnya.


Kritikan dan Saran untuk MoU antara PP INI dengan Kemenkop

Adanya program Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP, dan kemudian ada MoU antara PP INI dengan Kemenkop. Menurut Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, bahwa dirinya mengapresiasi kepada PP INI yang telah mengambil langkah-langkah dalam rangka mendukung dan mensupport program tersebut. Namun setelah dirinya membuka dan membaca MoU, ternyata ada beberapa kekeliruan. "Ini saran dan kritikan, saya tidak ada maksud apa-apa, dan kalau memang ada yang kurang baik, mari kita perbaiki bersama," tukasnya menanggapi MoU.

Menurutnya, PP INI adalah organisasi yang mempunyai aturan, termasuk juga dengan kewenangan bertindak. "Saya melihat sekilas, dimana yang menanda-tangani mewakili PP INI adalah Irfan Ardiansyah selaku Ketua Umum. Ini salah, dan saya sebut saja salah. Kenapa? Karena kewenangan bertindak yang diatur dalam Anggaran Dasar INI, yang dapat mewakili dalam kewenangan bertindak itu adalah Ketua Umum dan Sekretaris, dan jika Ketua Umum berhalangan, maka dapat diwakili oleh Dua Orang Ketua Bidang dan Sekretaris," terangnya.

Seperti halnya dalam Perseroan Terbatas (PT), sambung Eki, dimana kewenangan bertindak dari direksi juga dibatasi oleh hal-hal tertentu, biasanya ada di Pasal 12 Anggaran Dasar. Direktur bertindak atas persetujuan dari Dewan Komusaris atau Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). "Kalau di PP INI, Pengurus Wilayah (Pengwil) dan termasuk juga Pengurus Daerah (Pengda), yang mewakili perkumpulan, harus Ketua Umum dan Sekretaris Umum, atau Dua Ketua Bidang dan Sekretaris," jelas Refki Ridwan.

Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa kewenangan bertindak atas nama organisasi, dan organisasi punya aturan main, ada Anggaran Dasar. "Maaf sebelumnya, ini bukan untuk menyalah-nyalahkan, tapi seharusnya tata kelola organisasi INI berdasarkan aturan yang ada. Berikutnya, saya apresiasi adanya kerjasama antara organisasi dengan Kemenkop, dan saya juga berharap ada juga kerjasama dengan kementerian-kementerian yang lainnya, untuk melakukan hal yang sama," katanya.

Ada batasan organisasi untuk tidak masuk ke ranah jabatan, menurutnya, organisasi punya anggota, yaitu anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI). "Ini bukan dalam ranah jabatannya, maksudnya adalah kalau PP INI sudah mengkotak-kotakan, misalnya yang berkaitan dengan KDMP/KKMP, semua harus lewat PP INI. Kemudian bukan hanya sebatas siapa yang nanti akan diputuskan boleh membuat Akta Koperasi dan yang tidak, apalagi kalau sudah menyangkut masalah honorarium, misalnya, ini tidak boleh. Secara pribadi saya bilang ini tidak boleh dan saya tidak setuju, karena ada kaitannya dengan Jabatan Notaris," tandasnya.

Jabatan Notaris sudah diatur dalam UU No.2 Tahun 2014 sebagaimana perubahan UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, lanjutnya, sudah ada kebijakan yang diambil oleh Kemenkum melalui Surat Edaran tahun 2025 yang menhapus NPAK, "Inilah yang benar dan seharusnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Jadi organisasi diwakili oleh PP INI, Ketua Umum dan Sekretaris Umum, buatlah MoU, kemudian mensosialisasikan tapi tidak langsung memutuskan. Karena, ada tanggung jawab dan amanah dari hasil Kongres atau Kongres Luar Biasa (KLB), yaitu harus taat azas," paparnya.


Satu Hari Notaris Boleh Membuat 20 Akta

Berdasarkan Inpres, ada target yang harus dicapai, yaitu terbentuknya 80 ribu KDMP/KKMP di seluruh Indonesia pada bulan Juni. "Jadi untuk masalah MoU itu, seharusnya di revisi dan ditanda-tangani ulang. Dan, saran saya, kalau mewakili PP INI, maka yang menandatangani itu Ketua Umum dan Sekretaris Umum. Kedua, tidak boleh mengkotak-kotakan, masa organisasi yang membuat Surat Keputusan (SK) siapa yang boleh membuat Akta Koperasi dan siapa yang tidak boleh, karena itu adalah ranahnya jabatan," ujar Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.

Kemudian masalah honorarium, sambungnya, serahkan kepada masing-masing Notaris yang bersangkutan, walaupun ada angka. Karena dalam UUJN diatur untuk kepentingan dan bagi orang-orang yang tidak mampu, maka Notaris diwajibkan untuk membuatkan Akta secara gratis. Terkait dengan program pemerintah yang didukung oleh Notaris, maka Notaris juga harus memberikan angka yang seminimal mungkin.

"Saya ingin sampaikan, PP INI harus berperan aktif. Dulu sering kali PP INI bersama Kemenkumham turun ke berbagai daerah, menjelaskan kepada masyarakat mengenai kewenangan sebagai Notaris. Untuk target 80 ribu KDMP/KKMP, sedangkan jumlah Notaris di Indonesia sekitar 24 ribu. Saya sendiri bisa membuatkan Akta Koperasi sebanyak 20 Akta dalam satu hari, kalau tidak ada Akta yang lain. Kenapa saya tidak sebut Notaris bisa membuat Akta lebih dari 20, karena ada aturan dari Dewan Kehormatan Pusat (DKP) INI, dimana Notaris dibatasi dalam membuat Akta sebanyak 20 satu hari," katanya.

Menurut Refki Ridwan, bahwa proses pendirian koperasi sudah ada Petujuk Pelaksana (Juklak), dan biasanya paling ribet pada saat Akta Pendirian. Paling efektif itu adalah, rapat pendirian yang dilaksanakan oleh Musyawarah Desa (Musdes) atau Musyawarah Kelurahan (Muskel), masyarakat yang rapat. Apakah Notaris boleh hadir? Boleh hadir dan boleh tidak hadir. Kemudian hasil Musdes/Muskel itu memberikan Surat Kuasa kepada Ketua, Sekretaris dan Bendahara untuk menyampaikan hasil Musdes dan Muskel tentang pembentukan KDMP/KKMP di hadapan Notaris.

"Jadi hanya tiga orang yang datang ke kantor Notaris, mulai dari apa yang mendasari berdirinya KDMP/KKMP, ini terkait kewenangan bertindak berdasarkan Berita Acara hasil Musdes atau Muskel, dan aslinya itu dilekatkan pada Minuta Akta. Kalau mau lebih efektif lagi, dimana Notaris wajib membacakan Akta dari kepala sampai akhir Akta. Namun para pihak dibolehkan untuk membaca sendiri Akta tersebut. Hanya saja nanti disebutkan pada akhir Akta bahwa Akta tersebut dibaca sendiri oleh para pihak, dan setiap halaman Akta pada bagian bawah kanan, di paraf oleh para pihak dan ditulis juga di akhir Akta," terangnya.

Karena KDMP/KKMP sudah ada Inpresnya dan bukan hanya kepentingan dari Kemenkop saja, melainkan juga ada beberapa kementerian lain yang terkait. Kemenkum juga sudah pasti akan memback up terhadap skala prioritas tersebut, sehingga untuk pengecekan dan pemesanan nama tidak akan sulit, sehingga Notaris tinggal meng-input data untuk penerbitan SK saja, kurang lebih 7 menit selesai.


Masyarakat yang Tentukan Siapa Notaris dalam Pembuatan Akta Koperasi

Ketika disinggung mengenai pembuatan Akta Pendirian, dan apakah Notaris bisa membuat Akta pendirian koperasi yang bukan di daerahnya? Dimana karena satu Desa/Kelurahan hanya ada satu KDMP/KKMP. "Pasal 18 disebutkan, bahwa Refki Ridwan Notaris yang berkedudukan di Jakarta Utara dengan wilayah kerja di Propinsi DKI Jakarta. Sekarang kembalikan itu kepada masyarakat untuk menentukan siapa Notaris yang dia percaya untuk membuatkan Akta Pendirian. Jadi kita pilah ada yang menjadi kewenangan Notaris adalah ranahnya Notaris, dan ada juga yang menjadi ranahnya masyarakat Desa atau Kelurahan," kata Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.

Lebih jauh lagi, Eki menyampaikan bahwa KDMP/KKMP semacam rangsangan yang dibuat pemerintah pusat kepada masyatakat, sehingga masyarakat diharapkan mau mendirikan KDMP/KKMP sesuai komoditas yang ada di Desa/kelurahan masing-masing. "Jadi, biarkan masyarakat Desa/Kelurahan yang akan menentukan sendiri kepada siapa Notaris yang akan membuatkan Akta Pendirian koperasinya," ujarnya.

Menurutnya, program tersebut perlu dikawal, karena banyak Notaris di daerah yang menjadi bingung, karena ada SK yang menentukan siapa saja yang boleh membuat Akta KDMP/KKMP, sedangkan SE dari Menkum sudah menghapus NPAK dan memboleh seluruh Notaris untuk membuat Akta KDMP/KKMP. "Seharusnya ada klarifikasi atau pemberitahuan dari organisasi dengan melibatkan banyak pihak, bukan hanya Pengwil saja, karena tidak semua bisa terjangkau oleh Pengwil dan tidak semua bisa di jangkau oleh Pengda. Kenapa? Karena sejujurnya komunikasi dan sosialisasi di dalam internal INI ini mandek alias macet," ungkapnya.

Website belum berjalan dan pengurusnya juga masih berantakan, sambungnya, maka dibutuhkan pihak-pihak dari pengurus untuk turun ke bawah untuk memberikan perkembangan dari waktu ke waktu. "Beberapa orang dari pengurus ditugaskan untuk menyebar-luaskan informasi, jangan disimpan saja. Padahal anggota wajib tahu dan mereka juga ingin tahu, bagaimana MoU-nya, sementara SE menghapuskan NPAK. Jadi, apa pun informasi yang seharusnya anggota tahu, sudah seharusnya disebar-luaskan kepada anggota yang ada di seluruh Indoensia, agar tidak menimbulkan permasalahan dan pertanyaan," tandas Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.


Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih Butuh Libatkan Banyak Elemen

Grosse, Bandung - Kalangan Notaris di Indonesia saat ini tengah sibuk memberikan dukungan dan support terhadap program percepatan pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP), baik dari tingkat Pusat, Wilayah hingga Daerah, terlebih lagi sudah ditanda-tanganinya MoU antara Kementerian Koperasi (Kemenkop) dengan Pengurus Pusat (PP) Ikatan Notaris Indonesia (INI), serta dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Kementerian Hukum (Kemenkum) Nomor : AHU-AH.02-40 Tahun 2025. Menurut Ketua Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat (Jabar) Ikatan Notaris Indonesia (INI), DR. H. Dhoddy AR Widjadjaatmadja, SH, SpN, mengungkapkan bahwa program pemerintah tersebut melibatkan banyak elemen, baik dari pihak kementerian, pemerintah daerah maupun kalangan Notaris.

DR. H. Dhoddy AR Widjadjaatmadja, SH, SpN
Ketua Pengwil Jawa Barat Ikatan Notaris Indonesia

Menurut Ketua Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat (Jabar) Ikatan Notarsi Indonesia (INI), DR. H. Dhoddy AR Widjadjaatmadja, SH, SpN, bahwa sesuai dengan apa yang sudah disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI), DR. H. Widodo, SH, MH, program KDMP/KKMP, secara khusus merupakan program pemerintah pusat yang disampaikan Presiden RI melalui Instruksi Presiden (Inopres) Nomor : 9 Tahun 2025.

"Untuk itu kita (Notaris) mendukung dan mensupport program tersebut, tentunya dengan akselerasi tingkat tinggi, karena ada jangka waktu atau time line yang telah ditentukan," ungkapnya mengawali percakapan dengan Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV, saat ditemui di kawasan Jakarta, Selasa 13 Mei 2025.

Bicara Inpres 9 Tahun 2025, sambungnya, merupakan program percepatan perekonomian kerakyatan, karena di dalam program tersebut melibatkan seluruh instansi dan stackholder, tidak hanya satu kementerian dan bukan hanya kementerian koperasi saja yang terlibat. "Melainkan banyak kementerian dan pemerintahan daerah, termasuk juga Notaris. Ini ibarat musikal yang melibatkan banyak instrumen, sehingga menghasilkan irama yang enak untuk di dengar dan dinikmati," ujarnya.

Program KDMP/KKMP, sudah pasti berhubungan dengan Notaris dan Kemenkum, karena apa yang akan dilakukan mengarah kepada subjek hukum, yaitu badan hukum koperasi. Dan, karena sasarannya koperasi, sehingga tidak terlepas dari Kemenkop, melalui Dinas Koperasi (Dinkop)."Desa/Kelurahan yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 74.961 Desa dan 8.506 Kelurahan, sehingga totalnya sekitar 83.467, makanya presiden menargetkan sekitar 80 ribu koperasi yang akan didirikan diseluruh Indonesia melalui Desa dan Kelurahan," kata Ketua Pengwil Jabar INI.

KDMP/KKMP spesifikasinya khusus, sambung DR. H. Dhoddy AR Widjadjaatmadja, SH, SpN, dan tidak seperti koperasi pada umumnya. Sebab bicara koperasi berarti tidak terlepas dari Undang-Undang (UU) No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Lembaga koperasi pada akhirnya menjadi konstruksi hukum dan badan hukum yang merupakan kewenangan dari Kemenkum untuk mengeluarkan Surat Keterangan (SK) sehingga menjadi koperasi berbadan hukum.

"Untuk mendapatkan legalitas tersebut, maka harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Tapi, kalau kita bicara UU No.25 Tahun 1992, itu kan tidak bicara tentang Akta Otentik atau Akta Notaris. Disinilah perlu pemahaman dari seluruh stackholder, mengenai apa itu koperasi. Jika ingin mempunyai status hukum, maka koperasi sebagai lembaga harus mempunyai badan hukum terlebih dahulu, oleh karena itu koperasi harus didirikan dengan Akta Notaris. Setelah itu, baru disahkan melalui AHU Online Kemenkum untuk mendapatkan SK," terang pria yang akrab disapa Kang Dhoddy.


Ada Tiga Bentuk Koperasi dalam Program KDMP/KKMP

Menurut Kang Dhoddy, bahwa dalam Inpres No.9 Tahun 2025, ada tiga point dalam koperasi, yaitu Pendirian, Perubahan dan Revitalisasi. Sehingga membuka peluang bagi masyarakat luas dalam mendirikan koperasi, apakah membuat baru koperasi, perubahan koperasi atau revitalisasi koperasi. "KDMP/KKMP ini bukan seperti koperasi pada umumnya, dan sudah ada aturan mainnya dalam Petunjuk Pelaksana (Juklak), sesuai SE Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal Nomor : 6 Tahun 2025, tentang Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pembentukan KDMP," paparnya.

Terkait dengan jumlah Notaris yang ada di satu Kabupaten/Kota, jika dibandingkan dengan jumlah Desa atau Kelurahan ada yang tidak sebanding. Lalu bagaimana dengan pembagian dalam pembuatan Akta koperasi bagi Notaris yang ada di Kabupaten/Kota tersebut, menurut Kang Dhoddy, bahwa pemerintahan daerah juga harus terlibat dalam program KDMP/KKMP tersebut. "Salah bagian dari program KDMP/KKMP, adalah Kemenkop. Kementerian tersebut telah melakukan pelatihan dan pendidikan khusus tentang koperasi, dengan istilah Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK)," katanya.

Lebih lanjut lagi, Ketua Pengwil Jabar INI, menyampaikan bahwa sebenatnya tidak menjadi isu ketika adanya komunikasi antara Kemenkop dengan PP INI, karena Kemenkop merupakan sub bagian dari program KDMP/KKMP, dan dalam memberikan dukungan dan mensupport maka dilakukanlah MoU antara Kemenkop dengan PP INI. Landasan hukum terbitnya MoU tersebut mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak ada yang salah. "Contohnya Jawa Barat, jumlah Notaris yang siap untuk memback up program KDMP/KKMP jadi tersaring, karena MoU tadi ada dari PP terus ke Pengwil dan terakhir ke Pengda, harus mempersiapkan segala sesuatunya guna mendukung progran tersebut," terangnya.

Ketika disinggung mengenai peran NPAK terhadap program KDMP/KKMP, Kang Dhoddy menyampaikan bahwa terkait kesiapan rekan-rekan Notaris dalam rangka pembuatan Akta Koperasi dan regulasinya adalah NPAK. "Bicara NPAK, tidak semua NPAK siap dan tidak semua NPAK berminat untuk membuat Akta KDMP/KKMP, dan karena kita harus mendukung program tersebut, maka kami (Pengwil) meminta untuk kesiapan dari rekan-rekan Notaris yang sudah memiliki sertipikat NPAK, untuk turut serta mensukseskan program pemerintah tersebut," ulasnya.

Lebih jauh lagi, Kang Dhoddu menyamapaikan, bahwa dalam perjalanannya, di Indonesia ada sekitar 84.000 Desa dan Kelurahan, sedangkan jumlah NPAK yang siap itu masih terbilang kurang dari cukup. Lalu muncullah berbagai pertanyaan, bagaimana dengan daerah-daerah yang ada di pelosok dan sulit menjangkau Notaris, khususnya NPAK, maka dalam hal tersebut harus ada penanganan khusus terhadap KDMP/KKMP,


Meniadakan NPAK, Capai Target Program KDMP/KKMP

Dimana target capaian dari program KDMP/KKMP ada time line, sehingga Kemenkum mengeluarkan kebijakan, dan hal tersebut menurut Kang Dhoddy, tidak ada salahnya. "Kenapa? Pada saat tidak terjangkaunya suatu daerah oleh NPAK, ditambah lagi ada NPAK yang tidak bersedia membuat Akta KDMP/KKMP. Lalu, bagaimana Plan B-nya agar tercapai target 80 ribu Desa tadi. Kemudian Kemenkum mengambil kebijakan, sebagai suatu planning yang siap mengantisipasi segala kemungkinan, agar tercapai target tadi. Maka Kemenkum membuka pintu seluas-luasnya dalam rangka pendaftaran Akta KDMP/KKMP, dan tidak terbatas hanya untuk NPAK saja," tukasnya.

Tujuannya, menrurut Ketua Pengwil Jabar INI, yaitu supaya akselarasi dari percepatan bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Inpres. "Kalau bicara mengenai resiko dan tanggung jawab yang harus dipahami oleh rekan-rekan Notaris, itu kan sama halnya dengan resiko dan tanggung jawab badan hukum Perseroan Terbatas. Dimana dalam UU dimungkinkan mengenai pendirian dan apa pun perubahannya dapat dibuat dalam bentuk Notulensi atau Akta dibawah tangan, jadi sama juga dengan pendirian koperasi dari hasil Musyawarah Desa (Musdes) atau Musyawarah Kelurahan (Muskel), dimana hasilnya ditunjuk kuasa untuk menghadap Notaris dalam rangka pembuatan Akta, serta juga untuk pendaftaran ke Kemenkum melalui AHU Online, kan resikonya sama," paparnya.

Musdes dan Muskel juga sudah diatur dalam Juklak yang dikeluarkan oleh Kemenkop secara khusus, sambungnya, bahkan didalam Juklak ada templet yang harus diisi oleh warga desa yang ikut Musdes. "Jadi berdasarkan Berita Acara atau Notulensi, menjadi salah satu bagian dalam rangka pendirian KDMP/KKMP. Templet yang ada dalam Juklak tersebut menjadi warkahnya Notaris dalam pembuatan Aktanya, asli yang ditanda tangani oleh para pendirinya berdasarkan hasil Musdes," jelas Kang Dhoddy.

Ada ketentuan khusus dari Kemendagri, Kementerian Desa dan sebagainaya, lanjut Kang Dhoddy, ada tim penyuluh profesional, dan sudah disiapkan. Dimana tim penyuluhan turun ke lapangan untuk memberikan edukasi dan super visi kepada desa-desa. "Nah, tinggal bagaimana Link and Macth dengan kita selaku Notaris, dan Jawa Barat pada tanggal 15 Mei 2025 diadakan kunjungan langsung ke desa-desa untuk mensimulasikan proses pembuatan Akta KDMP/KKMP, dari Musdes sampai pembuatan Akta hingga keluar SK setelah didaftarkan," tukasnya.

Sebelum mengakhiri percakapan dengan MGD/GrosseTV, Ketua Pengwil Jabar INI, menyampaikan bahwa Notarsi di Jawa Barat, siap atau tidak siap, harus siap. "Kita tinggal Jumlah Desa di Jawa Barat, yaitu sekitar 5.312 Desa dan Kelurahan, sedangkan Notaris yang ada di Jawa Barat sekitar 5.000-an. Anggap saja ada 2.500 yang siap membuat Akta KDMP/KKMP, jadi satu Notaris bisa membuat 2 atau 3 Akta KDMP/KKMP, maka kan tidak butuh waktu lama dan bisa selesai sesuai dengan time line," tandas Kang Dhoddy.

Biaya Akta Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih itu Murah, 2,5 Juta Rupiah

Grosse, Bandung - Kementerian Koperasi (Kemenkop) Republik Indonesia (RI) beserta stackholder lainnya, seperti Kementerian Hukum (Kemenkum) RI, serta Ikatan Notaris Indonesia (INI) mendorong dan mensupport Percepatan Pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koperasi (Menkop) RI, Budi Arie Setiadi, SSos, MSi saat melakukan kunjungan ke Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kebupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis 15 Mei 2025, didampingi Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum RI, DR. H. Widodo, SH, MH dan Ketua Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat INI. Hal tesebut dalam rangka mendorong percepatan pelaksanaan Musyawarah Desa (Musdes), khususnya untuk pendirian KDMP/KKMP.

Budi Arie Setiadi, SSos, MSi
Menteri Koperasi (Menkop) RI

Kemenkop mendorong percepatan pelaksanaan Musdes, khusus untuk Pendirian KDMP/KKMP, dimana hasil dari Musdes bisa dijadikan dasar untuk mengurus legalitas koperasi ke Notaris, yang kemudian dilanjutkan pendaftaran ke Kemenkum melalui AHU Online. Menkop RI, Budi Arie Setiadi, SSos, MSi, menyampaikan bahwa dirinya dapat memastikan biaya pendirian Akta Notaris murah, karena Kemenkop dan INI telah menandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama (MoU), dalam rangka percepatan penerbitan Akta Notaris untuk KDMP/KKMP. Berdasarkan MoU antara Kemenkop dan INI, biaya maksimal pembuatan Akta Notaris untuk KDMP/KKMP yang harus dibayarkan sebesar 2,5 juta (dua juta rupiah), yang biasanya bisa mencapai 7 juta.

"Kemenkop telah melakukan diskusi dengan INI, demi mendukung pembentukan 80.000 KDMP/KKMP, dan mengenai biaya Akta Notaris dimurahkan, makanya keluarlah angka maksimal 2,5 juta," ungkapnya dalam acara Peluncuran dan Dialog Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP se-Jawa Barat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Selain itu, Budi Arie Setiadi, SSos, MSi, menyadari biaya pembuatan Akta Notaris menjadi masalah sendiri bagi sebagian besar Kepala Desa (Kades), karena keterbatasan anggaran. Atas dasar inilah, Kemenkop dan INI menggagas kesepakatan agar biaya jauh lebih murah dan terjangkaun bagi masyarakat di desa dan kelurahan yang akan mendirikan KDMP/KKMP.

Budi Arie Setiadi, SSos, MSi, menambahkan bahwa dirinya berharap dalam pembentukan badan hukum koperasi di tingkat Desa dan Kelurahan, bisa meningkat secara signifikan setelah biaya pembuatan Akta Notaris dimurahkan. "Ditargetkan pada Juni 2025, sebanyak 80.000 Desa/Kelurahan di Indonesia selesai mengurus badan hukum/legalitas koperasi," tegasnya seraya menyampaikan efisiensi bukan hanya berlaku pada proses pendirian koperasi saja, melainkan hingga ke tingkat operasionalisasi.

Menurutnya, KDMP/KKMP akan mendapatkan keistimewaan, karena komoditas yang dikelola merupakan komoditas yang mendapatkan subsidi dari negara untuk kemudian disalurkan ke masyarakat secara langsung. "Bayangkan kalau semua barang-barang dibeli secara grosir oleh koperasi, seperti beras, gas bersubsidi, pupuk bersubsidi, minyak goreng dan lainnya. Tentu akan lebih murah, Saya yakin KDMP/KKMP akan dapat jual lebih murah dari tempat lain," terangnya.

Lebih jauh lagi, Budi Arie Setiadi, SSos, MSi, menekankan bahwa koperasi harus untung agar keuntungan itu dikembalikan kepada anggota koperasi. "Maka koperasi harus untung, karena kan dibagi untuk anggota koperasi," jelasnya. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan yang juga sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP, DR. (HC) H. Zulkifli Hasan, SE, MM, mendorong agar desa-desa yang ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk segera menggelar musyawarah desa khusus.

"Jadi tolong kepada seluruh Kades, kalau mau mengubah desanya menjadi lebih unggul, maju dan ekonominya kuat, segera lakukan Musdes untuk pembentukan KDMP/KKMP," ujar DR. (HC) H. Zulkifli Hasan, SE, MM. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, SH, MH, menjamin biaya untuk pembuatan Akta Notaris pendirian KDMP/KKMP akan ditanggung pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Maka para Kades dan Kelurahan tak perlu khawatir, sehingga anggaran desa dapat dialokasikan untuk keperluan lainnya. Para Kades tidak usah pusing, biaya Notaris menjadi tanggung jawab kami. Kami siapkan uang sebesar 14 miliar, sehingga tidak akan membebani desa," ungkap H. Dedi Mulyadi, SH, MH.

Terobosan Menteri Hukum Guna Mendukung Program Percepatan Pendirian KDMP/KKMP

Grosse, Bandung - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia (RI) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor : AHU-AH.02-40 Tahun 2025 yang isinya dalam rangka mendukung percepatan pendirian Koperasi Desa Merah Putih (KDMP)/Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) di seluruh Desa dan Kelurahan di Indonesia, maka seluruh Notaris tanpa terkecuali dapat memberikan layanan pendirian dan perubahan anggaran dasar KDMP/KKMP pada sistem Ditjen AHU. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjend) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum RI, DR. H. Widodo, SH, MH, kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV saat melakukan kunjungan ke Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis 15 Mei 2025, merupakan sebuah terobosan yang diambil oleh Menteri Hukum (Menkum) RI, DR. Supratman Andi Agtas, SH, MH, agar target 80.000 KDMP/KKMP dapat tercapai sesuai time line yang telah ditetapkan.

DR. H. Widodo, SH, MH
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum RI

Adanya jumlah target dan time line yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor : 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP, bahkan telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden (Keppres) Nomor : 9 Tahun 2025 yang mengatur tentang Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan KDMP/KKMP dengan menunjuk Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, SE, Ak, MSi, sebagai Koordinator Ketua Pelaksana Harian Satgas. Tak pelak saja, semua stackholder mengambil langkah guna memberikan dukungan support, demi pencapaian target dari program pmerintah melalui presiden.

"Jadi, ini merupakan bentuk semua pihak dalam berkolaborasi dan bersinergi untuk mempercepat proses kelembagaan badan hukum dari KDMP/KKMP, khususnya di Propinsi Jawa Barat. Dimana ada sekitar 5.957 Desa/Kelurahan di Jawa Barat, dan Desa Cangkuang adalah salah satu dari 5 titik dalam kunjungan. Alhamdulillah, di desa ini yang sama-sama kita kunjungi, bahwa Akta pendiriannya sudah selesai. Kami juga berharap agar pengesahan badan hukumnya juga segera selesai, karena kalau sudaj selesai Aktanya, tinggal kita proses melalui AHU Online, dan mudah-mudahan hari ini juga bisa selesai dan rampung," ungkapnya mengawali percakapan dengan MGD/GrosseTV.

Menurut Widodo, bahwa Desa Cangkuang cukup potensial, karena ada klinik desa, ada pengelolaan sampah, dan ada pula Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). "Ekosistemnya cukup mendukung dan akan menjadi model sesuai harapan, pendirian KDMP maupun KKMP, khususnya di Desa Cangkuang, bisa menjadi model bagi desa-desa lainnya," tukasnya.

Dirjend AHU Kemenkum RI ini, juga mengucapkan terima kasih rekan-rekan Notaris di Jawa Barat, termasuk juga ucapan terima kasih kepada Pengurus Wilayah (Pengwil) Jawa Barat Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang diketuai oleh DR. H. Dhoddy AR Widjadjaatmadja, SH, SpN. "Para Pengurus Daerah (Pengda) yang juga turut membantu dalam proses percepatan ini. Mudah-mudahan kita optimis, In Sya Allah, kita bisa mewujudkan instruksi pak presiden, supaya di akhir Mei atau di bulan Juni mendatang, 80.000 koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih bisa terbentuk," papar Widodo.

Ketika disinggung mengenai seluruh Notaris bisa membuat Akta Koperasi pendirian dan perubahan KDMP/KKMP, DR. H. Widodo, SH, MH, mengungkapkan, bahwa hal tersebut merupakan salah satu terobosan yang diambil oleh Menteri Hukum, selaku Satgas di KDMP/KKMP. Karena kalau hanya mengandalkan kepada Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) saja, dan tentunya kita bicara seluruh Desa dan seluruh Kelurahan di Indonesia yang cukup besar dan cukup banyak, sehingga membutuhkan SDM-SDM Notaris yang unggul dan berkualitas. Seluruhnya baik dan berkualitas, sehingga Menkum membuka ruang-ruang dan sekat-sekat, jadi tidak hanya pada NPAK saja. Namun pada prinsipnya, semua Notaris bisa membuat Akta pendirian KDMP/KKMP, tentunya sesuai dengan UUJN sebagai payung hukum dalam mengeluarkan kebijakan tersebut," tuturnya mengakhiri percakapan.

"Tanggung Jawab Selalu Menyertai Pekerjaan dan Kewenangan"

Grosse, Jakarta - Berbicara mengenai program pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP), dimana menargetkan sekitar 80.000 koperasi yang tersebar di seluruh Indonesia, tentu saja banyak pihak yang angkat bicara dan berupaya memberikan dukungan dan support agar target tersebut tercapai. Namun ada pula yang menilai, bahwa jumlah target yang akan dicapai dengan waktu yang tidak terlalu lama, kemungkinan besar tidak akan tercapai karena banyak kesulitan yang akan dihadapi. Seperti halnya yang disampaikan oleh Ashoya Ratam, SH, MKn, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jakarta Selatan, yang pernah juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) periode 2018 - 2021, dimana dirinya menyampaikan bahwa sangat luar biasa jika pada bulan Juli 2025 bisa tercapai target berdirinya 80.000 KDMK/KKMP.

Ashoya Ratam, SH, MKn, Notaris/PPAT Jakarta Selatan
Ketua Umum Iluni FHUI periode 2018 - 2021

"Koperasi itu sifatnya gotong royong yang sesuai dan identik dengan budaya di Indonesia, karena koperasi itu kan dari anggota, untuk anggota dan bagi anggota, yang intinya demi kepentingan anggota," ucap Ashoya Ratam, SH, MKn, kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV ketika ditemui ditempat kerjanya, Jum'at 09 Mei 2025, dalam bincang santai bersama membahas soal Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang melibatkan peran serta dan aktif dari kalangan Notaris di seluruh Indonesia.

Merujuk pada karakteristik, budaya dan keadaan masyarakat di Indonesia, sambung Ashoya Ratam, SH, MKn, mengungkap bahwa KDMP/KKMP merupakan sistem perekonomian yang sangat pas diterapkan di Indonesia. "Masyarakat Indonesia itu senang hidup berkelompok, dan melakukan sesuatu dengan bersama-sama atau gotong royong. Sehingga program 80.000 KDMP/KKMP, sangatlah pas untuk diterapkan di Indonesia, yaitu perkoperasian," tukasnya seraya menyampaikan bahwa target terbentuknya 80 ribu KDMP/KKMP yang harus selesai pada bulan Juli 2025 mendatang akan mengalami banyak kesulitan.

Kesulitan dalam memenuhi target dari program presiden, menurutnya, karena dalam pembentukan KDMP/KKMP ada beberapa hal yang dilakukan, bisa mendirikan baru, merubah koperasi yang sudah ada dan menghidupkan koperasi yang telah mati. "Hal ini tentu sangat dibutuhkan peran aktif dari kalangan Notaris dalam rangka membuatkan aktanya, karena koperasi tersebut tidak hanya berdiri begitu saja, melainkan harus berbadan hukum, sebab kedepan akan melibatkan bidang perbankan," ungkapnya.

Sebelum lebih jauh lagi membahas mengenai KDMP/KKMP, Ashoya Ratam, SH, MKn, mengutarakan bahwa perkembangan perekonomian, khususnya di Indonesia sampai saat ditunjang oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). "Perekonomian Indonesia itu sekitar 60 persen di back up oleh UMKM, karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Sedangkan koorporasi dan perusahan-perusahaan itu persentasenya kecil sekali dalam memberikan sumbangsih kepada negara. Karena sebagian besar negara-negara di dunia, hidupnya dari UMKM," kata Ashoya Ratam, SH, MKn.

Lebih jauh lagi, Ketua Iluni FHUI periode 2018 - 2021 ini. menyampaikan bahwa akar perekonomuan di Indonesia itu berasal dari masyarakat, sehingga tak mengherankan jika Presiden Republik Indonesia mencanangkan program percepatan pendirian KDMP/KKMP. "Jika ingin membangun secara merata, memang harus dari unit terkecil, yaitu desa, karena mendorong invetasi ke Indonesia itu tidaklah mudah. Justru yang bergerak itu UMKM-UMKM yang ada di desa-desa. Nah, dengan adanya KDMP/KKMP di seluruh Indonesia, ini bertujuan agar dapat menyerap  pembiayaan yang tepat sasaran, langsung kepada rakyat Indonesia," paparnya.

Bagaimana dengan peran serta Notaris dalam KDMP/KKMP, tambahnya, yakni dalam hal membuatkan Akta pendirian/Akta perubahan anggaran dasar, sehingga KDMP/KKMP berbadan hukum. "Kalau koperasi sudah berbadan hukum, maka dalam menyalurkan dana akan lebih mudah, karena sudah ada laporan keuangan, yang artinya koperasi tersebut sudah berjalan. Kenapa masyarakat yang mendirikan KDMP/KKMP harus melek laporan keuangan, itu agar bisa mendapatkan pinjaman dari bank yang nantinya harus dibayar secara cicil dalam jangka waktu tertentu," ujar Ashoya Ratam, SH, MKn.

Melibatkan Notaris dan beberapa kementerian lain dalam rangka mensukseskan pendirian 80 ribu KDMK/KKMP di seluruh Indonesia, menurutnya, hal tersebut tentu saja harus dilakukan karena negara tidak bisa main mencairkan begitu saja, tanpa ada penjagaan dan pengawasan yang terkait dengan uang pinjaman tersebut. "Kalau tidak salah pinjaman untuk KDMP/KKMP itu berkisar antara 3 sampai 5 miliar, oleh kareana itulah dibutuhkan Notaris dalam membuatkan akta, sehingga KDMP/KKMP berbadan hukum. Maksudnya, agar masyarakat belajat memanage keuangan, sehingga kedepan tidak mengalami kesulitan untuk mengembalikan uang pinjaman tersebut," ungkapnya.

Melihat hal tersebut, Ashoya mengatakan bahwa negara tidak akan memberikan secara cuma-cuma atau gratis dalam penambahan modal bagi koperasi, seperti yang tertuang dalam Inpres No.9 Tahun 2025, dimana dalam pembentukan KDMP/KKMP itu Gubernur atau melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebagai uang pertama dalam pembuatan Akta Notaris. "Lalu apa hubungan dengan Notaris, karena peran dan fungsi Notaris itu sangat banyak di KDMP/KKMP ini, makanya sangat bagus bila organisasi menyambut baik program pemerintah ini. Salah peran Notaris, yaitu memberikan edukasi dan pembelajaran kepada masyarakat, serta juga membantu masyarakat dalam mendirikan koperasi yang berbadan hukum," jelasnya.


Notaris Memastikan KDMP/KKMP Terdaftar di Pemerintahan

Percepatan pendirian KDMP/KKMP dengan melibatkan Notaris sebagai pembuat Akta pendirian atau Akta perubahan anggaran dasar koperasi, bertujuan agar dapat diketahui siapa yang akan bertanggung jawab terhadap pemilik manfaat atau yang dikenal dengan Beneficial Owner. "Artinya, Notaris harus memberikan edukasi kepada masyarakat, tidak hanya sebatas membuat aktanya saja, atau hanya membuat koperasi menjadi berbadan hukum saja, melainkan juga harus memastikan agar KDMP/KKMP terdaftar di pemerintah melalui adminitrasi hukum umum (AHU)," terang Ashoya Ratam, SH, MKn.

Oleh karena itu, menurutnya, memang sudah seharusnya Notaris melalui organisasi bekerjasama dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop), karena tidak akan mungkin Kemenkop melalui dinas-dinasnya dapat menjangkau desa dan kelurahan yang ada di seluruh Indonesia dengan keterbatasan tenaga kerjanya. "Sedangkan Notaris kan tersebar di seluruh Indonesia, sehingga akan lebih memudahkan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat secara langsung, sehingga dapat mendorong percepatan dalam pembangunan dan pendirian KDMP/KKMP," tukasnya.

Ketika disinggung mengenai Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) yang diberikan kesempatan untuk turut terlibat dalam program KDMP/KKMP dan harus direkomendasikan oleh Pengurus Pusat (PP) Ikatan Notaris Indonesia (INI) dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK), menurut Ashoya Ratam, SH, MKn, bahwa hal tersebut untuk memudahkan dan mengetahui siapa saja Notaris yang terlibat dalam pembuatan Akta Koperasi, karena sudah terdaftar di Kemenkop. "Hanya saja, PP INI kurang dalam memberikan sosialisasi, sehingga Notaris berbondong-bondong mendaftar melalui Pengurus Daerah (Pengda) dan Pengurus Wilayah (Pengwil), padahal ada syarat yang harus dipenuhi yaitu memiliki sertipikat NPAK dari Kemenkop," tuturnya.

Menurutnya, dalam mengerjakan suatu kewenangan sebagai Notaris, sudah pasti akan disertai dengan rasa tanggung jawab atas pekerjaan dan kewenangannnya tersebut. Dalam hal membuat Akta KDMP/KKMP, tidak bisa melihat nominal yang akan diterima saja. "Kita jangan hanya melihat nominal yang akan diterima atas pekerjaan dan kewenangan saja, melainkan juga harus diikuti dengan tanggung jawab atas pekerjaan dan kewenangan tersebut. Pekerjaan apa pun pasti ada tanggung jawab disitu, artinya harus mengerjakan dengan hati yang tulus dan penuh tanggung jawab, memberikan edukasi dan mendaftarkan pengesahan badan hukum melalui Kementerian Hukum (Kemenkum)," jelas Ashoya Ratam, SH, MKn.

Lalu sejauhmana tanggung jawab Notaris dalam pendirian KDMP/KKMP, sambungnya, Notaris bisa mengecek dari apa yang sudah dituangkan oleh Kemenkop dalam Surat Edaran mengenai Petunjuk Pelaksana Pendirian KDMP/KKMP. "Kita bisa hadir pada saat musyawarah desa atau musyawarah kelurahan, atau bisa juga tidak, tinggal kita cek and ricek kelengkapan dokumen dalam pembuatan KDMP/KKMP. Jika sudah lengkap, tinggal dituangkan dalam bentuk akta, kemudian didaftarkan ke Kemenkum, sehingga KDMP/KKMP tersebut terdaftar di pemerintahan. Jadi, pekerjaan apa pun, sudah pasti ada tanggung jawab didalamnya. Oleh karena itu, kita harus memahami aturan dan perundang-undangan dari pekerjaan yang akan kita kerjakan, agar dapat meminimalisir permasalahan di kemudian hari," tandasnya mengakhir perbincangan dengan MGD/GrosseTV.

Jumat, 23 Mei 2025

Percepatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Meniadakan NPAK

Grosse, Jakarta - Dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No.9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, tak pelak saja membuat banyak pihak berupaya dan berusaha untuk memberikan dukungan dan support. Dimana dalam upaya mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan sebagai perwujudan Asta Cita kedua dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi, sebagai perwujudan Asta Cita keenam menuju Indonesia Emas 2045, presiden menargetkan pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebanyak 80.000 koperasi. Oleh karena itulah, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) menyambut baik program pemerintah tersebut, namun dalam perjalanannya terjadi beberapa permasalahan di lapangan walaupun telah membuat MoU dengan Kementerian Koperasi terkait percepatan pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). Akhirnya, keluarkan SE Kemenkum RI melalui Dirjend AHU Nomor : AHU-AH.02-40 Tahun 2025 yang meniadakan NPAK.

Target Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebanyak 80.000 di seluruh Indonesia, dan akan Launching pada 12 Juli 2025 mendatang.

Sekelumit mengenai perjalanan dunia Notaris di Indonesia, hingga saat ini, Notaris di Indonesia dimulai sejak permulaan abad ke 17, tepatnya 27 Agustus 1620, dimana Melchoir Kerchem diangkat sebagai Notaris pertama di Indonesia. Beliau merupakan seorang sekretaris College van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notaries Publicus. Pengangkatan Melchior Kerchen disusul dengan pengangkatan Notaris-Notaris lainnya, guna mengakomodasi kebutuhan dalam pembuatan dokumen legal yang saat itu semakin penting.

Namun umumnya, Notaris yang diangkat adalah keturunan Eropa dan Timur Asing, hal tersebut dikarenakan masyarakat pribumi kebanyakan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Walaupun ada masyarakat pribumi yang mendapat pendidikan dan diangkat menjadi asisten Notaris, mereka adalah orang-orang ningrat atau yang berhubungan baik dengan pemerintah colonial.

Masa pemerintahan Belanda, lembaga Notariat dibentuk untuk mengakomodir segala hal yang berkaitan dengan lapangan hukum keperdataan, khususnya kebutuhan akan pembuktian dan mengatur masalah formasi kuota Notaris di suatu wilayah dengan tujuan agar para Notaris bisa hidup layak. Berkembanganya zaman dan keadaan, dimana lapangan hukum keperdataan senantiasa mengakomodir kebutuhan akan pembuktian tertulis, dan Notaris dalam profesi sesungguhnya merupakan instansi yang dengan Akta-Aktanya menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dengan mempunyai sifat otentik.

Pengertian Notaris terdapat dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UUJN No.30 Tahun 2004, dimana disebutkan bahwa "Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini". Sedangkan pada Pasal 2 UUJN, menyebutkan bahwa "Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri", dan dalam Pasal 1 Angka 14 UUJN Perubahan, yang dimaksud dengan Menteri, adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham), sekarang Menteri Hukum (Menkum).

Pengangkatan dan pemberhentian Notaris oleh Menteri, dimulai sejak tahun 1945, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang (UU) No.33 Tahun 1945, tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara, sebelumnya pengangkatan Notaris dilakukan oleh Gubernur Jenderal (Kepala Negara) berdasarkan Pasal 3 Reglement Op Het Notaris Ambt In Indonesia. Notaris dari segi tugas dan kewenangan diatur dalam UUJN Pasal 15 Ayat 1, isinya;

"Notaris berwenang membuat Akta Autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang".

Pasal 15 Ayat 2, berbunyi "Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Notaris berwenang pula; a). Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b). Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c). Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d). Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e). Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f). Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau e). Membuat Akta Risalah Lelang".

Sedangkan Pada Pasal 15 Ayat 3, menyebutkan bahwa "Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan". Kaitannya dengan program pemerintah, sesuai Inpres No.9 Tahun 2025, tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sudah tentu peran serta Notaris sangat dibutuhkan, terutama dalam hal legalitas dari koperasi merah putih tersebut.


Perjalanan Koperasi Terkait Notaris di Indonesia

Terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Permenkumham) No.14 Tahun 2019, tentang Pengesahan Koperasi yang merupakan wujud peralihan kewenangan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Menkop dan UMKM) kepada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, yaitu Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham), saat ini menjadi Kementerian Hukum (Kemenkum), melalui Direktorat Jenderal (Dirjend) Administrasi Hukum Umum (AHU). Maka Koperasi yang akan membuat Akta Perubahan Anggaran Dasar, tidak lagi kepengurusannya melalui Kemenkop, melainkan langsung menghadap Notaris yang telah mendapat pembekalan tentang koperasi, yaitu Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK).

Koperasi sebagai perekonomian rakyat mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sehingga memiliki peran dalam pembangunan koperasi di Indonesia. Seperti yang termaktub dalam Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa "Perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan kekeluargaan". Hal ini menjadi dasar peraturan perundang-undangan tentang koperasi yang memuat dasar demokrasi ekonomi, bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-perorang.

Pelaksanaan UUD tersebut, banyak dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan yang mengalami perubahan beberapa kali. Diantaranya; UU No.79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. UU No.14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian, UU No.12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. UU No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi dan UU No.17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Ada pula, Permenkumham No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No.7 Tahun 2021, serta kini sudah dikeluarkan juga Permenkum No.13 Tahun 2025 tentang Pengesahan Koperasi.

Notaris selaku 'Pejabat Umum' terkait pembentukan koperasi, berwenang membuat Akta Autentik terkait pendirian koperasi, dan keberadaan Akta Autentik tersebut sangat esensial bagi masyarakat dan berfungsi sebagai sarana yang sah untuk mengesahkan berbagai urusan, baik yang berhubungan dengan kepentingan pribadi maupun urusan bisnis dan usaha. Hal tersebut berhubungan dengan pembuatan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan aktifitas bisnis dan usaha, seperti Akta Pendirian Perusahan Terbatas, Commanditair Venmootschap (CV), Firma, Koperasi dan sejenisnya.

Pada tanggal 4 Mei 2004, Kemenkop dan UMKM dan Ikatan Notaris Indonesia (INI) menandatangani perjanjian kerjasama (MoU), dimana tujuannya sebagai upaya untuk menaikan perekonomian negara dalam menjamin kepastian hukum dan kekuatan hukum kepada pelaku usaha koperasi, sebagai bagian penting dari ekonomi Indonesia. Karena para pendiri negeri menganggap koperasi sebagai 'soko guru perekonomian nasional", maka kolaborasi tersebut dikeluarkannya SK Menkop UKM RI No.98/Kep/M.KUKM/IX/2004 mengenai Notaris selaku Pembuat Akta Koperasi, kini dikenal dengan NPAK.

Pasal 1 Angka 4, Kemenkop No.98/Kep/M.KUKM/IX/2004, dijelaskan bahwa "NPAK ialah Pejabat Umum yang diangkat berlandaskan Peraturan Jabatan Notaris, yang diberi kewenangan antara lain untuk membuat Akta Pendirian, Akta Perubahan Anggaran Dasar dan Akta-Akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi". Pada Pasal 3 Ayat 1, terkait dengan tanggung jawab serta kewenangan Notaris dalam menyusun Akta Autentik sehubungan dengan kegiatan koperasi, sehingga Notaris mempunyai peranan penting dalam penyusunan akta pendirian selama proses pendirian koperasi.

Oleh karena itu, pada Pasal 4 Huruf b, diputuskan bahwa "Memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang Perkoperasian yang ditandatangani oleh Menteri". Didukung oleh Pasal 9 Ayat 3 UU No.17 Tahun 2012 terkait Perkoperasian, dimana berbunyi, "Notaris yang membuat Akta Pendirian Koperasi, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), ialah Notaris yang terdaftar pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan permerintahan di bidang koperasi".


Konflik Internal di Kalangan Notaris Terkait Koperasi Merah Putih

Sejak Inpres No.9 Tahun 2025 tertanggal 27 Maret 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKM) dikeluarkan, Pengurus Pusat (PP) Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang diketuai oleh DR. H. Irfan Ardiansyah, SH, LLM, SpN, selaku Ketua Umum (Ketum) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum (Menkum) Republik Indonesia (RI) Nomor : 0000071.AH.01.08 Tahun 2025, mengambil langkah dalam rangka memberikan dukungan dan support terhadap instruksi presiden tersebut, yaitu dengan melakukan kerjasama dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop).

Nota Kesepahaman antara Kementrian Koperasi Republik Indonesia Nomor : 5/NK/SM.KOP/2025 dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Nomor : 26/K/51-IV/PP-INI/2025 tersebut, ditanda-tangani pada hari Kamis 24 April 2025, yang mempunyai maksud dan tujuan, yaitu; Maksud Nota kesepahaman ini sebagai landasan bagi Para Pihak dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kerjasama pembentukan KDMP/KKMP berdasarkan Inpres No.9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dilaksanakan sesuai fungsi dan kewenangan yang dimiliki masing-masing pihak.

Sedangkan tujuan dari Nota Kesepahaman ini adalah untuk saling menunjang para pihak dalam rangka memberikan dukungan terhadap program Presiden Republik Indonesia dalam rangka pembentukam 80.000 KDMP/KKMP sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan para pihak. Menurut beberapa narasumber dan data serta informasi yang berhasil dihimpun Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV, dengan adanya Memorandum of understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman tersebut, timbul berbagai permasalahan, terutama terkait dengan peran serta Notaris dalam pembuatan Akta Pendirian dan Akta Perubahan Anggaran Dasar KDMP/KKMP.

Permasalahan yang terjadi dilapangan, salah satunya ada Notaris yang telah terdaftar sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK), dan sudah mendaftar sesuai persyaratan yang dikeluarkan oleh PP INI, agar bisa menjadi bagian dari Notaris yang membuat Akta Koperasi/Akta Perubahan Anggaran Dasar KDMP/KKMP. Namun saat nama-nama Notaris yang ditunjuk oleh PP INI melalui SK, nama Notaris tersebut tidak termasuk dalam daftar.

Kekecewaan Notaris tersebut, dituangkan dalam status di Media Sosial, yang isinya, yaitu; Assalamu'alaikum pak Ketum. Saya Ridho Hasnur Putra, Notaris Lubuklinggau Sumsel. Izin. Konfirmasi mengenai SK Notaris Pembuat Akta Koperai merah putih yang Ketum tanda tangani. Di SK ini tidak ada nama saya, Ridho Hasnur Putra. Saya sudah melengkapi seluruh syarat yang ada. Nama saya sudah terdaftar di Pengda dan Pengwil. Namun SK tidak ada. saya berharap nama saya ada. Saya Notaris sejak 2016 pak. SK NPAK Tahun 2016. Sudah rutin membuat Akta Koperasi. Dan menjadi pembicara di acara Dinas Koperasi Lubuklinggau kalau ada Pembinaan dan Seminar yang diadakan Dinas saya pembicaranya. Apa dasarnya nama saya tidak ada di SK? Apa kriteria penseleksiannya?

Ternyata permasalahan yang terjadi, tak hanya sebatas itu saja. Banyak daerah-daerah yang terjadi konflik terkait dengan KDMP/KKMP, salah satu Kudus dan Pati, bahkan di wilayah Jawa Tengah, Notaris yang dapat membuat Akta KDMP/KKMP harus terdaftar di salah satu bank pemerintah. Dan, masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang terjadi di daerah-daerah Indonesia, terkait KDMP/KKMP.

Menurut Notaris/PPAT Kota Jakarta Utara, Refki Ridwan, SH, MBA, SpN, bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan sosialisasi yang dilakukan PP INI kurang menyeluruh, sehingga banyak daerah yang tidak mengetahui Petunjuk Teknis yang diberlakukan oleh PP INI. "Sosialisasi terhadap MoU yang ditanda-tangani PP INI dengan Kemenkop kurang merata penyebarannya, sehingga banyak daerah-daerah yang tidak mengentahui dan tidak tahu harus bagaimana. Kedua, penunjukan Notaris untuk pembuatan Akta KDMP/KKPM itu telah menyalahi aturan yang ada di Undang-Undang Jabatan Notaris, Pasal 15 dan Pasal 16," ungkapnya kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV.

Lebih jauh lagi, Notaris dan PPAT Jakarta Utara yang pernah menjabat seabagai Ketua Bidang Organisasi PP INI ini, menyampaikan bahwa MoU yang ditanda-tangani oleh Ketum PP INI telah melanggar ketentuan yang ada di Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) INI, yaitu mengenai kewenangan bertindak mengatas-namakan organisasi. "Lihat Pasal 11 Ayat 2.1 Huruf c, dimana dalam mewakili organisasi, adalah Ketua Umum dan Sekretaris Umum, jika Ketua Umum berhalangan atau tidak berada di tempat, maka dapat diwakilkan oleh 2 orang Ketua Bidang," papar Refki Ridwan, SH, MBA, SpN.

Dampak timbulnya permasalahan yang terjadi di kalangan Notaris, terkait mengenai siapa yang berhak membuat Akta KDMP/KKPM, akhirnya Kementerian Hukum melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor : AHU.AH.02-40 Tahun 2025, isinya yaitu "Dalam rangka mendukung percepatan pendirian KDMP/KKPM di seluruh Desa dan Kelurahan di Indonesia, maka 'seluruh Notaris tanpa terkecuali dapat memberikan layanan pendirian dan perubahan anggaran dasar KDMP/KKMP pada sistem Ditjen AHU'.

Tak sampai disitu saja, bahkan Ditjend AHU, juga mengumumkan bahwa Pendapat Negara Bukan Pajak (PNBP) terkait dalam pelayanan pendirian dan perubahan anggaran dasar KDMP/KKMP di nol rupiahkan alias digratiskan, tentu saja hal ini menjadi angin segar bagi para Notaris di seluruh Indonesia yang ingin berperan serta aktif dalam mendukung dan memberikan support terhadap instruksi presiden dalam rangka pendiian koperasi merah putih sebanyak 80.000 koperasi di seluruh Indonesia.

"Pembinaan dan Pengawasan Khusus Bagi Notaris di Kepulauan Seribu"

Grosse, Kepulauan Seribu - Wilayah DKI Jakarta, telah dibuka daerah baru bagi Notaris, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu, dimana sebelumnya masih menjadi satu dengan Jakarta Barat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada perkembangan yang signifikan, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan, khususnya di daerah Kepulauan Seribu. Khususnya mengenai pembinaan dan pengawasan, berikut ini Bincang Santai GrosseTV/Majalah Grosse Digital (MGD) dengan Ketua Dewan Kehormatan Wilayah (DKW) INI DKI Jakarta, Nyoman Kamajaya, SH, SpN, dimana menurutnya, khusus Notaris di Kepulauan Seribu perlu ada diskresi dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). "Perlu ada pembinaan dan pengawasan khusus bagi Notaris di Kepualau Seribu, karena sampai saat ini belum terbentuk Pengda sendiri. Dan, kami berharap pemerintah tidak lepas tangan, setelah mengeluarkan SK, tapi mari duduk bareng untuk mencariak solusi bagi rekan-rekan di Kepulauan Seribu," tukasnya kepada MGD/GrosseTV saat mengunjungi salah satu pulau, yaitu Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu 03 Mei 2025 yang lalu.

Nyoman Kamajaya, SH, SpN
Ketua Dewan Kehormatan Wilayah INI DKI Jakarta

Keberadaan Notaris di Kepulauan Seribu, sampai saat ini telah terdapat sekitar 60-an lebih Notaris, menurut Nyoman Kamajaya, SH, SpN, syarat untuk berdirinya Pengurus Daerah (Pengda) itu kan hanya sekitar 25 Notaris. "Jadi Kabupaten Kepulauan Seribu sudah saatnya memiliki Pengda sendiri, dan dengan sendirinya akan terbentuk DKD INI dan Majelis Kehormatan Daerah (MKD) IPPAT. Kenapa? Karena ini berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris dan PPAT di Kepulauan Seribu," ungkapnya mengawali perbincangan dengan MGD/GrosseTV.

Perkembangan Notaris, sambungnya, khususnya di DKI Jakarta itu penambahan jumlahnya sangat banyak. "Misalnya di Jakarta Selatan, penambahan jumlah Notarisnya mencapai 60 Notaris, belum lagi di Jakarta Utara, Barat, Pusat dan Timur, ditambah lagi Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja ekstra dari Pengurus Wilayah (Pengwil) dan DKW INI DKI Jakarta, serta juga pemerintah, baik BPN maupun Kanwil Kementerian Hukum (Kemenkum), khususnya dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan," papar Nyoman Kamajaya, SH, SpN.

Lebih jauh lagi, Ketua DKW INI DKI Jakarta ini menyampaikan bahwa penambahan yang signifikan tersebut, dikarenakan Notaris bisa langsung masuk ke Jakarta, tanpa harus melalui C ke B baru ke A, namun dari C bisa langsung ke A, tentunya dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup besar. "Kami selaku DKW, dalam rangka melakukan pengawasan, tentu mengalami beberapa kendala, makanya kami berharap pemerintah jangan lepas tangan. Jangan hanya mengeluarkan Surat Keterangan (SK) saja, melainkan juga harus memikirkan bagaimana dengan pembinaan dan pengawasannya," tukasnya.

Selain itu, Nyoman Kamjaya, SH, SpN, juga menaruh harapan kepada para Notaris yang masuk ke wilayah DKI Jakarta, dimana DKI Jakarta sebagai barometer Notaris, maka para Notaris baru harus dapat mengikuti ritme dan frekuensi dari DKI Jakarta. "Karena banyak permasalahan yang ada di DKI Jakarta, terlebih lagi bagi Notaris di Kepulauan Seribu. Dimana Kepulauan Seribu memiliki sekitar 600-an pulau dan hanya ada sekitar 60-an lebih Notaris yang buka kantor, hal itu dikarenakan pulau yang memiliki penduduk atau dihuni itu hanya sekitar 20-an pulau saja," ujarnya.

Dikarenakan pulau yang paling padat di Kepulauan Seribu itu hanya di Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka (pusat pemerintahan), menurut Ketua DKW DKI Jakarta, kenapa tidak dibentuk Pengda Kepulauan Seribu, sehingga kedepan akan lebih memudahkan dalam hal pembinaan dan pengawasan. "Tentunya dengan adanya keterlibatan dari pihak pemerintah, ATR/BPN dan Kemenkum, sehingga baik pemerintah maupun organisasi dapat melakukan pengayoman, pembinaan dan pengawasan secara baik," katanya.

Adanya Pengda sendiri, diikuti dengan MPD IPPAT dan DKD INI, lanjutnya, maka kedepan tidak ada lagi istilah kucing-kucingan dalam masalah tanda-tangan yang tidak bisa terlepas dari kedudukan Notaris. "Jadi, Notaris yang berkantor di Kepuluan Seribu dapat beraktifitas di daerah kerjanya dan dapat diawasi langsung, dan kembali lagi, semua itu tidak bisa pemerintah lepas tangan, harus terlibat langsung dalam mengatasi permasalahan pembinaan dan pengawasan, khususnya di Kepulauan Seribu bersama-sama dengan organsiasi," tandas Nyoman Kamajaya, SH, SpN.

Sebelum mengakhir perbincangan, Ketua DKW INI DKI Jakarta, menyampaikan bahwa terkhusus bagi Notaris di Kepulauan Seribu, harus ada diskresi, karena saat ini masih ikut ke Jakarta Utara, baik Notaris maupun PPAT. "Memang Kepulauan Seribu masuk DKW dalam pengawasannya, namun perlu diperhatikan juga pelanggarannya, apakah masuk ke pelanggaran Jabatan atau Kode Etik organisasi. Kalau sudah melanggar Kode Etik, maka kecenderungannya melanggar jabatan. Oleh karena itu, saya berharap kedepan bisa dilakukan audiensi ke pihak pemerintahan, tujuannya untuk mendapatkan solusi bagi Kepulauan Seribu, terutama dalam hal pembinaan dan pengawasannya," ujarnya mengakhir percakapan.