Grosse, Jakarta - Berkembangnya tehnologi di Indonesia, sangat mempengaruhi disemua sektor, termasuk juga di bidang pertanahan. Saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia (RI) telah mengembangkan peralihan sertipikat yang awalnya dalam bentuk buku (analog), dialihkan menjadi bentuk elektronik dengan menggunakan sistem barcode. Namun demikin, masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Kementerian ATR/BPN RI, dimana sampai saat ini, belum ada titik temu dalam diskusi dengan pihak penegak hukum dan pengadilan. "Masih terjadi debat, bisa tidak buku-buku elektronik dijadikan alat bukti," ungkap DR. H. Muhallis, SSiT, MH, Plt. Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Jakarta Selatan kepada Majalah Grosse Digital (MGD)/GrosseTV saat ditemui di ruang kerjanya.
![]() |
DR. H. Muhallis, SSiT, MH Plt. Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Selatan |
Menurut Plt Kakantah Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa dirinya adalah produk lama, karena dirinya masuk di BPN pada tahun 1997 yang lalu. "Kalau sekarang banyak peraturan-peraturan baru, makanya sebenarnya saya sudah masuk dalam zaman BPN modern. Karena saat ini telah banyak perubahan dan perkembangan, dan pastinya menyangkut penggunaan teknologi, dikenal dengan istilah sistem. Termasuk juga peraturan baru mengenai pengukuran dengan menggunakan tehnologi," paparnya mengawali percakapan dengan MGD/GrosseTV.
Lebih lanjut lagi, Muhallis menyampaikan bahwa dahulu dalam pengukuran itu masih menggunakan sistem sederhana, belum tersedia sarana peta. "Jadi untuk pengikatan dalam pengukuran itu, kita masih menggunakan pengikat alam, misalnya pohon. Berbeda dengan sekarang, sudah dibuatkan titik ikat sendiri, sehingga tidak bisa lagi bergeser, hal itu saya alami saat masih sekolah di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional tahun 1998," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, cara pengukuran pun semakin berkembang, tambah Plt Kantah Jakarta Selatan, dimana saat ini sudah memakai stasiun yang lebih canggih, yaitu dengan menggunakan metode satelit. "Jaman saya dulu, masih sulit, setelah mengukur harus lagi menghitung pakai kalkulator, kadang semalaman tidak rampung-rampung," ungkapnya menceritakan pengalamannya, seraya menyampaikan bahwa BPN saat ini telah memasuki masa tehnologi, termasuk dalam sistem penyimpanan sertipikat.
Perkembangan teknologi, menurutnya bahwa BPN pun harus mengikutinya dengan peraturan-peraturan mengenai hal tersebut, sehingga kedepan BPN akan semakin maju. "Saat ini BPN sudah menggunakan sistem digitalisasi, ini menunjukan bahwa BPN sudah menuju kepada sistem yang semakin maju. Tentu diharapkan dengan adanya hal ini, akan semakin mempermudah, kalau dulu pakai sistem manual dan banyak kekurangannya. Contoh, kalau ada masalah, dulu sulit sekali cari buku tanah, bahkan terkadang tidak ketemu. Sekarang sudah era digitalisasi, sehingga memudahkan dalam mencari buku tanah yang dibutuhkan," terangnya.
Namun demikian, sambung DR. H. Muhallis, SSiT, MH, perkembangan teknologi di era digitalissi ini memang masih ada sedikit persoalan terkait dengan undang-undang. "Bila terjadi masalah hukum, karena belum ada kesepakatan yang disepakati, antara BPN dengan pihak penegak hukum dan juga pengadilan dalam rangka pembuktian. Dan sampai saat ini, masih menjadi perdebatan, apakah bisa atau tidak bisa, buku-buku elektronik dijadikan alat bukti," paparnya.
Sebelum mengakhiri percakapan dengan MGD/GrosseTV Plt Kakantah Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa masalah aturan itu harus banyak perdebatan, karena tidak ada perdebatan, maka tidak ada masukan. "Dengan adanya perdebatan, baik dengan penegak hukum maupun pengadilan atau juga pihak-pihak terkait, tentu akan banyak hal yang disampaikan dan itu bisa menjadi masukan dan referensi untuk perbaikan kedepan, sehingga BPN bisa semakin maju lagi," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar